Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Operasi Cinta Bupati Piet

Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) Pieter Alexander Tallo melancarkan operasi cinta tanah air, yakni menyuapi penduduk yang malas dengan lumpur atau dengan menampar untuk mendisiplinkan gairah kerja.

12 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA sirene mobil dinas Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Pieter Alexander Tallo kini menakutkan sebagian penduduk desa. Begitu mendengarnya, ada yang sampai lari bersembunyi di semak belukar. Sejak akhir Juli yang lalu Alexander Tallo rajin mengelilingi daerahnya melancarkan apa yang disebutnya Operasi Cinta Tanah Air. Inilah sebuah proyek antikemalasan. Caranya, Bupati berkeliling mengamati penduduk. Bila bertemu orang pemalas yang kerjanya cuma mondar-mandir di jalan desa ataupun di keramaian pasar, Bupati memberi hadiah: menyuapkan lumpur di mulut orang itu. Untuk itu selalu ada staf yang mendampinginya membawa ember berisi tanah bercampur air. Terkadang ada bonus "plakkk", tangan Pak Bupati yang bertubuh kekar itu mendarat di pipi. "Ini saya kasih kau tanah supaya pulang ke desa. Supaya kau urus kau punya kebun," kata sarjana hukum lulusan UGM itu. Gerakan yang dilancarkan bupati dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu menurut rencana berlangsung sampai September. Memang dia tak cuma menghukum. Hadiah sirih dan pinang diberikannya kepada penduduk yang rajin. Di sana hadiah itu berarti penghormatan. Hasilnya mulai kelihatan. Ladang dan pekarangan rumah penduduk kelihatan terurus. Rupanya, banyak penduduk yang sadar akan kesalahan setelah dipermalukan seperti itu di depan khalayak. "Saya sangat malu tapi saya memang salah," kata Yusuf Kasoe, 32 tahun. Penduduk Desa Melete, Amanuban Selatan, itu mendapat "hadiah" dari Bupati beberapa waktu yang lalu karena berkeliaran di Soe, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan. Selain itu banyak penduduk percaya akan mati bila masi malas setelah disuapi lumpur, terkena akibat tuah Bupati. Ada juga yang keberatan. Menurut Taopan, tokoh masyarakat setempat, setidaknya sudah ada tiga delegasi penduduk yang menemuinya mengkritik tindakan Bupati Tallo. Tapi dosen Universitas Nusa Cendana, Kupang dan anggota DPRD NTT itu sendiri menganggap memang perlu sedikit tindakan kekerasan untuk membangun masyarakat daerah itu. Taopan mengisahkan bagaimana Raja Koro dari Amarasi dulu memotivasikan rakyatnya. Setiap ada rakyat yang malas menanam ubi maka Raja merotan kepala wilayah setempat yang disebut vetor sebanyak lima kali. Kemudian vetor merotan bawahannya yang disebut temukum besar dengan kelipatan lima alias 25 kali. Begitulah seterusnya upacara memukul bawahan bergilir terus ke bawah. Sampai pada rakyat yang pemalas tadi jumlah pukulan bisa-bisa sudah 625 kali. Dengan pola menghukum seperti itu sampai sekarang Amarasi dikenal sebagai kecamatan paling maju di provinsi itu. Mengapa Bupati Pieter menggunakan lumpur, bukan rotan? "Tanah dan air itu 'kan sumber kehidupan," kata Sekwilda TTS Vitus Luru. operasi Cinta itu bermula pada suatu hari, ketika Bupati Pieter bersama Gubernur NTT, Ben Mboi, tertarik melihat sejumlah lelaki, perempuan, dan anak-anak berkeliaran di Kupang, ibu kota provinsi. Pakaian mereka lusuh, wajahnya kusam, memandangi barang-barang di etalase toko. "Piet, itu lihat kau punya orang. Kerjanya cuma pesiar," tegur Ben Mboi kepada Pieter setelah tahu rombongan itu berasal dari Kabupaten TTS. Sejak itulah Pieter membuat gerakan. "Dalam psikologi, untuk menjadikan manusiawi terkadang perlu tindakan yang tidak manusiawi," kata Ben Mboi menyetujui gebrakan bupatinya. Kabupaten yang berpenduduk 321.000 jiwa itu -- 40% penduduknya belum pernah bersekolah -- terhitung daerah kering. Curah hujan paling berlangsung tiga bulan dalam setahun, sehingga dibutuhkan disiplin dalam menggarap tanah pertanian bila tak ingin padi atau jagung dilanda musim kering yang panang. Padahal, penduduk setempat senang pesiar menelantarkan tanah pertaniannya. Di Desa Oebelo, misalnya, Pieter menemukan padi yang sudah menguning, merunduk, dan hampir rontok, tanpa ada yang menuai. Karena itulah Dirjen PUOD, Atar Sibero, juga mendukung tindakan Bupati Piet. "Tindakan itu tak bisa diadukan ke polisi karena itu bukan penghinaan. Itu sebuah tindakan yang sesuai dengan sistem nilai yang berlaku di daerah itu, katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus