Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Pemerintah Daerah Disarankan Membuat Peta Potensi Likuifaksi

BNPB mengatakan adanya likuifaksi saat gempa terjadi bisa mengakibatkan kerusakan bangunan dan jumlah korban makin besar.

8 Oktober 2018 | 07.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kondisi bangunan dan jalanan yang rusak akibat gempa 7,4 SR dan fenomena likuifaksi pada skala richter (SR), di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa, 2 Oktober 2018. Petobo merupakan kawasan yang mengalami kerusakan paling parah akibat gempa. ANTARA/Muhammad Adimaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai pemerintah daerah perlu membuat peta mikrozonasi terkait risiko gempa dan likuifaksi dalam penataan ruang di daerahnya. Hal tersebut berkaca pada fenomena likuifaksi yang terjadi pascagempa Palu dan menyebabkan sejumlah desa 'tertelan' tanah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Perlu dilakukan pemetaan mikrozonasi gempa dan likuifaksi sehingga sebaran daerah gempa dan likuifaksi dapat dipetakan secara detail," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di kantornya pada Ahad, 7 Oktober 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sutopo mengatakan pada 2012, Badan Geologi sebenarnya telah melakukan penelitian tentang likuifaksi di Kota Palu. Hasilnya, Palu tergolong wilayah yang berpotensi sangat tinggi mengalami likuifaksi. Namun permukiman tetap dibangun di area yang berisiko mengalami likuifaksi itu.

"Adanya likuifaksi saat gempa menyebabkan kerusakan bangunan dan korban jiwa di Kota Palu lebih besar dibandingkan dengan daerah lain," kata Sutopo.

Peta mikrozonasi terkait risiko gempa dan likuifaksi, kata Sutopo, harus menjadi pertimbangan penting dalam penataan ulang ruang kota Palu serta daerah-daerah rawan bencana lain.

Sejumlah lokasi di Palu dan Kabupaten Sigi mengalami likuifaksi pascaterjadi gempa Palu berkekuatan 7,4 magnitudo. Wilayah tersebut tertelan lumpur karena tanah kehilangan kekakuannya. Adapun lokasi tempat likuifaksi terjadi adalah Jalan Dewi Sartika, Palu Selatan, serta Petobo, Biromaru dan Sidera di Kabupaten Sigi.

Sutopo menjelaskan bahwa saat likuifaksi terjadi, tanah kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat tekanan. Tanah yang tersusun atas lapisan kerikil, batu apung, dan air ketika digoncang gempa rongga-rongganya menjadi lebih longgar dan kemudian berubah menjadi lumpur.

"Otomatis beban di atasnya menjadi ambles. Rumah-rumah mengalir seolah-olah hanyut, yang akhirnya tenggelam," kata Sutopo. Di sana pun, menurut dia, kedalaman air tanah di bawah 10 meter. Saat gempa gempa berkekuatan 7,4 skala Richter terjadi, lalu disusul 6 skala Richter, otomatis tanah menjadi lembek dan menjadi lumpur.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus