Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Murid hindu di muhammadiyah

Sekolah yang berciri khas agama boleh menentukan kebijaksanaan sendiri, menerima guru dan siswa beragama lain. SMA V muhammadiyah, jakarta, pernah meluluskan siswa beragama protestan dan hindu.

11 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM jelas sejumlah mana dampak "penjelasan Pasal 28 ayat 2 UUSPN" yang dipersoalkan Fraksi PDI. Karena, menurut Harsja W. Bachtiar, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen P dan K, sekolah yang mempunyai ciri keagamaan tetap diperbolehkan menyelenggarakan kebijaksanaan seperti sekarang ini. Sekolah itu, kalau tak punya guru agama selain guru agama yang menjadi ciri khas sekolahnya, tak akan dikenai sanksi. Secara jelas, Harsja memberikan contoh sekolah dengan ciri khas agama Katolik. Jika ada siswa yang bukan beragama Katolik, tetapi siswa itu dan orangtuanya mennadatangani persetujuan bahwa anaknya mengikuti pelajaran agama Katolik, "tidak ada persoalan." Tapi kalau ada persetujuan sebelumnya, anak yang bukan beragama Katolik itu tidak bisa mengikuti pelajaran Katolik. "Itu haknya," kata Harsja. Bahkan, menurut Ketua Panitia Khusus (Pansus) Bawadiman, sekolah-sekolah swasta diberikan hak tidak memberikan pelajaran agama lain di luar pelajaran agama yang menjadi ciri khasnya. "Mereka tidak memberikan pelajaran agama juga tidak apa-apa. Dalam GBHN pendidikan agama hanya ditujukan pada sekolah "negeri," kata Bawadiman. Kepala SMA V Muhammadiyah Jakarta, Muhammad Nur Marasabessy, menyebutkan tak ada masalah. Selama sekolah ini sekolah yang dipimpinnya terbuka untuk nonmuslim. Namun, karena sekolah itu berciri khas agama Islam, adalah mustahil mengangkat guru agama yang mengajarkan agama selain Islam. "Kami akan mengirim siswa nonmuslim ke sekolah lain untuk mempelajari agama yang dianutnya," kata Marasabessy. SMA V Muhammadiyah itu sudah pernah meluluskan siswa yang beragama Protestan. Tahun lalu, kata Marasabessy, ada seorang siswa beragama Hindu yang tamat dari sana. Mereka tidak diwajibkan mengikuti pelajaran agama Islam. Namun, ulangan tetap diberikan tapi yang bersifat pengetahuan umum, seperti sejarah Muhammadiyah. Ini bedanya dengan, misalnya, sekolah Katolik. Yang terakhir ini mewajibkan siswanya mengikuti pelajaran Katolik. Tetapi, seperti yang dikatakan Soenarjo, kepala SMEA Marsudiluhur Yogyakarta, pelajaran itu, "sifatnya hanya untuk memperkenalkan, bukan untuk meng-Katolik-kan." Dari 500 lebih siswanya, 80 di antaranya beragama Islam. "Kami tidak akan menyediakan tenaga guru buat mereka yang beragama Islam," kata Soenarjo. Seorang pemimpin sekolah Katolik di Jakarta secara berhati-hati mengatakan, sebenarnya persoalan ini mudah saja. Kalau orangtua dan siswa keberatan menandatangani pernyataan mengikuti pelajaran agama Katolik, ya, tak usah mencari sekolah swasta ini. Yang tidak jelas kemudian adalaah bagaimaana UUSPN mengatur masalah ini jika misalnya siswa non-Katolik itu mencabut surat pernyataannya sebelum taamat -- dan siswa itu dikeluarkaan karena dianggap tidak mengikuti peraturan sekolaah. Hali seperti ini yang dikhawatirkan F-PDI akaan memancing kerawanan. Bagaimaana nanti Menteri P dan K meredam dampaak ini, Harsja hanya menyebutkaan, "Lebih baik tunggu peraturan pemerintah." Sekolaah swasta yang tidak berciri khas agama, seperti Taman Siswa dan sekolah-sekolaah PGRI, diharapkan memenuhi semua guru agama sesuai dengaan agama murid-muridnya. Ketua Umum PGRI pun bisa dari berbagai agama. Kalaupun ada, misalnya, dua siswa beragama Katolik dan di sekolaah ittu tak ada guru beragama Katolik, "bisa diatasi, misalnya dititipkan di gereja," kata Basyuni. Sebenarnya, yang repot justru sekolah negeri. Pemerintah tak mungkin menyediakan guru yang bisa mengajarkaaan agama sesuai dengan agamaa yaang dipeluk semuaa anak diddik. Namun, Harsja optimis, "Persoaalan seperti itu saya kira bisa diatasi." Tidak dijelaskan bagaimaana caranya.Yusroni Henridewanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum