Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Hariadi Anwar mengkritik permasalahan kebijakan cleansing guru honorer yang dilakukan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Ia menilai hal tersebut tak lepas dari pengawasan yang kurang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut disampaikan dalam rapat penjelasan tentang sistem cleansing atau pembersihan guru tenaga honorer di Jakarta. Rapat itu dilakukan bersama Dinas Pendidikan DKI Jakarta di Kantor DPRD Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat pada Selasa, 23 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Masalah kembali di dunia pendidikan. Kemarin masalah masuk sekolah, sekarang yang menjadi kambing hitam kepala sekolah," kata Hariadi dalam rapat.
Dia menanggapi klaim Dinas Pendidikan alasan diterapkan kebijakan cleansing karena kepala sekolah merekrut guru honorer tanpa sepengetahuan dinas. Kemudian, mereka yang diputus kontrak adalah guru yang tidak memiliki Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan Nomor Unik Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Tidak sesuai dengan penggunaan dana bantuan operasional sekolah atau BOS untuk membiaya tenaga pengajar tambahan.
"Masak dunia pendidikan tidak bisa mengetahui berapa yang dia butuhkan, berapa yang mesti diangkat. Ini kan kebalik-balik," kata Hariadi.
Hariadi mengaku terkejut fakta yang terjadi di lapangan soal kepala sekolah melakukan perekrutan terlebih dahulu, baru dilakukan evaluasi. Padahal, menurut dia, seharusnya dihitung dulu berapa kebutuhan guru baru melakukan perekrutan supaya tidak terjadi kelebihan tenaga pengajar sehingga ada guru yang akhirnya terlanjur direkrut.
"Ini belajar dari mana, main srobot. Ikut-ikutan yang di atas. Pokoknya semua bisa, semua bisa. Itu subjektif, sudah ketularan ke bawah kasihan guru-guru kan," kata Hariadi.
Dalam masalah ini, Hariadi menilai kepala sekolah yang dikambinghitamkan karena telah merekrut guru honorer. "Kepala sekolah yang disalahin, kepala sekolahnya juga mumpung ada kesempatan main ngangkat-ngangkat saja. Ini pengawasannya bagaimana ini. Baru ketahuan sekarang," ujarnya.
Menurut Hariadi, seharusnya sejak tahun ajaran baru sudah bisa dirumuskan berapa jumlah siswa dan tenaga pengajar yang harus terpenuhi. "Berarti harus tahu berapa mata pelajaran yang bisa diisi guru, buka angka dulu, terus kelebihan enggak. Itu baru masuk akal," kata dia.
Pelaksana tugas (Plt) Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin sebelumnya menjelaskan bahwa kebijakan cleansing guru honorer dilakukan untuk penataan guru. Menurut dia, selama ini perekrutan guru honorer dilakukan tanpa kriteria yang jelas hanya berdasarkan subjektivitas kepala sekolaj, padahal guru itu mendapat gaji dari dana BOS.
Seharusnya, kata Budi, guru honorer yang mendapat gaji dari dana BOS memenuhi empat krieria, yaitu guru bukan aparatur sipil negara (ASN), guru yang terdata di dalam Data Pokok Pendidikan atau Dapodik, guru yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan guru yang tidak ada tunjangan guru. Dari 4 kriteria itu, mereka yang kena cleansing tidak memiliki data Dapodik dan NUPTK.
"Sehingga ada temuan dari BPK (Badan Pengawas Keuangan) terkait hal ini," kata Budi.
Dalam temuan BPK yang dimaksud Budi, ada setidaknya 400 guru honorer yang tidak memenuhi empat kriteria tersebut. "Dalam sampling BPK ada 400 kalau dilihat yang tidak memenuhi aturan dana BOS tersebut," ujarnya.
Selama ini, menurut Budi, pengangkatan guru honorer tidak diketahui oleh Dinas Pendidikan dan berdasarkan subjektivitas kepala sekolah saja atau pengangkatan berdasarkan unsur kedekatan. Salah satunya mengangkat teman dekat. "Tidak sesuai kebutuhan. Informasi lowongan pengangkatannya juga tidak dipublis, " ujarnya.
Temuan BPK pada 2023 itu pun menjadi latar belakang dinas melakukan kebijakan cleansing. Namun, Budi mengklarifikasi pemakaian istilah cleansing.
Dalam rapat itu dihadiri oleh semua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Kepala Bapedda DKI Jakarta, Plt Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin beserta jajarannya, Plt Kepala Biro Dikmental Setda Provinsi DKI Jakarta dan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta.