Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai Partai Masyumi masih memiliki peluang besar di Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. "Kalau bicara peluang tentu sangar besar karena identitas kepartaian (party ID) kita masih rendah. Ceruk pemilih masih banyak yang bisa dikapitalisasi," ujar Adi saat dihubungi Tempo pada Ahad, 8 November 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut survei Parameter Politik Indonesia pada Februari dan Agustus 2020, hampir 80 persen rakyat belum memiliki identitas kepartaian. Segmen pemilih ini, ujar Adi, yang mesti diraup dan diyakinkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Problemnya, apa bisa Masyumi reborn mencuri simpati pemilih? Harus ada jenis kelamin politik yang menjadi pembeda dengan partai lain kalau mau didukung rakyat," ujar Adi.
Adi menyatakan Masyumi tidak bisa sekedar "jualan" isu Islam sebab saat ini sudah tak laku lagi. "Rakyat kini mau yang konkret terkait urusan hidup mereka terutama soal ekonomi," tutur dia.
Partai Masyumi, yang merupakan salah satu partai Islam tertua di Indonesia, dideklarasikan kembali di Masjid Al- Furqon Jakarta Pusat, pada Sabtu, 7 November 2020. Partai Masyumi pernah berjaya pada Pemilu 1955.
Partai ini mendulang 7,9 juta suara atau 20,9 persen. Suara itu menempatkan Masyumi menjadi pemenang kedua di bawah PNI dengan 8,4 juta suara atau 22,3 persen dan mengalahkan Nahdlatul Ulama serta PKI pada masa itu.
Pada 1960, Presiden Soekarno pernah melarang Partai Masyumi. Rezim kala itu menuding partai ini melindungi Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Soekarno pun menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 200 Tahun 1960 tertanggal 17 Agustus 1960 untuk membubarkan partai ini. Pada 13 September 1960, Pimpinan Pusat Masyumi menyatakan Partai Masyumi bubar.
Setelah puluhan tahun, partai ini bangkit kembali digawangi sejumlah tokoh dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) seperti MS Kaban dan Abdullah Hehamahua, Bachtiar Chamsyah, hingga Cholil Ridwan.
DEWI NURITA