Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Moncer Bersama Bang Kodir

Industri bordir di Bangil, Kabupaten Pasuruan, terus menggeliat. Tengah diproses menjadi kompetensi inti industri daerah.

14 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI sebuah rumah di Jalan Timur Alun, Bangil, Lia memandangi belasan pasang sepatu bordir beraneka motif yang berserakan di lantai. Dengan wajah sumringah, ibu muda asal Malang, itu lalu mencoba beberapa pasang. Setelah menemukan ukuran yang cocok dan nyaman, ia menyisihkannya. Selain mencoba yang pas di kaki, Lia memilih beberapa pasang sepatu tanpa mencoba lebih dulu. Yang penting motif bordirnya menarik. Sebanyak 20 pasang sepatu akhirnya terpilih. Lalu ia menyodorkan semuanya kepada pemilik rumah, Nyonya Siti Toyyibah.

"Akan saya jual lagi ke teman dan tetangga di Malang," kata Lia kepada Tempo, Rabu sore pekan lalu. Ia mengaku membeli jauh-jauh ke kota kecamatan di Kabupaten Pasuruan itu karena harganya murah dan motifnya bermacam-macam.

Alasan serupa diungkapkan Putry Medikarano, asal Gresik, yang sebulan membeli 100-300 pasang sepatu bordir garapan Arif Wahyudi, suami Siti Toyyibah. "Ada 18 motif. Harga eceran berkisar Rp 40-45 ribu," ujar Arif. Jika membeli dalam jumlah besar atau grosir, minimal 100 pasang, seperti yang dilakukan Putry, harganya jauh lebih murah, yakni Rp 33 ribu per pasang sepatu.

Menekuni kerajinan sepatu bordir sejak setahun terakhir, usaha Arif terus berkembang. Dengan tujuh pekerja, pria 31 tahun ini bisa menghasilkan 2.000 pasang sepatu bordir. Bukan hanya di Pulau Jawa, konsumen produknya juga tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Omzet per bulan mencapai Rp 50 juta.

Berkah industri bordir juga dinikmati Fais Yunianti, perancang busana dan pemilik merek produk bordir Faiza Bordir di Jalan Bader 27, Kelurahan Kalirejo, Bangil. Dengan pekerja 35 orang, perempuan 47 tahun ini menggarap beragam bordir, seperti busana muslim, kebaya, dan berbagai perlengkapan rumah tangga, misalnya taplak meja. Peminat produknya tak hanya di Indonesia, tapi juga di Malaysia, Singapura, dan beberapa negara di kawasan Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab. "Sekarang saya sedang penjajakan dengan klien di London, Inggris," katanya.

Bordir kini memang menjadi salah satu trade mark Bangil. Sebelumnya, Bangil dikenal sebagai Kota Santri dengan sejumlah ulama tersohor. Salah satunya Habib Abdullah bin Ali al-Haddad, yang kerap disebut Habib Kramat Bangil. Pria yang lahir pada 12 Februari 1840 di Kota Hawi, Hadramaut, Yaman, ini menulis sejumlah kitab, seperti Suliamuthalib li Alal Maratib, Syarah Ratib Haddad, Hujjatul Mukminin fi Tawasul Bisayid al-Mursalin, dan Maulid al-Haddad.

Untuk mengenalkan Bangil sebagai sentra bordir, lahirlah sebutan Bang Kodir—singkatan dari Bangil Kota Bordir. Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pasuruan Agung Maryono, istilah itu diperkenalkan sejak era Bupati Pasuruan Jusbakir Aldjufri, yang menjabat pada 2003-2008.

Pada 2005, pemerintah Pasuruan bersama semua satuan kerja mengadakan fashion on the street, pergelaran mode di jalanan. Acara diisi dengan pergelaran busana karya lokal, baik batik maupun busana berhias jahit bordir. Saat itulah Jusbakir mencanangkan Bangil sebagai Kota Bordir, yang disingkat Bang Kodir. Masih di era Jusbakir, pada 2008, pemerintah setempat bersama sejumlah pengusaha mendirikan gedung sentra bordir di Kelurahan Pogar, Kecamatan Bangil, di atas lahan seluas dua hektare.

Menurut Kepala Bidang Industri Menengah Besar Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pasuruan Nurul Hudayati, di Kabupaten Pasuruan terdapat tiga kecamatan yang menjadi sentra industri bordir, yakni Bangil, Beji, dan Rembang. Jumlah industri kecil-menengah bordir di tiga kawasan ini mencapai 114. Sebagai produk unggulan, bordir saat ini dalam proses agar ditetapkan sebagai Kompetensi Inti Industri Daerah—program untuk meningkatkan daya saing industri—oleh Kementerian Perindustrian. "Sejak 2007 dalam kajian Kementerian dan tahun 2014 masih diproses di Biro Hukum Kementerian Perindustrian," ujar Nurul.

Untuk mendukung pengembangan sentra bordir di Bangil, Pemerintah Kabupaten Pasuruan setiap tahun rutin mengadakan pelatihan serta memberikan bantuan mesin dan peralatan. Selain itu, pemerintah memfasilitasi kalangan industri kecil-menengah untuk mengikuti pameran produk, baik di tingkat regional maupun nasional.

1 1 1

Keberhasilan perajin bordir asal Bangil, seperti Arif Wahyudi dan Fais Yunianti, tak diraih dengan gampang. Kuncinya adalah terus berinovasi, selalu menjaga kualitas produk, plus tak lelah memperluas pasar. Arif, misalnya, sebelumnya hanyalah seorang reseller alias penjual sepatu bordir dari produsen lain. Agar pangsa pasarnya lebih luas, ia berinisiatif menjual secara online dengan membuat situs web. Ternyata inovasinya itu berbuah manis. Peminat dan pelanggan sepatunya terus bertambah.

Hitung-hitung, daripada hanya menjual produk orang lain, bapak dua anak ini nekat untuk mandiri dan membuat sepatu bordir sendiri. Dengan modal awal Rp 20 juta, ia membeli empat unit mesin bordir dan mewujudkan mimpinya. Ia berhasil. Ribuan pasang sepatu bisa diproduksi saban bulan, dan puluhan juta duit masuk ke kantong. Yang menarik, sandal bordir produksi Arif tak diberi label atau merek tertentu. "Agar bisa dipasarkan lebih luas," katanya. "Mungkin juga diberi merek oleh mereka yang membeli barang dari saya."

Usaha Fais Yunianti dengan Faiza Bordir-nya juga tak mulus-mulus amat. Saat produknya sedang ramai diburu konsumen, ia sempat punya karyawan tetap hingga 100 orang. Namun karyawannya kini menyusut tinggal 35 orang. Salah satu penyebabnya adalah terhambatnya transportasi gara-gara semburan lumpur panas Lapindo di Porong, Sidoarjo, pada akhir Mei 2006. Buntutnya, banyak rombongan wisatawan dari luar kota yang batal berkunjung dan melihat-lihat ruang pamer bordir miliknya, plus munculnya komplain dari pelanggan karena barang pesanan terlambat sampai ke tujuan. "Omzet saya sampai turun 70 persen," ujar Faiz tanpa mau menyebut nilai omzet sebelum dan sesudah terjadi semburan lumpur Lapindo.

Toh, ibu tiga anak itu tak kurang akal. Untuk meraih kembali gurihnya ceruk pasar produk bordir, Fais rajin menjemput bola dengan mengikuti berbagai peragaan busana dan pameran, termasuk di Jakarta, Singapura, Malaysia, dan Uni Emirat Arab. Tak lupa ia membawa barang dagangannya. Upayanya tak sia-sia. Dalam dua tahun terakhir usahanya berangsur-angsur normal, apalagi sudah ada akses alternatif yang menggantikan jalur Porong yang terganggu lumpur Lapindo. Selain dijual di pasar lokal di Jawa Timur, produknya dipasarkan di sejumlah kota besar di Tanah Air, termasuk Jakarta. Salah satunya di Pasar Tanah Abang. Pasar ekspor juga masih terbuka lebar.

Harga produk busana Faiza Bordir bervariasi, tergantung jenis bahan kain, model, hingga kerumitan motif bordir. Untuk kelas menengah ke atas, yang biasa dikirim ke butik, harganya mulai Rp 300 ribu hingga Rp 2,5 juta per potong. Sedangkan untuk kelas menengah ke bawah dipatok kurang dari Rp 300 ribu.

Arif dan Fais hanyalah sedikit dari sekian banyak pengusaha Bangil yang menekuni bordir. Seperti disebut Nurul Hidayati, Kepala Dinas Perindustrian Kabupaten Pasuruan, lebih dari seratus industri serupa ada di wilayahnya. Walhasil, sebutan Bang Kodir, Bangil Kota Bordir, tidaklah berlebihan. Di sini pemerintah berusaha memberdayakan dan membuat kehidupan ekonomi warganya moncer. Pemerintah Bangil bukan Bang Kodir, suami yang menelantarkan keluarga, dalam lagu Bang Toyib yang dipopulerkan penyanyi dangdut Ade Irma.

Dwi Wiyana, Ishomuddin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus