Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pramono Anung Nilai Hasil Ijtima Ulama III Berlebihan

Pramono Anung menilai hasil Ijtima Ulama III yang meminta diskualifikasi terhadap Jokowi - Ma'ruf di Pilpres 2019 terlalu berlebihan.

3 Mei 2019 | 14.35 WIB

Sekretaris Kabinet Pramono Anung, saat ditemui ruang kerjanya, di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat, Senin, 25 Februari 2019. Tempo/Egi Adyatama
Perbesar
Sekretaris Kabinet Pramono Anung, saat ditemui ruang kerjanya, di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat, Senin, 25 Februari 2019. Tempo/Egi Adyatama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung menilai hasil Ijtima Ulama III yang meminta diskualifikasi terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, terlalu berlebihan. "Ya itu terlalu berlebihan," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresiden Jakarta, Jumat, 3 Mei 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pramono menuturkan diskualifikasi terhadap salah satu peserta pemilu harus dilakukan melalui undang-undang. Pemilu, kata dia, diatur dalam UU Pemilu.

Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional Ketiga telah selesai dilaksanakan di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu, 1 Mei 2019. Ijtima ulama pro-calon presiden Prabowo Subianto ini menelurkan lima poin utama yang dibacakan di akhir musyawarah oleh Ketua Dewan Pengarah Ijtima Ulama 3, Yusuf Martak.

Di poin pertama, mereka sepakat bahwa di pemilihan presiden 17 April lalu telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Atas dasar itu, mereka merekomendasikan poin kedua, yakni agar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, untuk mulai bergerak mengajukan keberatan tentang adanya kecurangan.

Pada poin ketiga, Yusuf Martak dan kawan-kawan mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 01, Joko Widodo - Ma'ruf Amin.

Pada poin keempat, mereka mengajak umat dan seluruh anak bangsa untuk mengawal dan mendampingi perjuangan penegakan hukum dengan cara syar'i dan legal konstitusional dalam melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan. "Termasuk perjuangan pembatalan atau diskualifikasi paslon capres cawapres 01 yang ikut melakukan kecurangan dan kejahatan dalam Pilpres 2019," kata Martak.

Adapun poin kelima Ijtima Ulama memutuskan bahwa perjuangan melawan kecurangan, kejahatan, serta ketidakadilan adalah bentuk amar ma'ruf dan nahi mungkar konstitusional serta sah secara hukum. Hal ini dilakukan dengan dengan menjaga keutuhan negara Republik Indonesia dan kedaulatan rakyat.

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus