PAGI itu sebuah truk reyot berhenti di ujung jalan perkebunan. Penumpangnya, 16 orang tua yang berpakaian dinas militer, turun dengan lamban. Bergantian mereka memapah seorang teman mereka yang paling tua, berjalan satu jam ke ujung Desa Perkebunan Serapuh, 87 km dari Medan. "Pasukan jompo" itu berhenti di pinggir sebidang lahan yang sedang diolah. Sebuah traktor tampak membongkar tanah dan belasan buruh membakar kayu bakau yang sudah ditebang. Di sisi lain lahan itu, berdiri enam barak. "Wah, tanah kita diambil orang," kata seorang yang paling tua tadi, Parhimpunan Lubis, 78 tahun, kepada para rekannya. Dengan napas tersengal-sengal, Parhimpunan, Ketua Markas Ranting Legiun Veteran RI Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Sum-Ut, meminta para buruh mengeluarkan semua barang dari dalam barak. Ana, 30 tahun, mandor di situ, melongo, "Mana bisa? Tempat ini 'kan milik PT Pan Tranindo," kata Ana. Parhimpunan, ayah 11 anak dan kakek 40 cucu itu, berkeras. "Ini milik kami," katanya. Anggotanya pun mulai menyeringai. "Kami jadi takut," kata Ana kepada TEMPO. Tapi sikap para buruh itu, menurut Djamaluddin, 60 tahun, yang ikut ke sana, tak enak. "Mereka meletakkan golok dan potongan-potongan besi beton di depan kami. Seperti menantang," kata Djamaluddin, ayah 20 anak itu. "Kami tersinggung " Tanpa komando, para veteran itu meraih potongan-potongan besi itu, lalu mencabut pengikat tiang-tiang barak. Satu-satu, awal September lalu, barak itu robah. Dan sebuah barak lain terbakar Setelah selesai, Parhimpunan berpesan kepada Ana, "Jangan lagi bekerja di tempat ini." Menurut Parhimpunan, sudah bertahun-tahun semua anggotanya -- 64 orang, menuntut pembagian tanah seperti yang dijanjikan organisasi sejak 1972. Mula-mula mereka mengirim permohonan ke Panitia Land Reform Langkat. Lahan tersebut seluas 300 hektar, termasuk dalam HGU 1.475 hektar, atas nama PT Karetia. "Karena telantar, kami ingin mengusahakannya," kata Parhimpunan. Jawaban dari yang berwenang tak segera diperoleh. Menurut Noeroso, Kepala Kantor Direktorat Sosial Politik Langkat, permohonan tersebut tidak secepatnya dibahas, karena Direktorat Agraria Langkat mengetahui bahwa HGU atas nama PT Karetia baru habis pada 1986. Tak sabar menunggu, para anggota veteran Gebang masuk ke lahan tersebut. Mereka menanam padi, palawija, dan kelapa. "Tujuan awal kami memang bertani," kata Parhimpunan. Tapi lima tahun yang lalu, areal itu, yang jaraknya 1 km dari Pantai Selat Malaka, ditinggalkan. Sejak benteng Sungai Batang Serangan yang tak jauh dari situ dibangun untuk mencegah banjir, air asin menyerap lokasi itu. Awal Agustus lalu, Parhimpunan terkejut. Areal itu diukur. Menurut Noeroso, PT Pan Tranindo, Medan, pada Mei 1987 memohon agar memperoleh 100 hektar tanah itu untuk dijadikan tambak udang. Marzuki Erman, Bupati Langkat, memberi rekomendasi. "Lahan tak bersengketa," kata Marzuki Erman. Artinya, sejak 1985, 700 hektar HGU atas nama PT Karetia sudah dilepaskan. Sebagian besar dialihkan untuk Puskopad, dan 100 hektar lahan yang juga dimohonkan Maran LVRI Gebang tadi, dicadangkan untuk PT Pan Tranindo. Parhimpunan mengusut hal itu kepada Camat Gebang, Tengku Syahril Elizar. Camat, seperti ditirukannya, mengatakan, "Tanah itu sudah diserahkan kepada pengusaha kuat, yang tinggal ketok saja." Senin kemarin, Noeroso memerintahkan PT Pan Tranindo menghentikan pekerjaannya. "Mereka belum dapat izin," kata Noeroso Sebagai jalan keluar, untuk para veteran akan dlcarikan lahan pengganti. Namun, para veteran itu tampaknya bersikeras. "Itu prinsip pejuang. Merdeka atau mati," kata Parhimpunan. Monaris Simangunsong Laporan Makmun Al Mujahid (Biro Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini