Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Proses Belajar Guru Tunanetra Hingga Mampu Berbagi Ilmu

Penyandang tunanetra Widadi berhasil meluluskan sekitar 90 siswa penyandang disabilitas netra dengan beragam keahlian melalui Widadi Skill Center.

1 Desember 2018 | 10.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Widadi, 57 tahun, tunanetra pendiri sekaligus pengajar di Widadi Skill Center (WSC) Surakarta, berpose di depan komputer yang biasa dia gunakan untuk mengajar. DINDA LEO LISTY / SOLO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Solo - Bagi Widadi, 57 tahun, aplikasi Job Access With Speech atau JAWS adalah pengganti indera penglihatan para difabel netra untuk menjelajahi luasnya dunia lewat internet. "Tanpa JAWS kami tidak bisa apa-apa. Kami kan hanya mengandalkan suara," kata tunanetra yang juga pendiri sekaligus pengajar di Widadi Skill Center (WSC) itu saat ditemui Tempo pada Rabu, 28 November 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Widadi Skill Center adalah lembaga pendidikan nonprofit bagi tunanetra yang didirikan Widadi di rumahnya di Jalan Kana II Nomor 10b RT 1 RW 6, Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Sejak 2008, WSC telah meluluskan sekitar 90 siswa dengan beragam keahlian, mulai dari teknik pijat, baca tulis Al Quran braille, sampai keahlian mengoperasikan gawai dan komputer, tanpa sedikit pun memungut biaya.

Widadi menjelaskan, JAWS adalah piranti lunak pembaca layar (screen reader) yang menuntun penyandang disabilitas netra dalam mengoperasikan komputer. JAWS pertama kali diluncurkan di Amerika Serikat pada 1989 dan terus mengalami pembaruan hingga 1995. Namun, Widadi baru mengenal JAWS sejak rumahnya menjadi kantor sekretariat Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia atau ITMI cabang Solo pada 2007 sampai sekarang.

"ITMI dulu punya dua komputer bicara (dilengkapi JAWS dan speaker), sejak itu saya mulai belajar mengoperasikannya. Saat di SLB (Sekolah Luar Biasa) saya pernah belajar menggunakan mesin ketik manual, jadi tinggal menyesuaikan keyboard dan tombol panah sebagai pengganti mouse," kata lulusan Sekolah Pendidikan Guru Luar Biasa atau SPG-LB Kabupaten Klaten pada 1984 itu.

Rumah Widadi di Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo. Selain untuk tempat tinggal keluarganya, di rumah ini Widadi memijat, mengajar di Widadi Skill Center (WSC) dan berorganisasi di Ikatan Tunanetra Islam Indonesia (ITMI) Solo. DINDA LEO LISTY / SOLO

Di 2011, Widadi kedatangan pihak keluarga dari seorang siswanya yang telah lulus kursus baca tulis Al Quran braille. Kepada Widadi, keluarga siswa itu menanyakan ilmu apa lagi yang bisa dia ajarkan selain pijat dan baca tulis Al Quran. "Saya jawab bisa komputer. Tapi komputernya tidak ada karena sekretariat ITMI saat itu sempat pindah ke kontrakan sebelum akhirnya kembali ke rumah saya lagi sampai sekarang," kata Widadi.

Sebagai tanda terima kasih, Widadi berujar, keluarga siswanya itu menyumbang dua unit komputer baru untuk sarana belajar di WSC. Sejak itu Widadi mulai mengajar cara mengoperasikan komputer, mulai dari penyesuaian keyboard, MS Word, MS Exel, MS Powerpoint, browsing, mengunduh atau mengunggah data, hingga membuat akun email dan media sosial. "Siswa SLB dari Pajang Solo pun berduyun-duyun kemari untuk belajar komputer, mengoperasikan ponsel, pijat, dan baca tulis Al Quran," ujar Widadi.

Artikel lainnya:
Cara Atlet Tunanetra Ikut Lomba Lari, Kuncinya di Guide
Runner

Seiring perkembangan zaman, Widadi menambahkan, teknologi semakin memudahkan tunanetra dalam menguasai piranti semacam komputer, tablet, smartphone dan lain-lain. "Sekarang difabel netra bisa belajar sendiri menggunakan sistem operasi android karena ada menu talkback. Banyak pula aplikasi lain yang bisa diunduh gratis seperti Smart Voice yang bisa membaca gambar," kata Widadi.

Caption: Widadi, 57 tahun, tunanetra pendiri sekaligus pengajar di Widadi Skill Center (WSC) Surakarta, memeragakan cara mengoperasikan komputer bicara (dilengkapi aplikasi JAWS / pembaca layar). DINDA LEO LISTY / SOLO

Selain mahir mengoperasikan komputer, Widadi sebenarnya juga menguasai teknik mixing sound (menjadi operator soundsystem) hingga teknik operator studio radio. Namun, dua ilmu tersebut hingga kini belum dapat diajarkan di WSC karena terkendala peralatan dan ruangan. "Kami sudah mengajukan (permohonan bantuan) ke Pemerintah Kota Surakarta, tapi belum ada tindak lanjut sampai sekarang," kata Widadi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus