Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setya berniat Kembali Menjadi Ketua DPR
PARTAI Golkar memutuskan mengembalikan posisi Setya Novanto sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menggantikan Ade Komarudin. Keputusan itu diambil dalam rapat pleno pengurus pusat partai yang dipimpin Ketua Harian Nurdin Halid dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham di kantor pusat Golkar, Slipi, Jakarta, Senin pekan lalu. "Keputusan sudah bulat," kata Nurdin Halid.
Setya, kini Ketua Umum Golkar, adalah Ketua DPR pada 2014-2015. Setya mundur setelah semua fraksi di Mahkamah Kehormatan Dewan menyatakan ia melanggar etika karena mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam skandal permintaan saham PT Freeport Indonesia. Akibatnya, posisi dia diisi Ade Komarudin.
Belakangan, Setya menggugat barang bukti kasus "Papa Minta Saham" itu ke Mahkamah Konstitusi lantaran dianggap ilegal. Pada September lalu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan itu. Putusan itu diÂikuti Mahkamah Kehormatan Dewan, yang menyatakan hukuman etika untuk Setya tidak sah. Dengan begitu, harkat, martabat, dan nama baik Setya mesti dikembalikan. Atas dasar itu, Golkar memutuskan mengembalikan jabatan Setya di DPR. "Apa yang pernah dipersoalkan tidak berdasar dan tidak memiliki kekuatan hukum," ujar Nurdin.
Ketua Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Golkar Yorrys Raweyai mengatakan Ade akan kembali menjadi Ketua Fraksi Golkar di Senayan. Setya menyatakan tak mengetahui keputusan pengurus Golkar yang menyatakan ia kembali menjadi Ketua DPR. Adapun Ade menyatakan akan memberikan penjelasan jika sudah menerima surat resmi dari partainya ihwal pergantian itu.
Kembalinya Setya
SETYA Novanto tergusur dari kursi Ketua DPR pada Desember tahun lalu. Belum setahun, dia kembali diusulkan menduduki posisi itu.
2015
16 November
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengadukan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan.
24 November
Rapat pleno Mahkamah Kehormatan sepakat melanjutkan kasus dugaan pelanggaran etik Setya ke tahap persidangan.
1 Desember
Kejaksaan Agung membuka penyelidikan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam kasus "Papa Minta Saham".
16 Desember
Mahkamah Kehormatan memutuskan Setya bersalah. Setya mundur dari jabatan Ketua DPR.
2016
11 Januari
Ade Komarudin dilantik menjadi Ketua DPR menggantikan Setya.
7 September
Mahkamah Konstitusi memenangkan gugatan Setya atas barang bukti kasus "Papa Minta Saham".
27 September
Mahkamah Kehormatan Dewan menyatakan hukuman etik untuk Setya tidak sah.
RAPP Diminta Bertanggung Jawab
SEJUMLAH aktivis lingkungan meminta PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), anak perusahaan Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL) Group, ikut membayar denda Rp 16,2 triliun sesuai dengan putusan dalam kasus gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan PT Merbau Pelalawan Lestari. "RAPP ikut menikmati hasil kerusakan hutan. Jadi harus ikut membayar," ujar koordinator Eyes on the Forest dari World Wildlife Fund, Nursamsu, Ahad pekan lalu.
Menurut Nursamsu, PT Merbau adalah salah satu pemasok kayu sebagai bahan baku RAPP dalam pembuatan bubur kertas. Berdasarkan informasi yang didapatnya, PT Merbau adalah satu dari 31 pemasok kayu bagi RAPP hingga Juli 2016. Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali, menyatakan RAPP mesti ikut bertanggung jawab karena menikmati kayu ilegal dari PT Merbau.
Kuasa hukum Kementerian Lingkungan Hidup, Patra M. Zen, mengatakan kliennya ada kemungkinan tidak akan menuntut RAPP ikut membayar denda belasan triliun rupiah itu. Sebab, kata dia, RAPP sama sekali tidak disebut dalam putusan Mahkamah Agung. Corporate Affairs Director APRIL Group Agung Laksamana menyangkal kabar bahwa PT Merbau terafiliasi dengan APRIL. "Kami tidak lagi menerima pasokan kayu dari perusahaan itu sejak Februari 2015," ujarnya. Menurut dia, perusahaannya memutus kerja sama dengan PT Merbau setelah putusan Mahkamah Agung.
Demonstrasi Lanjutan Berpotensi Makar
KEPALA Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyebutkan adanya indikasi makar dalam demonstrasi yang akan digelar pada Jumat, 2 Desember ini. Berdasarkan informasi yang diterima Polri, ada sejumlah kelompok yang berupaya menduduki gedung Dewan Perwakilan Rakyat dalam aksi tersebut. "Kalau bermaksud menguasai DPR, maka itu melanggar hukum. Kalau itu bermaksud menggulingkan pemerintah, itu ada pasal makar," kata Tito di Gedung Utama Markas Besar Polri, Senin pekan lalu. Ia menyatakan telah mengerahkan personelnya untuk mencegahnya. Ia juga meminta anak buahnya tak ragu menindak tegas dan terukur sebagai langkah pengamanan.
Tito mengatakan akan membubarkan Aksi Bela Islam III itu jika melanggar undang-undang yang mengatur syarat berunjuk rasa. Menurut dia, para pendemo tidak akan dibiarkan mengganggu ketertiban umum, seperti memblokade jalan dalam aksinya. "Jadi silakan berunjuk rasa, tapi cari tempat yang tepat," ujarnya.
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) berencana menggelar Aksi Bela Islam III. Mereka menuntut polisi segera menahan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. "Kami akan melaksanakan salat Jumat di sepanjang Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat," kata Munarman, aktivis GNPF-MUI.
Dua WNI Diculik di Perairan Sabah
DUA anak buah kapal asal Indonesia lagi-lagi diculik di Perairan Merabong, Sabah, Malaysia, Sabtu dua pekan lalu. Anggota militer Filipina menduga penculikan dilakukan kelompok militan Abu Sayyaf. Setelah menculik, kapal penculik menuju Filipina bagian selatan, basis utama kelompok Abu Sayyaf. "Pelaku dan korban mengarah ke Filipina Selatan," kata juru bicara militer Filipina, Mayor Filemon Tan.
Warga negara Indonesia yang diculik adalah kapten kapal asal Bugis-Polewali, Sulawesi Barat, Saparuddin bin Koni, 43 tahun, dan wakil kapten, Sawal Bin Maryam, 36 tahun. Penculikan yang terjadi pada pukul 19.20 waktu setempat itu dilakukan oleh lima pria bersenjata. Saat itu kapal mengarah ke Kunak, Sabah, dan membawa 15 anak buah kapal. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, mengatakan Indonesia telah mengambil langkah diplomasi untuk menyelamatkan sandera. Menurut dia, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sudah menemui Menteri Besar Sabah Dato' Musa Aman untuk menjamin keselamatan warga Indonesia. Indonesia dan Malaysia sudah sepakat mengambil sejumlah langkah untuk antisipasi. "Misalnya mewajibkan pemilik kapal menggunakan peralatan automatic identification system untuk mencegah terjadinya penculikan," ujar Arrmanatha.
Awal November lalu, dua kapten kapal asal Indonesia juga diculik di perairan dekat Sungai Kinabatangan, Sabah. Saat ini mereka disandera kelompok Abu Sayyaf. Selain menyandera orang asal Indonesia, kelompok militan Filipina itu menahan 22 sandera, termasuk seorang warga Belanda, Jerman, dan Korea Selatan, lima warga Malaysia, enam orang asal Vietnam, serta enam orang Filipina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo