Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Rayakan 100 Tahun Penyair Chairil Anwar, 5 Penulis Modern Indonesia Bacakan Puisi

Lima penulis modern Indonesia ambil bagian dengan membacakan sajak-sajak penyair Chairil Anwar dalam acara Konser Puisi Seratus Tahun Chairil Anwar.

27 Juli 2022 | 06.00 WIB

Djenar Maesa Ayu saat membacakan skrip skenario drama berjudul "Aku", karangan ayahnya, Sjumandjaja, di acara Konser Puisi Seratus Tahun Chairil Anwar di Gramedia Matraman, Jakarta, Selasa, 26 Juli 2022. (Pramodana)
Perbesar
Djenar Maesa Ayu saat membacakan skrip skenario drama berjudul "Aku", karangan ayahnya, Sjumandjaja, di acara Konser Puisi Seratus Tahun Chairil Anwar di Gramedia Matraman, Jakarta, Selasa, 26 Juli 2022. (Pramodana)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lima penulis modern Indonesia ambil bagian dengan membacakan sajak-sajak penyair Chairil Anwar dalam acara Konser Puisi Seratus Tahun Chairil Anwar di Gramedia Matraman, Jakarta, Selasa, 26 Juli 2022. Mereka adalah Yoshi Fe, Cynthia Haryadi, Ratih Kumala, Anya Rompas, dan Djenar Maesa Ayu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yoshi Fe mengawali acara dengan membaca puisi Catetan Th. 1946. Puisi ini menceritakan soal kerja kepengrajinan para penyair. Dalam puisi itu, Chairil menyatakan bahwa setiap penyair mesti terus mengasah kemampuannya untuk mengeluarkan ucapan yang hendak menyeruak. Setiap tulisan, menurut dia, pantas untuk mendapat tempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantas, Ratih Kumala membacakan salah satu puisi cinta berjudul Taman. Penulis novel Gadis Kretek inimenyatakan bahwa ia ingin menunjukkan sisi romantis dari penyair yang dikenal akan vitalitas hidup saat menggarap tema eksistensialisme. "Puisi ini (Taman) cocok untuk disematkan dalam undangan pernikahan kita," katanya.

Cynthia Haryadi kemudian melanjutkan dengan puisi yang religius. Penulis kumpulan cerpen Manifesto Flora ini mendaraskan puisi berjudul Doa, yang dipersembahkan penyairnya kepada pemeluk teguh. Puisi ini, menurut dia, memperlihatkan kondisi kejiwaan sang penyair yang tampak kecil, pasrah, dan tunduk di hadapan Tuhan yang Mahakuasa, berbanding terbalik dari puisi-puisi yang menunjukkan keberaniannya terhadap hidup, bergelora dan berdaya.

Sementara itu, Anya Rompas membacakan sajak Aku Berada Kembali. Menurut Anya, puisi itu relevan dengan di zaman ini. Keterkaitan itu ada pada kehilangan dan kelenyapan manusia di tempat-tempat yang mestinya familiar dan akrab. Ketakberdayaan itu menjadikan seseorang terasing. "Chairil seperti terjebak dalam masa lalu dan masa kini," ujarnya.

Berbeda denfan lainnya, Djenar Maesa Ayu tidak membacakan sajak Chairil semata. Ia melantangkan skrip skenario drama berjudul Aku, karangan ayahnya, Sjumandjaja. Ia memilih untuk membacakan bagian pertama yang memuat penggalan puisi Chairil dan bagian yang mengisahkan kerinduan seorang bapak terhadap anaknya. "Bagian ini sangat personal," ujarnya.

Pembacaan puisi ini diakhiri oleh putri semata wayang sang penyair, Evawani Alissa. Anak dari pernikahan Chairil dengan Hapsah itu membacakan puisi Cintaku Jauh di Pulau. Puisi tersebut merupakan puisi persembahan untuk Dian Tamaela, salah satu perempuan yang sempat dekat dengan Chairil. Evawani merasa kedekatan tersebut menginspirasi ayahnya saat menamainya. Sebab nama aslinya, Evawane, sangat bercita rasa Indonesia timur.

Efek Rumah Kaca, band indie asal Jakarta, lantas tampil mengkahiri acara. Selain menyanyikan lagu mereka sendiri, Cholil Mahmud, vokalis, dan Uppie Airil, bassis, turut mendaraskan sajak Chairil sebagaimana para pengarang sebelumnya. Cholil membacakan 1943, sementara Uppie membacakan Jang Terempas dan Jang Putus, dua karya sama soal pasrah.

PRAMODANA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus