Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Prajogo dan Patronase Baru

Benarkah Presiden menyingkirkan Nurmahmudi dan Soeripto karena Departemen Kehutanan mengusik Prajogo Pangestu?

1 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


PT Musi Hutan Persada sedang sibuk menyiapkan perhelatan akbar. Sejumlah artis Ibu Kota telah dipastikan ikut memeriahkan ulang tahun ke-10 perusahaan milik konglomerat Prajogo Pangestu itu. Dan seperti tak mau ketinggalan, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan Soeripto mengirim pula "kado spesial"—tapi bukan hadiah menyenangkan.

Pekan lalu, Soeripto menyerahkan dokumen setebal 25 sentimeter ke Kejaksaan Agung untuk menyeret Prajogo ke meja hijau. Soeripto menuding Prajogo, salah satu kroni terkemuka mantan Presiden Soeharto, telah merugikan negara Rp 346 miliar melalui perusahaan itu.

Lewat Musi Hutan Persada, menurut Soeripto, Prajogo menyedot dana reboisasi untuk kepentingan pribadi. Ada dua modus operandi yang dilakukan. Pertama, lewat penyertaan modal pemerintah ke perusahaan itu, senilai Rp 54 miliar. Kedua, lewat pinjaman tanpa bunga senilai Rp 127 miliar dan pinjaman dengan bunga komersial tapi macet senilai Rp 165 miliar.

Dana reboisasi adalah sebuah fasilitas pinjaman lunak yang diberikan pemerintah untuk proyek penghijauan, sebagai langkah koreksi terhadap eksploitasi hutan. Namun, dalam praktek, konsep yang luhur itu menjadi ajang korupsi dan kolusi—serta digunakan untuk mendanai proyek yang tak ada hubungannya sama sekali dengan pelestarian alam.

Salah satu cara membobol dana murah itu adalah lewat istilah "penyertaan modal pemerintah" tadi. Di sini, pemerintah membeli saham perusahaan milik konglomerat yang sedang merugi. Dalam kasus lain, pemerintah membiayai proyek perusahaan swasta itu, yang akan terlalu mahal jika dibiayai dengan pinjaman bank komersial. Tidak ada yang ilegal di situ jika pemerintah benar-benar telah mengkaji nilai saham dan kelayakan proyek secara saksama. Namun, dalam praktek, banyak negosiasi dilakukan di bawah meja. Lebih dari itu, pertimbangan kekuasaan sering lebih dominan dari hitung-hitungan bisnis.

Soeripto menemukan indikasi bahwa Musi Hutan Persada—anak perusahaan Grup Barito Pacific Timber milik Prajogo—telah melaporkan proyek hutan tanaman industri lebih luas 75 ribu hektare dari yang sebenarnya.

Dengan begitu, dana reboisasi yang disalurkan pemerintah pun menjadi lebih besar. Kedekatan Prajogo dengan mantan Presiden Soeharto membuat skenario pembobolan uang negara berlangsung mulus. "Unsur kolusi dengan rezim Soeharto sangat kental," ungkap Soeripto.

Lebih ironis, Projogo menyedot dana reboisasi seraya mengemplang iuran hasil hutan yang mestinya disetor Musi Hutan Persada ke pihak Departemen Kehutanan. Padahal, iuran hasil hutan itulah sumber dana reboisasi. Jumlahnya tak tanggung-tanggung. Menurut data Departemen Kehutanan, selama 10 tahun beroperasi, perusahaan yang menguasai hutan seluas 300 ribu hektare di Sumatra Selatan ini berutang iuran senilai Rp 1,9 triliun.

Mendapat tudingan Soeripto, Musi Hutan Persada tak tinggal diam. Melalui Yohannes Hardian Widjonarko, Direktur Utama PT Barito Pacific Timber Tbk., Prajogo menyatakan Soeripto terlalu mengada-ada. Soal mark-up hutan tanaman industri, misalnya, dinilai tak sesuai dengan fakta. Alasannya, kayu dari hutan itu adalah bahan baku pabrik pulp yang juga dimiliki Barito sendiri. "Mark-up luas hutan akan membuat pabrik pulp kami gulung tikar akibat kekurangan bahan baku," ujar Hardian. Soal tunggakan iuran senilai Rp 1,9 triliun juga dia sanggah. "Itu tuduhan lucu yang tidak masuk akal," ujarnya.

Tapi bagaimana sikap Kejaksaan Agung setelah menerima laporan Soeripto? "Data yang disodorkan Soeripto belum tentu bisa dijadikan bukti hukum," kata Muljohardjo, kepala pusat penerangan hukum di lembaga itu. Belum ada indikasi kuat, kata Muljohardjo, untuk bisa menyatakan Prajogo sebagai tersangka.

Seperti banyak kasus lain yang menyangkut konglomerat besar, kasus ini tampaknya bakal hilang ditelan bumi—lagi-lagi karena tradisi perselingkuhan birokrasi dan pengusaha belum pupus habis digerus arus reformasi. Pengusaha besar seperti Prajogo tahu benar melihat arah angin, setelah badai besar menjungkirkan Soeharto, patron lamanya. "Sejak dulu, Prajogo sangat dekat dengan Gus Dur," kata Yohannes Hardian.

Banyak pihak berspekulasi, kedekatan khusus Presiden Abdurrahman Wahid dan Prajogo itulah yang melatarbelakangi usaha penggusuran Soeripto. Dua pekan lalu, Presiden memecat Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail, yang menolak menyingkirkan Soeripto.

Kebiasaan lama tidak mudah dihilangkan.

Setiyardi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus