Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Partai Pemilu Yes, Budiman Bebas No

8 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETUA Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) Budiman Sudjatmiko mungkin tidak pernah membayangkan lembaga yang dipimpinnya akan ikut pemilu. Soalnya, meski ketika dideklarasikan pada 1996 ia telah menyebut PRD sebagai partai, dalam kenyataannya PRD toh tidak bisa bertindak sebagai partai sungguhan. Ia tidak ikut Pemilu 1997 lalu, bahkan memboikot pesta demokrasi jadi-jadian ala Orde Baru itu. Belakangan ia bahkan dinyatakan sebagai organisasi terlarang karena dituduh menyebarkan paham Marxisme—meski susah dibuktikan. Pentolan partai yang dibangun anak-anak muda itu ditangkap selepas peristiwa 27 Juli dan divonis paling lama 13 tahun. Namun, inilah keajaiban akibat tumbangnya rezim Soeharto. PRD saat ini resmi dinyatakan sebagai partai yang bisa ikut pemilu 7 Juni mendatang bersama dengan 47 partai lainnya. Verifikasi yang dilakukan Tim 11 menyatakan PRD sebagai partai yang siap tempur. Keputusan PRD untuk menjadi partai formal yang ikut pemilu sesungguhnya bukan perjalanan semulus jalan tol. Di tingkat internal sempat terjadi blunder. Persoalannya, sejak awal PRD sangat sengit mengkritik format politik Orde Baru, termasuk soal pemilu, yang mereka nilai tidak demokratis. Ketika Megawati dijegal Soeharto agar gagal ikut Pemilu 1997 melalui ''kudeta" Kongres PDI di Medan, PRD menilai pemilu 1997 adalah omong kosong. Saat itu partai ini memang sedang giat-giatnya mendukung Megawati. ''Waktu itu potensi untuk menolak pemilu sangat besar," kata Faesol Reza, Ketua Pengurus Komite Pimpinan Pusat PRD. Namun, kenapa sekarang mereka justru berbalik? Faesol menilai pemerintahan Habibie masih menunjukkan kesungguhan untuk menyelenggarakan pemilu, meski tiang-tiang penyangga pesta demokrasi itu masih keropos. Misalnya, bahwa pemilu dilakukan oleh pemerintahan Habibie yang tidak absah dan masih adanya kursi ABRI di DPR. Keputusan PRD masuk struktur itu tentu saja bukan tanpa kritik, terutama dari gerakan mahasiswa yang selama ini bersama PRD giat berdemo mengkritik pemerintah. Aktivis Forum Kota (Forkot), Eli Salomo, menilai keikutsertaan dalam pemilu mendatang adalah sia-sia karena pemilu diselenggarakan oleh pemerintah yang cacat hukum. ''Tapi kalau PRD mau ikut pemilu itu hak mereka," kata Eli, sinis. PRD sendiri memang harus melakukan sejumlah kompromi untuk bisa dipilih rakyat Juni nanti. Ia, misalnya, harus ''mengakui" Pancasila sebagai Dasar Negara—sesuatu yang tidak dilakukannya ketika ''partai" itu dideklarasikan pada 22 Juli 1996 lalu. Ini mereka putuskan setelah melalui rapat pimpinan. Meski begitu, asas PRD tidak berubah: sosial demokrasi kerakyatan dengan watak organisasi progresif revolusioner. Di lain pihak, pemerintah sendiri tampaknya bermuka dua soal PRD ini. Meski PRD dinilai sudah sah ikut pemilu, Budiman Sudjatmiko serta tujuh pengurus PRD lain yang dipenjara sejak dua tahun lalu sampai saat ini belum dibebaskan. Padahal, menurut Faesol, aktivis yang pernah diculik Kopassus bersama beberapa aktivis prodemokrasi lainnya itu, salah satu konsekuensi pengakuan PRD adalah pembebasan Budiman dan kawan-kawan. Menteri Kehakiman Muladi bukannya tidak bertindak menghadapi kritik keras Faesol ini. ''Saya sudah mengusulkan agar Budiman diberi grasi. Tapi keputusannya tergantung berbagai instansi," kata Muladi kepada wartawan TEMPO Raju Febrian. Sumber TEMPO menyebut keberatan pihak ABRI jika Budiman dibebaskan. Toh, Menurut Muladi, PRD sebagai partai harus dibedakan dengan individu-individu. Jadi, meski sampai sekarang kedelapan tokoh PRD masih meringkuk di sel dingin, PRD-nya bisa terus melaju. Lalu soal diterimanya PRD sebagai partai peserta pemilu juga bukan tanpa hambatan. Kabarnya, masalah ini sempat dibahas khusus oleh Tim Pendaftaran Partai-Partai Politik Departemen Kehakiman. Hal itu diakui oleh M.T. Arifin, salah seorang anggota tim. ''Tapi, setelah dirapatkan sebentar, tidak ada masalah," kata Arifin kepada Arief A. Kuswardono dari TEMPO. Lalu siapkah PRD menghadapi pemilu? Faesol maupun Budiman Sudjatmiko optimistis partainya punya banyak pendukung. Meski tidak punya target pasti, mereka membidik kalangan mahasiswa, buruh, dan kaum miskin kota dan petani sebagai pemilih. Faesol bahkan yakin, para juru kampanye PRD akan lebih andal ketimbang juru kampanye partai lain. Maklum, selama ini mereka memang terbiasa melakukan propaganda politik bawah tanah. Hasil akhir tentu saja terpulang pada keputusan rakyat pada hari pemilihan nanti. Apakah mereka akan menetapkan pilihan mereka pada partai anak-anak muda ini, atau menyarankan PRD agar tetap berjalan sebagai gerakan moral saja. Arif Zulkifli, Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus