Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penggelapan barang bukti narkoba diduga terjadi di Polda Sumatera Utara.
Sembilan anggota Polda Sumatera Utara telah dilaporkan ke Propam.
Polisi rentan terjerat kasus narkotika.
JAKARTA – Kasus penggelapan barang bukti narkoba yang melibatkan mantan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Inspektur Jenderal Teddy Minahasa, baru selesai disidangkan. Baru-baru ini, muncul lagi kasus serupa di Polda Sumatera Utara. Untuk itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta agar dugaan penggelapan barang bukti ini diusut tuntas. Anggota Polri yang terlibat harus diganjar hukuman berat. "Kompolnas akan mengawal proses ini," kata anggota Kompolnas, Poengky Indarti, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penegasan serupa disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Junimart Girsang. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menilai kasus semacam ini bukan pertama kali terjadi di Polda Sumatera Utara. "Ada tiga kasus yang masih marak di Sumut, yaitu narkoba, judi, dan mafia pertanahan. Ini fakta dan nyata," ujarnya. Karena itu, ia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi kinerja Kapolda Sumatera Utara, Inspektur Jenderal Panca Putra Simanjuntak. “Karena ini menyangkut pelayanan masyarakat, penegakan hukum, dan penindakan terhadap oknum penegak hukum."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sembilan anggota Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara dilaporkan ke Propam Mabes Polri pada 6 Mei lalu atas dugaan penggelapan barang bukti sabu seberat 12 kilogram. Pelapor adalah Safaruddin, pengacara yang menjadi kuasa hukum tersangka Muhammad Yakub, 55 tahun. Saat ini Yakub sedang menjalani proses hukum atas kepemilikan sabu seberat 20 kilogram.
Baca: Menelisik Harta Janggal Polisi Narkoba
Menurut Safaruddin, Yakub memang menyatakan bertanggung jawab atas barang haram tersebut. Namun sabu yang disita polisi sebanyak 32 kilogram, bukan 20 kilogram. Dengan demikian, patut diduga 12 kilogram sabu yang tidak tercatat sebagai barang bukti telah digelapkan. “Saya sudah diperiksa Propam pada 11 Mei 2023,” kata Safaruddin. "Dalam pemeriksaan itu, saya menjelaskan kronologi hingga dugaan penggelapan oleh oknum polisi."
Tim Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut menangkap warga Aceh, M. Yakub (tengah), sebagai kurir sabu jaringan Sumut-Aceh, Maret 2023. ANTARA/Humas Polda Sumut
Tim Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara menangkap Yakub pada 30 Maret lalu di Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe, Aceh. Penangkapan itu dilakukan setelah polisi meringkus dua orang kurir, yakni MI alias Ibal dan RJ alias Juli, di Desa Teluk Bakung, Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dari tangan mereka, disita sabu seberat 3 kilogram.
Dalam pemeriksaan, dua kurir itu mengaku mendapat pasokan sabu dari Yakub. Berdasarkan keterangan inilah, polisi kemudian bertolak ke Aceh dan mendatangi rumah Yakub yang berada di Jalan Besar Medan-Banda Aceh, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe.
Menurut Safaruddin, rumah tersebut ditempati oleh anak Yakub, Era Monita. Di rumah itu, polisi menemukan sabu seberat 32 kilogram. Tidak berapa lama, polisi juga menangkap Yakub yang berada tak jauh dari sana. “Yakub mengakui sabu itu adalah barang titipan,” kata Safaruddin. “Total ada 32 pack yang masing-masing beratnya 1 kilogram.”
Selanjutnya, kata Safaruddin, polisi membawa Yakub ke Medan. Di tengah perjalanan, polisi menyuruh Yakub turun dari mobil dan berfoto dengan barang bukti sabu 20 kilogram. "Yakub tidak bisa menolak karena diancam akan dihabisi," ujarnya. Dalam berita acara pemeriksaan, kata Safaruddin, juga tercatat narkoba yang menjadi barang bukti hanya 20 kilogram, bukan 32 kilogram. “Dia berada di bawah tekanan saat diperiksa.”
Polisi Terjerat Kasus Narkoba
Yakub baru berani buka suara setelah berkas perkara diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada 6 Mei lalu. Ia menceritakan fakta sebenarnya kepada Safaruddin saat bertemu di Rumah Tahanan Tanjung Gusta, Medan. “Klien saya sudah membuat surat pernyataan,” ujar Safaruddin. “Hari itu juga saya terbang ke Jakarta untuk melapor ke Propam Mabes Polri."
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Utara, Komisaris Besar Hadi Wahyudi, mengatakan pemeriksaan terhadap Yakub sudah rampung dan berkas telah diserahkan ke kejaksaan. Adapun soal dugaan penggelapan barang bukti sabu, dengan tegas dia membantah. “Tidak ada itu (penggelapan barang bukti),” katanya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, membenarkan bahwa Propam Mabes Polri telah menerima laporan dari Safaruddin. Namun dia tidak tahu detail pokok perkara yang dilaporkan. "Saya tanyakan dulu ke Propam," katanya. Sementara itu, Kepala Divisi Propam Polri, Inspektur Jenderal Syahar Diantono, hingga semalam tidak merespons panggilan telepon dan pesan instan yang dikirim Tempo.
Rentan Terjerat Kasus Narkoba
Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto, mengatakan narkoba merupakan bisnis yang paling banyak menghasilkan uang ketimbang bisnis ilegal lain. Para bandar berusaha mencari dukungan dari aparat untuk melindungi bisnisnya. Situasi ini yang menempatkan polisi sangat rentan terlibat. "Sebab, mereka banyak mengenal jaringan narkoba,” kata dia. “Mereka yang tidak punya integritas akan mudah terekrut sindikat."
Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran (tengah), dalam konferensi pers kasus narkotika yang melibatkan polisi sebagai tersangka, di Jakarta, 14 Oktober 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna
Menurut Benny, polisi yang bertugas di bagian narkoba juga rentan menyalahgunakan kewenangan. Misalnya, melakukan transaksi pasal rehabilitasi, penggelapan barang bukti, dan penggelapan uang hasil transaksi narkoba. "Anggota juga rentan tergoda untuk mengkonsumsi narkoba karena mereka tahu sumbernya," ujarnya.
Regulasi yang mengatur penyitaan, penyimpanan, penyisihan, dan pemusnahan barang bukti narkoba sebenarnya sudah baik. Ancaman sanksi bagi penegak hukum yang melanggar juga tidak ringan. Namun tetap saja ada yang berani melanggar aturan.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, mengatakan kontrol serta pengawasan internal Polri dalam kasus narkoba masih lemah. Itu terbukti dari kasus penggelapan barang bukti yang muncul berkali-kali. “Yang terbaru kasus Teddy Minahasa,” katanya. "Ada juga kasus di Sidoarjo, Polda Jawa Timur.”
Bambang mengatakan fungsi kontrol dan pengawasan menjadi vital untuk mencegah pelanggaran. Sebetulnya sudah ada Peraturan Polri Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri. Peraturan itu mewajibkan atasan melakukan pengawasan sekaligus bertanggung jawab terhadap perilaku bawahan. "Jadi, ada implikasi atasan bisa diberi sanksi bila teledor dalam pengawasan," kata Bambang.
Dalam peraturan itu pula, bawahan memiliki hak dan kewajiban melaporkan atasan apabila terjadi pelanggaran aturan. Menurut Bambang, aturan-aturan itu sebenarnya bisa meminimalkan pelanggaran jika dijalankan dengan benar dan konsisten. "Kecuali atasan dan bawahan bersama-sama menjadi bagian pelanggaran,” katanya. “Kalau itu terjadi, menjadi tugas dan fungsi Propam dan Irwasum untuk mengawasi."
HENDRIK YAPUTRA | EKA YUDHA SAPUTRA | SAHAT SIMATUPANG (MEDAN) | ANT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo