Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pilkada oleh DPRD, Lagu Pilu yang Diputar Ulang

Ray Rangkuti mengatakan usul Presiden Prabowo agar pilkada kembali dilakukan oleh DPRD adalah lagu pilu yang diputar ulang.

15 Desember 2024 | 06.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo mengusulkan pemilihan kepala daerah atau pilkada dilakukan oleh DPRD. Partai-partai pendukungnya pun satu per satu menyatakan sepakat dengan usulan Prabowo ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden beralasan usulan ini didasarkan mahalnya ongkos menyelenggarakan pemilihan kepala daerah atau pilkada secara langsung. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti mengkritik rencana tersebut. Ia mengatakan alasan tingginya biaya pilkada adalah dalih klasik yang terus diulang dan tanpa data yang jelas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Lagu pilu diputar lagi. Pilkada DPRD. Alasan biayanya terlalu mahal, terkesan klasik diulang-ulang," katanya kepada Tempo, pada Sabtu, 14 Desember 2024.

Ray menyatakan, tak ada data valid yang menunjukkan berapa besarannya, ke mana pengalokasiannya, atau bagaimana mendapatkannya. Sejauh ini, kata dia, biaya yang bisa dipastikan adalah dana kampanye yang mereka laporkan ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).

"Jika menilik laporan dana kampanye itu, hampir tidak ditemukan sinyal kuat bahwa ada biaya paslon yang sangat besar atau mahal," kata salah satu pendiri Komite Independen Pemantau Pemilu itu. 

Namun jika kenyataan di lapangan ditemukan banyak dana yang dikeluarkan, Ray menyebut hal itu jelas tidak dibenarkan. Dengan kata lain, ada dana kampanye yang tidak dilaporkan dan hal tersebut merupakan pelanggaran.

Ray menekankan, biaya pilkada langsung jadi mahal karena perilaku tidak jujur, bukan karena kesalahan pada sistem. Dia menyebut praktik-praktik seperti pembelian suara, pembayaran kendaraan politik, hingga suap kepada penyelenggara sebagai akar masalah.

"Paslon dikejar kemenangan bukan keinginan kompetisi yang jurdil. Dengan target harus menang itu, maka proses jurdil diabaikan. Suara dibeli, perahu dibayar, penyelenggara disuap," katanya. 

Dalam hal ini, ujar Ray, masalahnya bukan pada biaya mahal. Akan tetapi, ada pada tata kelola dan moralitas partai dalam mengusung kandidat mereka.

Ray mengingatkan, pilkada langsung adalah amanah dari para pendiri bangsa. Dia mengutip Pasal 23 UU Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.

"Pada pokoknya seorang kepala daerah itu haruslah seorang yang dekat kepada dan dikenal oleh masyarakat daerah yang bersangkutan itu, dan karena itu kepala daerah haruslah seorang yang mendapat kepercayaan dari rakyat tersebut dan diserahi kekuasaan atas kepercayaan rakyat itu. Berhubung dengan itu, maka jalan satu-satunya untuk memenuhi maksud tersebut ialah bahwa kepala daerah itu haruslah dipilih langsung oleh rakyat dari daerah yang bersangkutan," demikian isi pasal tersebut.

Oleh karena itu, kata Ray, sudah seharusnya Indonesia memberlakukan pilkada ini sebagai amanah dari para pendiri bangsa. Amanah itu, kata dia, harus dijaga dan diberlakukan dengan hati-hati.

"Para pemimpin dan pendiri bangsa kita dahulu berpikir dan mendesain Indonesia dengan memandang masa depan, kini, mengapa pemimpin dan elit bangsa ini berpikir dan mendesain Indonesia dengan masa lalu?" kata Ray.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan tertarik dengan pemikiran Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengenai perbaikan sistem demokrasi. Dia menyoroti mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pilkada. 

"Saya sangat tertarik pemikiran ketum Golkar, menurut saya hari ini yang paling penting, yang disampaikan Partai Golkar tadi, bahwa kita semua merasakan demokrasi yang kita jalankan ada beberapa hal yang harus kita perbaiki bersama-sama," katanya dalam Puncak Perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center, pada Kamis, 12 Desember 2024.

Prabowo pun mengusulkan pesta demokrasi untuk memilih DPRD saja. Setelah itu, DPRD lah yang akan memilih gubernur hingga bupati. Menurut Prabowo, sistem itu lebih efisien dan bisa menekan banyak biaya.

"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati," ujarnya.

Menurut dia, sistem itu lebih efisien dan bisa menekan banyak biaya. "Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati," kata Prabowo.

Prabowo menyatakan, opsi itu bisa dilakukan untuk menekan besarnya anggaran untuk menggelar pilkada. Anggaran sebesar itu, kata Prabowo, lebih baik digunakan untuk kebutuhan masyarakat.

"Efisien enggak keluar duit? Uang yang bisa beri makan anak-anak kita, uang yang bisa perbaiki sekolah, bisa perbaiki irigasi," kata Prabowo.

Dia juga menyinggung banyaknya anggaran politik yang harus dikeluarkan oleh peserta pilkada. Mengingat hal itu, Prabowo menyarankan perlu ada evaluasi sistem secara bersama-sama.

Pernyataan Prabowo itu pun mendapat dukungan dari partai-partai pendukungnya. Partai Amanat Nasional atau PAN menyebut diskusi soal pemilihan oleh DPRD ini sebetulnya sudah lama dibahas di internal partai itu. "Kalau Presiden yang memulai mengangkat wacana ini, kelihatannya akan lebih mudah untuk ditawarkan kepada seluruh partai politik yang ada," Ketua DPP Partai Amanat Nasional Saleh Partaonan Daulay di Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024, dikutip dari Antara.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyebut usulan Prabowo layak untuk didiskusikan lebih lanjut guna memperbaiki sistem demokrasi di Indonesia.

"Pak Prabowo menyampaikan bahwa yang menang sakit kepala, yang kalah lebih-lebih sakit kepala. Kalau demokrasi seperti ini, akan sangat berbiaya tinggi,” kata Cak Imin saat ditemui usai agenda Silaturahmi Kebangsaan Mengenang Gus Dur di kompleks MPR, Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat malam, 13 Desember 2024.

Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus