Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Percakapan Rahasia Pelindung Nurhadi

Berkelit dari pengusutan perkara suap oleh KPK, Nurhadi ditengarai bertemu dengan sejumlah petinggi kepolisian untuk meminta perlindungan. Menyeret Jenderal Budi Gunawan dan Inspektur Jenderal Moechgiyarto.

19 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ATAS perintah Nurhadi, Brigadir Ari Kuswanto menghubungi salah satu anggota pengawalan di kediaman bosnya itu di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Jakarta Selatan, pada 21 April lalu. Siang itu pukul 13.53. Sekretaris Mahkamah Agung dan ajudannya tersebut tengah bertandang ke ruang kerja Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Moechgiyarto. Setelah panggilan teleponnya dijawab, Ari menyampaikan perintah Nurhadi kepada teman sesama pengawal, yang juga anggota Brigade Mobil Kepolisian RI.

+ Bang, tas….
- Halo Ri (Ari Kuswanto)….
+ Tas LV-nya bawa ke ruang Kapolda Metro, Bang. Ditunggu Bapak sekarang (Nurhadi). Bawa pengawalan. Cepet Bang!
- Iyo… iyo… iyo.

Percakapan itu terjadi beberapa jam setelah rumah Nurhadi di Hang Lekir digeledah 15 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Tanpa mereka sadari, seluruh komunikasi itu "terdengar" petugas komisi antikorupsi di kantornya di Kuningan, Jakarta Selatan.

Penggeledahan rumah Nurhadi terkait dengan kasus suap kepada Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Pagi harinya, sebelum penggeledahan itu, penyidik menangkap Edy yang baru saja menerima duit suap Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno di tempat parkir Hotel Acacia, Jakarta Pusat. Doddy, pegawai PT Artha Pratama Anugerah, menyuap Edy guna memuluskan sejumlah perkara Grup Lippo di pengadilan dan Mahkamah Agung. PT Artha adalah anak usaha Grup Lippo.

Selain menggeledah, petugas KPK menyadap komunikasi Nurhadi dan orang-orang dekatnya. Seluruh percakapan itu diperdengarkan kepada Nurhadi saat diperiksa sebagai saksi pada 15 Juni lalu. Penyidik menduga isi tas LV itu adalah barang bukti penting yang hendak diselamatkan Nurhadi. Hari itu Nurhadi dicecar 66 pertanyaan.

Dalam sejumlah dokumen pemeriksaan yang salinannya diperoleh Tempo, Nurhadi tidak menyangkal rekaman suara itu. Dia menyebut isi rekaman itu mirip suara Ari Kuswanto, ajudannya. "Dia berbicara dengan seorang laki-laki yang mungkin pe­ngawal di rumah," ujarnya kepada ­penyidik.

Kepada satu penyidik yang memeriksanya, Nurhadi mengaku saat itu memang tengah berada di ruangan Kepala Polda Metro Jaya Moechgiyarto. Ia mengatakan bertemu dengan Moechgiyarto sebagai teman dekat untuk menyampaikan informasi tentang penggeledahan rumahnya oleh KPK.

Adapun isi tas LV yang digembok itu, menurut Nurhadi, adalah surat-surat harta kekayaannya, surat tanah, sejumlah sertifikat, dan dokumen berharga lain. "Saya yang memerintah Ari membawa tas itu ke ruangan Kapolda Metro Jaya," kata Nurhadi dalam dokumen pemeriksaan tersebut.

Moechgiyarto mengaku pernah bertemu dengan Nurhadi di ruangannya di Polda Metro Jaya. Tapi ia lupa tanggal pertemuan itu. Mantan Kepala Polda Jawa Barat ini mengatakan Nurhadi saat itu hanya minta izin menitipkan senjata api ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Ia membantah kabar bahwa pertemuan itu membahas penggeledahan di rumah Nurhadi, apalagi kabar bahwa Nurhadi meminta perlindungan kepadanya karena menjadi target penyidik KPK. "Siapa yang ngomong melindungi? Enggak ada," ujar pria yang akan dipromosikan menjadi komisaris jenderal dan menempati jabatan Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian ini, Selasa pekan lalu.

Pada 15 Juni lalu, satu penyidik KPK memang memeriksa Nurhadi selama enam jam sejak pukul 09.30. Setelah diperiksa, Nurhadi menghindari wartawan dan buru-buru masuk ke mobilnya. Sambil menerobos kerumunan wartawan di depannya, saat ditanyai soal materi pemeriksaan, ia hanya menjawab, "Enggak, enggak, enggak."

Sebelum bertemu dengan Moechgiyarto, Ari atas perintah Nurhadi menghubungi nomor telepon salah satu ajudan Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Rekaman percakapan keduanya juga diperdengarkan kepada Nurhadi dalam pemeriksaan tersebut. Komunikasi ini terjadi satu jam setelah penyidik KPK selesai menggeledah rumah Nurhadi.

+ Ijin Ndan. Bisa diakseskan ke BG informasi Ndan. Bapak (Nurhadi) habis di-ini sama Kuningan (KPK).
- Hah, kenapa?
+ Bapak rumahnya habis diperiksa Kuningan (digeledah). Semalem jam 11 malam dan baru selesai jam 7 barusan. Terus tadi Bapak (Nurhadi) bilang kasih tahu Pak BG.
- Oke. Kami informasikan segera. Ini lagi serah-terima (sejumlah kapolda baru).

Kepada penyidik KPK, Nurhadi mengatakan tidak punya maksud apa-apa memberitahukan penggeledahan itu kepada Budi Gunawan. "Hanya sebagai informasi untuk teman dekat," ujarnya.

Di bagian lain, penyidik KPK memperdengarkan rekaman percakapan Nurhadi dengan laki-laki yang ia sebut menantunya. Nurhadi menelepon nomor menantunya itu melalui telepon seluler Ari Kuswanto. Sore pada hari yang sama, setelah bertemu dengan Kepala Polda Metro Jaya, Nurhadi meluncur ke Markas Besar Polri. Se­orang penegak hukum menyebutkan ia bertemu dengan Budi Gunawan dan seorang jenderal bintang dua. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menyatakan tidak tahu ada pertemuan itu. "Saya tidak tahu soal itu," katanya kepada Rezki Alvionitasari dari Tempo.

Tempo menghubungi nomor yang disebut ajudan Budi Gunawan. Seorang pria menjawab panggilan dan membenarkan dia sebagai ajudan Budi Gunawan. Polisi berpangkat brigadir dari Brimob ini mengaku mengenal Ari, ajudan Nurhadi. "Soal dia menghubungi agar Pak Nurhadi mau bertemu Bapak, saya tidak ingat," ujarnya. Adapun nomor Ari Kuswanto sudah tidak aktif.

Setelah menghadiri Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat yang mengesahkannya sebagai Kepala Badan Intelijen Negara, Kamis dua pekan lalu, Budi Gunawan sama sekali tidak merespons pertanyaan Tempo tentang kunjungan Nurhadi ke kantornya. Sambil terus melenggang menuju mobilnya, lulusan Akademi Kepolisian 1983 yang sekarang berpangkat jenderal ini hanya berkomentar singkat. "Terima kasih, terima kasih," katanya sambil tersenyum. Surat permohonan wawancara yang disampaikan melalui ajudannya saat Budi Gunawan dilantik menjadi Kepala BIN, Jumat dua pekan lalu, juga belum dijawab.

Sampai akhir pekan lalu, Nurhadi belum bisa dimintai konfirmasi. Dua kali Tempo bertandang ke rumahnya, Rabu dan Kamis pekan lalu, Nurhadi tidak bisa ditemui. Seorang penjaga rumahnya yang mengaku bernama Alex mengatakan bosnya sedang tidak berada di rumah. Surat permohonan wawancara Tempo yang disampaikan kepada salah satu pengawal di kediamannya juga belum direspons.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata tidak menyangkal kabar bahwa materi percakapan itu ditanyakan ke Nurhadi. "Itu yang tahu penyidik. Kalau penyidik tahu info itu, pasti akan ditindaklanjuti."

l l l

UPAYA Nurhadi meminta perlindungan menjadi catatan penting bagi KPK. Temuan pemeriksaan dan pengakuannya menjadi bahan penyelidikan KPK. Akhir Juli lalu, KPK membuka penyelidikan baru yang membidik Nurhadi.

Rabu pekan lalu, dugaan permainan perkara Nurhadi selama menjadi Sekretaris Mahkamah Agung terungkap di persidangan Edy Nasution. Sejak Rabu dua pekan lalu, Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu menjadi pesakitan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Ia didakwa menerima suap Rp 2,32 miliar untuk mengatur sejumlah perkara Grup Lippo.

Salah satu kasus yang dimainkan Edy, menurut dakwaan jaksa, atas perintah Nurhadi. Kasus eksekusi tanah lapangan golf Gading Raya Serpong, Tangerang, yang dikelola anak usaha Grup Lippo, PT Jakarta Baru Cosmopolitan, misalnya. Grup Lippo meminta Edy membatalkan putusan eksekusi tanah yang dimenangi ahli waris Tan Hok Tjioe itu. Atas perintah Nurhadi, Edy bersedia membantu dan meminta Grup Lippo menyediakan dana untuk menggelar turnamen tenis se-Indonesia di Bali. "Atas arahan Nurhadi, terdakwa meminta disediakan uang Rp 3 miliar," ujar Tito Jaelani, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, saat membacakan dakwaan.

Belakangan, duit yang disepakati hanya Rp 1,5 miliar dan diserahkan seorang karyawan Grup Lippo kepada Edy Nasution di Hotel Acacia, Jakarta Pusat. Dugaan permainan putusan eksekusi lahan ini dikuatkan kesaksian juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Tri Wahyono, dan anggota staf Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Suyatno, saat menjadi saksi Edy, Rabu pekan lalu.

Dalam beberapa kali kesempatan, kepada Tempo, Head of Corporate Communication PT Lippo Karawaci Tbk Danang Kemayan Jati membantah tudingan bahwa perusahaannya terlibat kasus ini. "Lippo tidak punya kaitan sama sekali dalam hal apa pun," ujarnya.

Menurut seorang penegak hukum di KPK, lembaganya juga menduga Nurhadi menerima duit Rp 4 miliar melalui Doddy untuk membantu Grup Lippo memenangi sejumlah perkara di Mahkamah Agung. Penyerahan duit itu diduga terjadi pada 12 dan 13 April lalu. Informasi ini diperkuat pengakuan Darmaji, sopir Doddy, ketika diperiksa penyidik KPK pada April-Juni 2016. Pembukaan penyelidikan ini juga mempertimbangkan hasil penggeledahan rumah Nurhadi pada 20 April lalu yang, antara lain, menyita uang tunai senilai Rp 1,7 miliar.

Menurut seorang penyidik senior KPK, dugaan keterlibatan Nurhadi dalam permainan perkara sebenarnya sudah cukup kuat. Tapi, untuk menambah keyakinan dan alat bukti di persidangan kelak, penyidik membutuhkan pengakuan dari hasil pemeriksaan Royani, sopir Nurhadi, atau empat ajudan Nurhadi yang menguatkan tuduhan.

KPK sendiri belum pernah memeriksa Royani atau ajudan Nurhadi. Dipanggil sedikitnya tiga kali, Royani selalu mangkir. Sejak kasus ini mencuat, ia menghilang bak ditelan bumi. Komisi menduga ada pihak yang sengaja menyembunyikan Royani. Penyidik KPK mendeteksi Royani sudah menghilang sehari setelah rumah Nurhadi digeledah. Ketika itu, ia terpantau berkomunikasi lewat telepon dengan ajudan Nurhadi, Brigadir Ari Kuswanto. Percakapan Royani dan Ari ini juga ditanyakan penyidik KPK kepada Nurhadi saat diperiksa pada 16 Juni lalu.

+ Bang Roy, Bang Roy (Royani)
- Gua di luar, jauh, jauh benar
+ Jauh di mana?
- Jauh benar, nih, kabur sementara.

Akhir Agustus lalu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan sudah mengetahui lokasi keberadaan Royani. Tapi, sampai akhir pekan lalu, belum ada perkembangan menyangkut bekas pegawai Mahkamah Agung itu. Begitu juga dengan pemeriksaan empat ajudan Nurhadi yang sebelumnya secara mendadak ditarik bertugas ke Poso, Sulawesi Tengah, untuk menumpas jaringan teroris Santoso. "Dalam waktu secepatnya kami akan memeriksa mereka," ujar Agus.

Ketika bersaksi dalam sidang Doddy, Nurhadi membantah menerima suap dari Grup Lippo, bahkan melalui Royani. "Saya difitnah luar biasa. Terlalu sering nama saya dicatut dan dijual," kata Nurhadi, yang mundur dari posisi Sekretaris Mahkamah Agung pada 1 Agustus lalu. Ia juga membantah menyembunyikan Royani.

Anton Aprianto, Wayan Agus Purnomo, Maya Ayu Puspitasari, Friski Riana


Dari Hang Lekir ke Trunojoyo

PERKARA suap Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution membongkar dugaan permainan perkara Nurhadi saat menjadi Sekretaris Mahkamah Agung. Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki kasus itu, terendus upaya Nurhadi menghapus jejak korupsi. Salah satunya dengan meminta perlindungan dari petinggi kepolisian.

12 April 2016
Doddy Aryanto Supeno, pegawai di perusahaan Grup Lippo, membawa dua koper hitam yang diduga berisi uang ke rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Jakarta Selatan. Duit diserahkan ke Royani, sopir Nurhadi, disaksikan empat ajudan Nurhadi, anggota Brigade Mobil Kepolisian.

13 April 2016
Doddy menyerahkan dua tas jinjing hitam yang diduga berisi uang kepada Royani di gedung MRCCC, Semanggi, Jakarta. KPK menduga Nurhadi menerima Rp 4 miliar untuk mengurus perkara Grup Lippo.

14 April 2016
KPK mendeteksi Nurhadi bersama 14 anak dan kerabatnya pergi ke Singapura dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma dengan jet pribadi yang disewa Rp 2,5 miliar. KPK menduga ia membawa sebagian uang dari Doddy.

20 April 2016

10.00
Penyidik KPK menangkap Edy dan Doddy saat penyerahan uang Rp 150 juta untuk mengatur perkara di Hotel Acacia, Jakarta Pusat.

17.48
Dari bukti elektronik KPK, ajudan Nurhadi, Brigadir Polisi Ari Kuswanto, mencoba menghubungi Doddy, tapi nomornya tidak aktif. Ari juga terdeteksi menghubungi sejumlah orang dekat Doddy. Diduga Nurhadi ingin memastikan penangkapan Doddy.

23.00-07.00
KPK menyita uang senilai Rp 1,7 miliar dalam rupiah dan lima mata uang asing saat penggeledahan rumah Nurhadi.

21 April 2016

08.19
Ari Kuswanto menelepon salah satu ajudan Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Ari mengaku diperintah Nurhadi menyampaikan kepada Budi soal penggeledahan rumahnya. 

08.21
Ari Kuswanto menelepon ajudan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Moechgiyarto dan memberitahukan bosnya ingin bertemu.

09.35
Ari Kuswanto menelepon Royani, yang mengaku sedang kabur sementara dan posisinya jauh sekali. Ari meminta, kalau Royani diperiksa KPK, ia harus mengaku kenal Doddy tapi tidak pernah mengaku menerima apa pun darinya.

13.53
Ari Kuswanto menghubungi salah satu pengawal di rumah Nurhadi agar membawakan tas merek LV. Dalam percakapan itu, Ari meminta tas tersebut dibawa ke ruang Kepala Polda.

15.02
Menggunakan telepon seluler Ari Kuswanto, Nurhadi menelepon menantunya. Ia meminta menantunya segera membawakan dua koper kecil. Nurhadi mengaku saat itu sedang di Markas Besar Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.

Naskah: Anton Aprianto Sumber: Wawancara, dokumen dakwaan, PDAT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus