Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Raibnya Tabungan Prajurit

Penyelewengan dana tabungan prajurit terjadi ketika Jenderal Ryamizard Ryacudu menjadi Kepala Staf Angkatan Darat. Tapi sang jenderal berkelit.

17 April 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satu demi satu aktor penggelap-an duit tabungan prajurit Angkatan Da-rat sebesar Rp 100 miliar ter-ku-ak, lalu dijerat. Dua pekan lalu, De-dy Budhiman Garna ditetapkan sebagai tersangka. Pengusaha PT Khidmad Fajr, Bandung, ini dituduh ikut menggelapkan dana itu.

Kini Dedy mendekam di Lembaga Pe-masyarakatan Kebon Waru, Bandung. Bukan karena kasus penyelewengan da-na tentara, sebelumnya ia memang tersangkut kasus penipuan terhadap Bupati Kutai Kartanegara Syaukani dan dihukum tiga tahun penjara.

Ditemui di penjara pekan lalu, Dedy enggan bicara. Pengacaranya, Nanang So-lihin, mengatakan kliennya kaget men-dengar berita tentang penetapannya- jadi tersangka. Apalagi, Dedy belum diberi tahu resmi. ”Dia belum mau ditemui atau bicara,” kata Nanang.

Komandan Pusat Polisi Militer TNI, Ma-yor Jenderal Ruchjan, menyebut De-dy sebagai penerima terbesar Tabungan- Wajib Perumahan (TWP) prajurit. Ni-lai-nya 30-40 persen dari total dana yang raib. Dedy menambah jumlah tersangka. Tersangka lain adalah pemilik Yayasan Mahanaim, Samuel Kristianto, Kepala Badan Pe-ngelola TWP Kolonel Nga-dimin- Darmo Sujono, dan Perwira Tinggi Markas Besar Angkatan Darat Ma-yor Jenderal Salim Mengga.

Skandal bermula dari kerja sama antara Angkatan Darat dan Yayasan Mahanaim pada Oktober 2004. Samuel dari yayasan itu menjanjikan kucuran dana dari luar negeri untuk pembangun-an ru-mah prajurit. Syaratnya, Angkat-an Da-rat menyediakan dana pemancing Rp 100 mil-iar. S-etahun kemudian kerja sama itu berantakan. Duit tak datang, tapi dana itu telanjur dikucurkan.

Kerja sama itu juga diketahui oleh pimpin-an Angkatan Darat. Mereka pernah mempresentasikan kepada Djoko San-tos-o, saat itu masih Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) berpangkat letnan jenderal. Proposal juga dipela-jari tiga asisten KSAD. Sebulan kemu-dian, sumber Tempo mengatakan, Asis-ten Perso-nel Mayor Jende-ral A. Tanri Bali memanggil Nga-di-min bahwa KSAD Jende-ral Rya-mizard Ryacudu se-tu-ju. Soal ini, Tanri menolak ber-komentar.

Dana tabungan tentara se-mu-la disim-pan dalam bentuk deposito di Bank Rak-yat Indonesia. Duit lalu dise-tor dalam de-posito ke Bank Mandiri Cabang Pang-lima Polim, Jakarta Selatan, atas nama Ngadimin dan Samuel.

Rupanya, mereka ingkar janji. Alih-alih- dipakai untuk memancing bantuan dari luar negeri, duit malah dipermainkan. Pe-meriksaan internal Markas B-esar Angkat-an Darat membongkar kedok- Nga-dimin dan Samuel. Diam-diam, k-e-dua-nya menarik deposito itu pada 26 No-vember 2004. Padahal deposito baru jatuh tempo 19 Oktober 2005. Mereka me-masukkan duit dari deposito itu ke rekening di Bank Mandiri cabang yang sama, sebesar Rp 92,5 miliar.

Dana di Mandiri itu dimainkan lagi. Ngadimin dan Samuel membeli oil production bond melalui PT Khidmad Fajr milik Dedy. Agar petinggi Angkatan Darat tak curiga dan menganggap Rp 100 miliar masih disimpan dalam deposito, Ngadimin dan Samuel tak hilang akal. Me-reka rutin mengirim duit bu-nga depo-sito ke rekening TWP pada kurun waktu Desember 2004 hingga Agustus 2005.

Penyelewengan itu pernah dibeberkan- KSAD Jenderal Djoko Santoso kepada- Dewan Perwakilan Rakyat, awal Ma-ret- lalu. Menurut dia, perjanjian itu men-dapat persetujuan Ryamizard Rya-cudu, KSAD kala itu. Namun, Djoko siap meng-ambil alih tanggung jawab seniornya. ”Secara institusi, sekarang saya yang menjadi kepala staf,” kata alumni Akademi Militer 1975 ini.

Ryamizard sendiri tak mengakui pernah memberi persetujuan. ”Pokoknya, se-jak dulu saya tidak pernah memerintahkan pengeluaran uang...,” katanya ke-pada Tempo dua pekan lalu. Ia ulangi berkali-kali bantahan itu dengan nada tinggi.

Menurut Ryamizard, dana prajurit tersebut dikeluarkan pada Mei 2005. Pa-da-hal dia telah menanggalkan jabatan KSAD dua bulan sebelumnya. Peng-aku-an ini sungguh berbeda dengan doku-mendokumen yang didapat Tempo dan pernyataan Djoko Santoso di depan Dewan perwakilan Rakyat. Saat itu dia je-las sekali menyatakan: duit tabungan pra-jurit itu mengucur pada Oktober 2004.

Eduardus Karel Dewanto, Fanny Febiana, Rinny Srihartini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus