Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sebanyak 5.733 Anak di Jawa Timur Menjadi Yatim Piatu Karena Covid-19

Berdasarkan estimasi jumlah kematian akibat Covid-19 di Jawa Timur, sekitar 5.733 terdapat anak-anak yang menjadi yatim/piatu/yatim piatu.

9 Agustus 2021 | 19.45 WIB

Suasana di area timur TPU Sukorejo, Kota Malang, yang dijadikan area pemakaman khusus Covid-19, Kamis siang, 22 Juli 2021. Kelima kuburan itu bisa jadi bukti penyangkal data nol/nihil kematian warga akibat Covid-19 di Kota Malang sebagaimana dirilis Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Jawa Timur pada 18, 19, dan 20 Juli. TEMPO/Abdi Purmono
Perbesar
Suasana di area timur TPU Sukorejo, Kota Malang, yang dijadikan area pemakaman khusus Covid-19, Kamis siang, 22 Juli 2021. Kelima kuburan itu bisa jadi bukti penyangkal data nol/nihil kematian warga akibat Covid-19 di Kota Malang sebagaimana dirilis Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Jawa Timur pada 18, 19, dan 20 Juli. TEMPO/Abdi Purmono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto mengatakan per Ahad, 8 Agustus 2021, jumlah kematian akibat Covid-19 di provinsi tersebut sebesar 22.932. Dari jumlah itu 125 di antaranya anak-anak. Rinciannya, usia 0-5 tahun sebanyak 59 jiwa dan usia 6-18 sebanyak 66 jiwa.

Berdasarkan estimasi jumlah kematian akibat Covid-19 di Jawa Timur itu, sekitar 5.733 terdapat anak-anak yang menjadi yatim/piatu/yatim piatu. “Pendataan anak-anak tersebut masih dalam proses di kabupaten/kota, yang kemudian akan dilakukan intervensi berupa antara lain pemberian bantuan sosial spesifik, pendampingan psikologi, peningkatan kapasitas ekonomi anak, pemberian hak sipil anak dan lain-lain,” kata Andriyanto, Senin, 9 Agustus 2021.

Menurut Andriyanto upaya intervensi kepada anak-anak itu dilakukan secara paripurna dan berkelanjutan, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, seperti lembaga masyarakat dalam dan luar negeri, pengusaha, media, perguruan tinggi, Himpunan Psikologi Jawa Timur, UNICEF dan lain-lain.

Sebelumnya, Adriyanto menuturkan bahwa anak-anak yatim piatu itu rentan menimbulkan masalah sosial bila keliru dalam menangani. Misalnya terjerumus dalam pekerja anak setelah putus sekolah lantaran tak ada lagi yang membiayai. “Rawan dieksploitasi tenaganya, tanpa upah layak,” kata Andriyanto.

Jika kelak mereka berumah tangga, maka akan menambah jumlah angka kemiskinan. Kerawanan lainnya, ujar Andriyanto, mereka dapat terjerembab ke dunia kriminalitas, seks bebas, prostitusi anak, budak narkoba, bahkan terorisme. “Dalam kondisi putus asa, mereka mudah dipengaruhi orang lain,” tuturnya.

Dengan menggandeng seluruh pemangku kepentingan, DP3AK Jawa Timur berusaha mengurangi beban mereka. Anak yatim piatu usia SMP dan SMA akan dibekali ketrampilan kerja yang dapat menghasilkan uang. Mereka bakal disalurkan ke balai latihan kerja sesuai bakat dan kemampuannya. “Dalam inisiasi kegiatan dan program-program melindungi anak-anak tersebut, kami lakukan antara lain hal tersebut,” kata dia.

Salah satu nasib getir dialami empat orang anak warga Kebraon, Surabaya. Dalam waktu sekejap, mereka menjadi yatim piatu karena ayah ibunya meninggal lantaran terinfeksi Covid-19. Keempatnya pun akhirnya terpaksa keluar dari rumah kontrakan yang selama ini ditinggali bersama ayah ibunya. “Kabarnya, anak-anak itu sekarang ikut kerabat dari ayahnya di Kediri,” ucap Rahayu, tetangga anak-anak itu saat dihubungi.

Menurut Rahayu, ibu dari empat anak itu meninggal lebih dulu pada empat bulan lalu. Ia mengembuskan napas terakhir karena terpapar Covid-19 justru setelah dibawa pulang dari rumah sakit swasta di Wiyung, Surabaya. “Ia dibawa ke rumah sakit karena memang sakit-sakitan sejak lama, tapi diagnosa awal bukan covid. Empat hari di rumah kondisinya makin drop dan akhirnya meninggal,” kata Rahayu.

Sepekan setelah istrinya meninggal, suaminya, Tris (nama samaran) menyusul pergi juga karena terinfeksi Covid-19. Satpam Perumahan Kebraon Indah Permai itu ambruk setelah menggelar selamatan tujuh hari meninggalnya sang istri. Meninggalnya Tris dan istrinya membuat empat anaknya yang masih usia SMA, SMP dan SD itu terpaksa keluar dari rumah kontrakan karena masa sewanya habis. “Sebenarnya yang punya kontrakan tidak mengusir, tapi empat anak tersebut tahu diri,” kata Rahayu.

Baca Juga: Kemensos Fasilitasi Pengasuhan Anak Kehilangan Orang Tua Akibat Covid-19

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus