Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Praktek Dokter 'Kesebelasan' Cak Nur

Kerja Tim Sebelas digugat, padahal problem lapangan juga berat.

8 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANDUNG Bondowoso perlu berguru ke Tim Sebelas. Gara-gara kokok ayam, sang kesatria gagal memenuhi permintaan Roro Jonggrang untuk membangun seribu candi dalam waktu semalam. Tim Sebelas lebih sakti mandraguna. Bayangkan, ''kesebelasan" itu juga hanya perlu semalam untuk berhasil menyeleksi partai peserta pemilu: meliputi 1.700 cabang dari 60 partai di 27 provinsi. Sempat diragukan banyak kalangan, Kamis kemarin, tim independen di bawah pimpinan cendekiawan Nurcholish Madjid ini akhirnya berhasil menetapkan 48 partai layak pemilu. Partai yang lain kena tebas karena dinilai tidak memenuhi persyaratan Undang-Undang No. 3/1999 tentang Partai Politik, yaitu memiliki sedikitnya sembilan pengurus provinsi dan pengurus di setengah jumlah kabupaten dan kota madya di provinsi tersebut. Hasilnya memang tak terlalu mengejutkan. Partai beken seperti PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, atau Partai Kebangkitan Bangsa melenggang masuk. Kriteria longgar membuat beberapa nama partai yang ''kurang mengiang di telinga" juga lolos saringan. Dengarlah, misalnya, Partai Abul Yatama, Partai Pilihan Rakyat, Partai Kebangsaan Merdeka. Cuma, untuk sampai ke sana, ada sebuah proses panjang, ruwet, juga menggelikan. Semula, ''kesebelasan" Cak Nur—panggilan Nurcholish Madjid—mencatat ada 106 partai yang harus disaring. Sementara itu waktu amat menjepit. Proses seleksi ditempuh dalam dua cara: administratif dan faktual. Model pertama, dengan meneliti dokumen pendirian partai. Hasilnya, tersaring 60 partai. Model faktual dilakukan dengan meneliti keberadaan pengurus provinsi dan kabupaten, dicocokkan dengan surat keputusan pimpinan pusat. Domisili pengurus termasuk yang dipelototi. Menurut ketentuan, setengah dari pengurus inti harus menetap di provinsi atau kabupaten yang bersangkutan. Bukti domisili itu harus ditunjukkan lewat kartu tanda penduduk. Sedangkan untuk menentukan provinsi mana yang harus didatangi, Tim Sebelas menyusun ranking berdasarkan konsentrasi partai terbanyak. Total, ada 19 provinsi yang harus didatangi. Gelombang pertama verifikasi dilaksanakan pada minggu terakhir Februari lalu. Pada tahap ini, Tim Sebelas mengecek langsung kantor-kantor partai di daerah. Gelombang kedua berlangsung cuma semalam, 2—3 Maret lalu. Menurut salah seorang anggota Tim, Eep Saefulloh Fatah, masalah terbesar di tahap ini adalah waktu yang sangat sempit. Mayoritas partai menyerahkan berkasnya pada hari terakhir pendaftaran, sehingga bertumpuklah pekerjaan Tim. Buntutnya, praktis cuma ada waktu tiga setengah hari. Waktu 84 jam itu harus dipakai untuk memberi tahu pengurus partai baik di pusat maupun daerah, melakukan verifikasi, dan terbang kembali ke Jakarta untuk merumuskan hasilnya. Pada tahap ini, Tim tidak mendatangi kantor partai. Jadi, yang diverifikasi cuma pengurusnya. Asumsinya: ada orang, ada kantor. Setiap partai diminta menghadirkan dua pengurus dari tingkat provinsi dan dua orang dari pengurus tingkat kabupaten—cukup tiga kabupaten yang diminta. Keberadaan kantor cukup dicek melalui surat keterangan domisili. Andi Mallarangeng, Sekretaris Tim Sebelas, mengakui cara ini tidak seakurat cara pertama. ''Rasanya seperti sedang praktek dokter," katanya di tengah antrean pengurus partai di aula Direktorat Sospol Nusa Tenggara Barat di Mataram. Namun, dengan kriteria selonggar itu pun, banyak yang kedodoran. Masalah terbanyak yang ditemui di lapangan adalah soal domisili. Misalnya yang terjadi pada Alamsyah, Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) di Kabupaten Lombok Barat, NTB. Persoalan timbul karena menurut KTP ia berdomisili di Kota Madya Mataram. Partai yang dimotori para aktivis muda ini tak kurang akal. Untunglah, karena belum memiliki fasilitas memadai—apalagi telepon genggam—mereka boleh menumpang telepon di kantor Sospol NTB. Secepat kilat, Ketua PRD NTB Taufiq Rahman mengontak pimpinan pusat untuk me-reshuffle kepengurusan saat itu juga. Tak lama kemudian datanglah faksimile keputusan dari Jakarta. Alamsyah dipindahkan menjadi ketua Mataram. Klop, beres. Gampang. Di Semarang ditemui banyak kasus alamat sekretariat. Bahkan, ada sekretariat yang baru pindah kantor sore itu juga. Partai Nasionalis Indonesia (PNI) Marhaen Semarang hari itu baru boyongan dari Ambarawa ke Telogosari. Ada juga yang belum memiliki surat keterangan domisili kantor. Alasannya? Believe it or not: kantor kelurahan dan kecamatan sudah tutup. ''Pak RT sedang pergi," ujar salah seorang pengurus. Untuk mengantisipasi hal seperti itu, Tim mau tak mau pasang jurus ''Coca-Cola": siap dihubungi kapan saja dan di mana saja. Pengalaman Eep di Jawa Barat, misalnya. Pada malam buta itu ia baru saja terlelap. Jarum jam menunjuk pukul dua. Tiba-tiba pintu kamarnya digedor-gedor. Ternyata, ada pengurus partai yang baru selesai melengkapi berkas dan minta diverifikasi. Sambil menahan kantuk dan tak sempat cuci muka, Eep pun melayaninya. Jadilah verifikasi berlangsung di kamar hotelnya. Beberapa pengurus partai menuding lambannya Tim Sebelas dan aparat Sospol sebagai penyebab ketidaksiapan mereka. Ketua Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) NTB, Iqbal, misalnya sempat memaki-maki aparat setempat karena dinilai tidak cukup menyebarluaskan aturan main. ''Kami cuma dituntut, mana peran Sospol?" ujarnya. Namun Sekretaris Tim, Andi Mallarangeng, malah balik bertanya soal gugatan banyak pihak untuk menghapus peran Sospol sebagai pembina politik. Jadi, pengurus partailah yang mesti proaktif. Salah seorang anggota Tim, Mulyana Kusumah, juga tak habis pikir soal tuntutan itu. Sejak 15 Februari lalu, Tim telah membicarakannya bersama pengurus partai di tingkat pusat. Kepala Direktorat Sospol Jawa Tengah, Kolonel Prayitno, juga menyatakan telah berulang kali mengadakan pertemuan dengan pengurus partai setempat. Hiruk-pikuk bikin partai ini juga memunculkan banyak partai ''bonek" (bondho atau modal nekat). Afan Gaffar, anggota Tim Sebelas lainnya, punya pengalaman unik saat mengunjungi kantor sebuah partai di Yogyakarta. Di formulir tertera alamat lengkap dan mentereng. Setelah ditelisik, nama jalan itu bahkan tak pernah ada di peta. Ternyata, yang dimaksud ''jalan" adalah gang sempit naik-turun dan tak bisa dilalui mobil. Lalu, begitu mendengar rencana kedatangan Tim, pengurus sebuah partai buru-buru pasang umbul-umbul, bendera, dan tentu saja: papan nama. ''Tapi bau catnya masih tercium dan agak basah," katanya terkekeh. Pengalaman serupa dialami Mallarangeng di Kalimantan Barat. Ia sempat terkaget-kaget melihat sebuah sekretariat yang ''berdwifungsi": ya kantor partai, ya juga warung tegal. Atau ada juga yang bertempat di garasi, loteng rumah, dan di pojok belakang kantor ekspedisi muatan kapal laut. Kerja Tim Sebelas tak lepas dari protes. Sekretaris PNI Jawa Tengah, Bambang Dwi Tjahyanto, misalnya, menilai verifikasi gelombang kedua itu acak-acakan dan tidak fair. Ia mengakui bahwa kriteria yang diperlonggar memang lebih praktis. Tapi itu justru menguntungkan partai yang belum siap. Nurcholish Madjid sendiri tidak menutup mata atas kemungkinan terjadinya kesalahan. ''Tapi, mudah-mudahan kecil," ujarnya berharap. Protes lebih keras tentu saja datang dari partai yang kena tebas. Ketua Umum Partai Politik Thareqat Islam Indonesia, Rahman Sabon Nama, mengungkapkan ketidakpuasannya. Ia mengklaim bahwa partainya sudah memiliki 23 pengurus provinsi. Sembilan di antaranya, katanya lagi, sudah memenuhi syarat. Loh, kok bisa ''tewas"? Ternyata pengurus daerahnya tidak mengetahui jadwal verifikasi. Siapa yang salah? Entahlah. Sementara itu Partai Mencerdaskan Bangsa bahkan telah bertekad bulat akan membawa kegagalan partainya ke meja hijau. Dengan hasil ini, Komisi Pemilihan Umum telah menemukan bentuknya. Menurut Mallarangeng, komisi itu secara resmi akan diumumkan Rabu besok. Lima orang wakil pemerintah—setelah sempat memicu pro dan kontra—hampir dipastikan akan diisi oleh tokoh-tokoh nonbirokrat. Mereka adalah Afan Gaffar, Oka Mahendra, Adnan Buyung Nasution, Adi Andojo, dan Mallarangeng sendiri. Sayang, Nurcholish Madjid, yang diharapkan banyak orang, menyatakan tidak bersedia duduk di sana. ''Saya ini bukan tipe birokrat, ha-ha-ha...," katanya santai. Satu tahap penting selesai, walau ''korban" juga tak sedikit. Yang pasti, jalan menuju pemilu rupanya belum rata dan mulus benar.

Karaniya Dharmasaputra, Raju Febrian (Jakarta), Bandelan Amaruddin (Semarang), L.N. Idayanie (Yogya), Supriyantho Khafid (Mataram)


Proses Pendaftaran dan Verifikasi
Pendaftaran di Departemen Kehakiman 5 - 25 FebruariPendaftaran di Tim Sebelas 7 - 27 FebruariVerifikasi Tim Sebelas 22 Februari - 3 Maret
148 partai mendaftar106 partai mendaftar60 partai diverifikasi
141 partai memenuhi syarat administrasi 7 partai gugur (termasuk 2 partai mengundurkan diri)60 partai memenuhi syarat administrasi 46 partai gugur48 partai lulus verifikasi
12 partai gugur


Pengelompokan Partai Peserta Pemilu
Kategori IdeologiSub KategoriJumlah
IslamNU
Masyumi
PSII
Umum
4
5
2
8
Kristen/Katolik-3
NasionalisPNI
Golkar/sempalan
Umum
6
4
7
SosialisBuruh
Kerakyatan
4
5
Jumlah48

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus