Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Vihara Giri Metta, di Bandung, Jawa Barat, tengah bersiap menyambut perayaan Imlek atau tahun baru Cina. "Ini bukan ritual agama tapi budaya," kata pengelola Giri Metta, Wong Tje Ping, 64 tahun.
Vihara yang merangkap sebagai kelenteng itu berada di Gang Ruhana. Tampak para pekerja mengecat tembok pagar vihara yang bernuansa merah serta kuning emas.
Sementara Wong Tje Ping tengah menyiapkan tulisan doa keselamatan dalam amplop kecil yang biasa diselipkan dalam dompet. Pesanan untuk 30 orang itu akan diambil tamunya yang akan singgah ke kelenteng setelah hari Imlek, 16 Februari 2018.
Baca juga: Menjelang Imlek, Polri Antisipasi Penyerangan di Tempat Ibadah
Di meja altar, piring cawan telah berisi kue wafer, juga ada sekotak buah seperti pir. Sejak tahun lalu, kata Wong, tidak ada lagi acara kirab budaya yang ramai terkait dengan Imlek dan Cap Go Meh seperti pada 2016.
Kini hanya beberapa orang yang datang untuk berdoa saat Imlek. "Semoga di Tahun Anjing Tanah ini banyak kebahagiaan dibandingkan dengan tahun lalu," ujarnya, Rabu, 14 Februari 2018.
Letak wihara sekaligus kelenteng ini unik. Tempatnya berada di jalan sempit, Gang Ruhana, RT 01 RW 02, Kelurahan Paledang, Kota Bandung, dan berada di samping Masjid Al Amanah. Bangunan yang dipakai seluas 200 meter persegi itu, kata Wong, milik seorang Muslim yang disewakan kepada kakek Tje Ping. "Sampai sekarang masih bayar sewa ke ahli warisnya," ucapnya.
Berada di lingkungan yang sama, tak jauh dari wihara dan masjid yang berdampingan, berdiri Gereja Pantekosta, di pinggir Jalan Raya Lengkong Kecil, sejak 1970. Jika masjid terhitung masih baru sejak 2014, wihara yang berawal dari kelenteng sudah dipakai pada 1946.
Baca juga: Alasan Sandiaga Uno Izinkan Perayaan Imlek 2018 Digelar di Monas
Selama ini, kegiatan ibadah, ritual, dan perayaan Imlek, di sana tak pernah terusik isu kebencian dan kekerasan. Hubungan baik, kata Wong, terjaga dengan komunitas Muslim dan jemaah gereja. "Kalau ada acara warga saling bantu," tuturnya. Wilayah itu pun dinobatkan sebagai "Kampung Toleransi" di Kota Bandung.
Seorang warga asli sana, Iwan Ruswan Tosin, 67 tahun, mengatakan toleransi beragama terjaga sejak lama. Ketika muncul isu dan teror bom gereja, warga sekitar ikut berjaga. Warga pun membantu perayaan Imlek ketika berlangsung kirab budaya. "Di lingkungan sini tidak pernah ada isu negatif soal perbedaan agama," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini