KOTA Mataram dihiasi umbul-umbul berwarna-warni. Spanduk dan bendera kuning milik Golkar berjejer di sepanjang jalan-jalan utama. Maka, Senin pagi pekan ini Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Gatot Suherman memukul gong tiga kali, pertanda Musyawarah Daerah (Musda) tingkat I NTB resmi dibuka, dan berlangsung sampai Rabu pekan ini. Inilah Musda tingkat I yang pertama di seluruh Indonesia setelah sebelumnya, 1 Juni yang lalu, Musda tingkat II (kabupaten/ kota madya) dimulai. Setelah NTB, DPD Golkar Provinsi Aceh menyusul ber-Musda Selasa sampai Kamis pekan ini. Memang sampai acara tadi dibuka belum semua daerah tingkat II (kabupaten/kota madya) menyelesaikan Musda. Sumatera Utara, misalnya, baru selesai akhir Agustus ini. Seluruh kerepotan tingkat daerah itu sudah harus selesai sebelum acara puncak Musyawarah Nasional (Munas) ke-4 di Jakarta, 20-25 Oktober mendatang. Dari sekian banyak daerah yang sudah selesai terlihat bahwa popularitas kader Golkar yang berasal dari ABRI amat menonjol di Musda. Di Jawa Barat, misalnya, di tujuh DPD II yang telah ber-Musda hingga Sabtu pekan lalu, hanya di Kabupaten Purwakarta terpilih ketua DPD yang berstatus purnawirawan ABRI. Di enam daerah lainnya ketuanya adalah anggota ABRI aktif. Di provinsi ini terdapat 24 DPD Golkar tingkat II. "Kami tak memilih jalur tapi memilih orang. Siapa yang terpilih terserah Musda. Hanya barangkali kader yang berasal dari jalur A itu bisa diterima oleh semua jalur lainnya," ujar Mayor Jenderal (Purn.) H.E. Suratman, Ketua DPD Golkar Jawa Barat. Di tubuh keluarga besar Golkar dikenal istilah tiga jalur yang merupakan pilar pendukung kekuatan sospol pemenang pemilu itu, yaitu jalur A (ABRI, terdiri atas ABRI, purnawirawan, dan keluarga ABRI), jalur K (Korpri), dan jalur G (Golkar). Di Jawa Tengah -- ada 35 DPD II seluruh Musda II akan selesai 11 Agustus yang akan datang. Sampai pekan lalu, 28 daerah kabupaten/kota madya sudah selesai bermusyawarah. Di sembilan DPD terpilih ABRI aktif sebagai ketua. Antara lain di Banyumas, Tegal, Pati, Kedu, Sukoharjo, Klaten, dan Demak. Hal sama terjadi di Sumatera Utara. Letnan Kolonel Marsen Sinaga, 49 tahun, terpilih sebagai Ketua DPD II Golkar Tapanuli Utara dan Letnan Kolonel Janner Jalusin Girsang, 49 tahun, menjadi Ketua Golkar Kabupaten Simalungun. Dua pamen itu selama ini menjabat ketua F-ABRI di DPRD setempat. Sumatera Utara memiliki 17 daerah tingkat II tapi baru enam daerah yang sudah merampungkan Musyawarah Daerah. Di Provinsi Aceh juga tokoh ABRI populer. Dari 10 daerah tingkat II yang ada -- seluruhnya sudah mengadakan Musda di tiga daerah anggota ABRI aktif terpilih sebagai ketua Golkar. Mereka ialah Mayor T. Muhamad sebagai Ketua DPD Golkar Aceh Selatan, Mayor Kadim menjadi ketua di Kabupaten Aceh Tengah, dan Mayor Hasanuddin Selian terpilih sebagai ketua di Aceh Tenggara. Kebetulan mereka semua adalah Kepala Sub-Direktorat Sospol kantor bupati di daerah masing-masing. Melejitnya anggota ABRI di kancah Musda Golkar tingkat II yang dimulai awal Juni yang lalu memang bukan sesuatu yang mengagetkan. Menurut Sekjen DPP Golkar Sarwono Kusumaatmadja, banyak perwira ABRI sudah menjadi figur kepemimpinan masyarakat di daerah. Mengapa aneh kalau mereka terpilih? Dan mereka adalah figur yang akseptabel, terpilih dengan memenuhi kriteria dan mekanisme yang ada. Adalah salah bila di Musda yang sedang berlangsung disebutkan seolah-olah ada pertarungan antara ABRI dan Golkar. "Semua adalah keluarga besar Golkar, dan ABRI bukan orang asing bagi Golkar," kata Sarwono. Apalagi seperti dikatakan Jenderal (Purn.) Soemitro, bila dilihat sejarah, Golkar ini adalah kreasi ABRI, oleh karenanya tidah bisa lepas dari ABRI. "Kelahiran Golkar tah bisa dipisahkan dari upaya ABRI untuk mengarahkan partai politik dan organisasi sosial ke UUD 45. Karena itu, sulit dibayangkan Golkar bisa berdiri sendiri tanpa ada hubungan langsung dengan ABRI," kata bekas Pangkopkamtib itu. Yang penting tampaknya apakah mereka terpilih melalui mekanisme yang ada seperti disebutkan Sarwono. Menurut beberapa sumber TEMPO, di dalam Musda tingkat 11 ini calon ketua dan sekretaris sudah diinventarisasikan oleh DPD Golkar tingkat 11 bersama komandan Kodim (jalur A) dan bupati/wali kota setempat (jalur Korpri), jauh sebelum Musda berlangsung. Dengan demikian, inventarisasi para calon tetap datang dari bawah. Nama-nama tadi lima untuk calon ketua dan lima untuk calon sekretaris -- kemudian dibahas di tiga jalur keluarga besar Golkar di tingkat provinsi yang terdiri atas pimpinan ABRI setempat, gubernur, dan ketua DPD Golkar tingkat I. "Biasanya dari muyawarah ketiga jalur itu diperoleh sebuah nama untuk ketua dan satunya lagi untuk sekretaris. Nama itulah kemudian yang dilemparkan ke Musda. Biasanya mereka segera terpilih," ujar sebuah sumber. Mekanisme seperti ini tampaknya berjalan mulus di Musda. Undang-undang tentang parpol/golkar sebetulnya tak mengizinkan anggota ABRI aktif menjadi anggota atau pengurus parpol/golkar. Sementara itu, musyawarah nasional Golkar 1984 memutuskan bahwa seseorang baru bisa dipilih menjadi pengurus setelah lima tahun menjadi anggota Golkar. Jakob Tobing dari Departemen Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi DPP Golkar membenarkan hal itu. "Namun, untuk pengurus asal ABRI syarat seperti di atas tak diperlukan. Begitu ia menyatakan diri siap untuk menjadi pengurus kami anggap sudah memenuhi syarat-syarat di atas," kata Jakob. Menurut dia, ketentuan seperti itu memang tidak tersurat, tapi hanya merupakan konvensi yang tidak tertulis. Dalam praktek yang terjadi, sebelum Musda calon pengurus sudah harus menyatakan siap meninggalkan dinas aktifnya di ABRI. Itu terjadi di semua daerah. Seperti dikatakan H.E. Suratman, Ketua Golkar Jawa Barat tadi, "Pokoknya, begitu mereka menerima pencalonan sudah harus tahu konsekuensinya: berhenti dari ABRI dan juga melepaskan semua jabatan struktural yang dipegangnya. Artinya, yang dipilih dalam Musda itu adalah purnawirawan." Amran Nasution, Makmun Al Mujahid, Hedy Susanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini