Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Des Alwi Abubakar atau akrab disapa Des Alwi adalah seorang sejarawan, diplomat, penulis, dan advokat asal Indonesia. Ia juga dikenal sebagai fotografer, sutradara, produser film, dan penyelam. Kemudian disebut pula sebagai tokoh botani laut, tokoh perkebunan, penguasa pariwisata, pekerja kemanusiaan, tokoh perdamaian, dan tokoh pluralisme.
Des Alwi dikenal sebagai anak angkat dari Wakil Presiden Indonesia Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Des Alwi pertama kali bertemu keduanya di masa pembuangan mereka di Banda Neira. Kala itu, Des Alwi baru berusia 8 tahun dan duduk di kelas dua ELS (Europeesche Lagere School).
Dari pertemuan itu, Des Alwi mengetahui bahwa keduanya adalah orang yang dibuang ke Boven Digul lantaran wajah mereka pucat. Pertemuan itu tak pernah lepas dari ingatan Des Alwi. Ia bahkan menganggap pertemuan itu menjadi arah hidupnya.
Selanjutnya, Bung Hatta mengadopsi Des Alwi menjadi anak angkatnya. Des Alwi pun tumbuh menjadi seorang anak memiliki kepandaian, keahlian, serta kecerdikan dari Hatta dan Sjahrir, khususnya dalam hal diplomasi.
Tak hanya itu, Des banyak belajar dari dr. Tjipto Mangoennkoesoemo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Serta beberapa anggota Sjarikat Islam Indonesia yang pernah dibuang di Banda. Kepandaian itu memberinya julukan pelobi ulung. Ia pun dipercayai beberapa kali menjadi Attache Press/Kebudayaan kedutaan besar Indonesia di Bern, Swiss, Wina, Budapest dan Manila.
Des Alwi lahir di Desa Nusantara, Banda Neira pada 17 November 1927. Ayahnya bernama Alwi, keturunan Sultan Palembang yang dibuang ke Banda. Sang ibu bernama Halijah Baadilla, anak perempuan dari Said Baadilla, pengusaha mutiara yang pernah terkenal dari Naira.
Des Alwi merupakan lulusan British Institute of Technology London pada 1950. Ia juga menempuh pendidikan Pascasarjana di Philips NSF Advance School Hilversum. Lalu Special Antena Penyiaran Rombek ITB dan PT (Pos, Telegraph dan Telepon) 1951 Bandung.
Dikutip dari Antara, Des Alwi juga tergabung ke dalam Tim Penyelesaian Konfrontasi Indonesia Malaysia pada 1965-1975. Ia ditunjuk sebagai Dinas Diplomatik dalam operasi khusus itu. Lewat jurus-jurus kepiawaian diplomasinya, Des Alwi berhasil meredakan konfrontasi tersebut dengan Perdana Menteri Tun Abdul Rahman dan Deputi Perdana Menteri Tun Abdul Razak pada masa itu.
Sepanjang karirnya, Des Alwi dikenal sebagai sejarawan tiga zaman, Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi. Ia berpengaruh besar dalam memperkenalkan sejarah perjuangan bangsa Indonesia hingga ke dunia internasional. Ia meneliti dan pengumpul data sejarah berupa tulisan, hingga film dokumenter.
Disamping itu, Alwi sempat menjabat Direktur Utama PT. Avisarti Film Corporation, Ketua Yayasan Warisan dan Budaya Bunda, Ketua Yayasan 10 Nov`45 1990 dan Wakil Ketua II Departemen Usaha Sea And Island Resort DPP Gahawisri. Ia juga pernah meniti karir sebagai Penerjemah Siaran Teknik dan Bahasa Asing RRI pada 1950-1951.
Pendapatnya Tentang Lagu Indonesia Raya
Sejarawan Des Alwi menilai lagu Indonesia Raya yang ditemukan di Museum Leiden, Belanda, adalah lagu yang dibuat Yo Kim Tjan, pemilik Toko Populer. Lagu itu dibuat atas pesanan Wage Rudolf Supratman.
Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Yo Kim Tjan merupakan sahabat baik dari W.R. Soepratman, yang juga sebagai pemain biola di Orkes Populer. Pada 1927 Soepratman meminta Yo Kim Tjan untuk mengabadikan lagu ciptaannya tersebut.
Lagu W.R. Soepratman kemudian direkam di kediaman Yo Kim Tjan yang terletak di Jalan Gunung Sahari. Master rekaman piringan hitam berkecepatan 78 RPM versi asli suara W.R. Soepratman disimpan hati-hati oleh Yo Kim Tjan.
Des Alwi menghembuskan napas terakhirnya di usianya ke-82 tahun, pada 12 November 2010 dan dimakamkan di Banda Neira. Ia meninggalkan dua anak laki-laki dan dua perempuan. Semasa hidup, Des Alwi dianugerahi penghargaan Bintang Pejuang 45, Bintang Pejuang 50, dan Bintang Mahaputra Pratama 2000.
KHUMAR MAHENDRA | EIBEN HEIZER
Pilihan Editor: Ananda Badudu Bersyukur Banda Neira Tak Punya Fans Club
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini