Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAKMUN Effendi Nur, 49 tahun, terlihat serius. Di depannya buku bersampul abu-abu tua itu. Dijilid seperti buku tesis, isinya terketik rapi pada kertas ukuran kuarto berwarna cokelat tua. Debu dan baunya yang "usang" membuat Makmun terbatuk-batuk.
Itu terjadi di ruang reserse Polda Jawa Tengah. Di kantor polisi? Ahli bahasa Arab dan dosen pascasarjana IAIN Walisongo, Semarang, ini memang diminta menerjemahkan "Dokumen Semarang". Ia didampingi seorang penyidik, Brigadir Polisi Wazir A. Malik, yang mengetik hasil terjemahan selama 10 hari, awal Agustus lalu. "Saya ditugasi Polda menjadi saksi ahli, menerjemahkan dokumen itu," kata peraih doktor bahasa Arab dari Millia Islamiya, New Delhi, India ini kepada TEMPO.
"Dokumen Semarang", kumpulan kitab berbahasa Arab ini, disita polisi dari rumah kontrakan empat tersangka pemilik bahan peledak di Jalan Taman Sri Rejeki Selatan VII/2, Kalibanteng, Semarang, 11 Juli silam. Mereka terdiri dari Machmud Hariono alias Yoseph Adirima alias Yusuf bin Slamet, Joko Ardiyanto alias Luluk Sumaryono, Suyanto alias Heru Setiawan bin Imam Hakim, dan Siswanto alias Anto bin Supeno. Masing-masing berusia 27, 25, 29, dan 25 tahun.
Setinggi sekitar 1,5 meter, tumpukan buku itu antara lain berisi teknik memenangkan pertempuran, membuat dan menggunakan senjata, bom, dan ranjau. Juga memuat taktik perang jarak jauh dan dekat, cara menghadapi tank baja dan meledakkannya. Enam belas buku di antaranya berbahasa Arab, selain ada yang seperti diktat berjilid hard cover.
Lima buku bersampul kuning dan merah. Empat lainnya berupa jilidan Silsilah al-Fikr Islami, buletin terbitan Mesir tentang pro-kontra ajaran Islam. Satu buku lagi berisi ajakan jihad dan pentingnya syariat Islam. Ketebalannya 100, 200, hingga 300 halaman.
Keterlibatan lelaki yang 14 tahun mendalami bahasa Arab itu berawal dari kesulitan polisi membongkar dokumen milik Luluk dkk. ini. Padahal polisi mencurigai mereka bagian dari jaringan terorisme di Indonesia. Diakui kemudian, merekalah yang mengirim bahan baku bom TNT ke Jakarta, November 2002. Bahkan bom Marriott diduga dipasok mereka. Dan dokumen itu selesai diterjemahkan Makmun dalam 10 hari kerja. Selanjutnya, polisi akan meminta Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah membantu menelaahnya.
"Polisi kan (umumnya) tidak bisa berbahasa Arab, makanya kami menunjuk saksi ahli untuk menerjemahkannya," kata Kepala Polda Jawa Tengah, Irjen Pol. Didi Widayadi.
Menurut Makmun, dokumen yang ditulis dengan mesin ketik manual itu cukup mustahil dipahami tersangka yang tak fasih berbahasa Arab. Pun oleh orang sekelas Mustofa, tersangka tindak pidana terorisme yang komandan kelompok Semarang. Maklum, ada di antaranya dalam bahasa Arab "tinggi". "Tak semua orang memahami isi dokumen itu kalau tak sekolah dan mempelajari khusus bahasa Arab di Arab. Bahkan orang Afganistan sekalipun, apalagi tersangka di Semarang, termasuk Mustofa," katanya.
Kata Makmun, "Dokumen Semarang" memakai idiom khusus yang tak mudah dipahami. Misalnya kata shinaatul musadas, sehari-hari bisa berarti membuat "persegi empat", padahal maksudnya perakitan pistol atau senjata. Kata mutafajur bagi si awam berarti "menyembur", padahal yang dimaksudkan bahan peledak. Lalu, kata Al Faam bisa diartikan "membubung", sedangkan maksudnya ranjau. Kunbulan biasa diartikan "semburan" dari sesuatu, namun dimaksudkan granat atau bom. "Jadi tak mudah memahami dokumen tersebut," ujar Makmun.
Makmun menduga, dokumen itu bersifat rahasia untuk kalangan terbatas. Ini terlihat dari polosnya cover, tanpa nama penerbit dan tahun penerbitan. "Perkiraan saya, dokumen itu berasal dari Afganistan, buatan 1980-an."
Makmun lalu menunjuk ucapan terima kasih pada lembar pertama buku-buku itu, yang tertuju ke Usamah bin Ladin, pemimpin besar mujahidin. Ucapan sama juga teruntuk pejuang Afganistan yang gugur, pemerintah Pakistan yang menempatkan pasukan di perbatasan Afganistan, dan kepada mujahidin pembela Islam. Bahkan dipersembahkan pula buat Kiadah Muasyaroh Islamiyah (Gerakan Front Islam).
Meski menulis nama Usamah, tak satu dokumen pun menyebut Al-Qaidah, Jamaah Islamiyah, dan pernyataan anti-Amerika. Menurut Makmun Effendi, "Buku itu sangat teknis, sehingga yang membacanya bisa mahir membuat bom dan senjata."
Adi Prasetya, Sohirin (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo