Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMAPARAN Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo mengundang tepuk tangan riuh hadirin yang memenuhi aula Kinasih Resort and Conference Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Selasa malam dua pekan lalu. Bupati yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini membagi pengalamannya memimpin kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta itu. Di depan Hasto, ada 137 calon kepala daerah yang akan diajukan oleh PDI Perjuangan sebagai calon bupati, wali kota, dan gubernur, yang bertarung dalam pemilihan kepala daerah serentak di seluruh Indonesia pada Desember nanti. Mereka adalah peserta sekolah politik PDI Perjuangan untuk calon kepala daerah.
Sebagai bupati, pada tahun pertama memerintah, Hasto membuat kebijakan sangat sederhana. Semua proyek yang berkaitan dengan jalan desa di Kulon Progo tak lagi digarap pemborong, tapi dengan padat karya. Ia mengatakan padat karya bisa menghemat biaya. Ada sepotong jalan yang dengan gotong-royong selesai dengan Rp 64 juta, padahal jika diserahkan pemborong dibutuhkan Rp 340 juta. Selain itu, proyek padat karya melibatkan banyak tenaga kerja sehingga menciptakan lapangan kerja. "Ini bagian dari kebijakan meningkatkan kesejahteraan rakyat," katanya.
Pernyataan Hasto membuat kagum ratusan orang berseragam merah-hitam dengan logo kepala banteng di dada kirinya. Hasto menjadi salah seorang pembicara dalam materi penerapan kebijakan pemerintahan daerah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Meski mendapat jadwal ceramah selepas pukul sepuluh malam, bupati yang juga seorang dokter ini mampu mengambil hati ratusan peserta. "Program-programnya sederhana," ujar Faida, bakal calon Bupati Jember, Jawa Timur.
Kepala Bidang Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Bambang Dwi Hartono mengatakan sekolah ini untuk memberi bekal kepada bakal calon kepala daerah. Ada 268 pemilihan kepala daerah serentak yang akan berlangsung di sejumlah daerah pada akhir tahun ini. Pemilihan kepala daerah ini untuk berebut jabatan gubernur, bupati, dan wali kota. "Sekolah ini bertujuan agar kader terbaik kami berhasil menang dalam pemilihan," kata Bambang.
Menurut Bambang, 137 orang tersebut merupakan peserta sekolah politik angkatan pertama. Mereka terpilih setelah melewati serangkaian proses seleksi, dari survei popularitas hingga uji kelayakan dan kepatutan. "Mereka sudah mendapatkan rekomendasi partai," kata Bambang. Dari jumlah itu, lebih dari 60 persen merupakan kader partai. Sisanya berasal dari kalangan birokrat, pengusaha, dan profesional. Beberapa bakal calon inkumben juga mengikuti sekolah ini, meski tak diwajibkan partai. Pada pekan terakhir Juli ini, PDI Perjuangan akan membuka sekolah politik calon kepala daerah untuk angkatan kedua.
Partai berlambang banteng ini memang sedang serius mendidik kadernya yang akan menjadi kepala daerah. Ini diungkapkan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dalam rapat di kantor PDI Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta, pada pekan terakhir April lalu. "Partai harus segera membuka sekolah khusus calon eksekutif," kata Megawati.
Ketika membuka sekolah politik angkatan pertama tersebut, Megawati menyatakan pentingnya partai menjaring bakal calon kepala daerah terbaik yang mau bekerja sesuai dengan ideologi partai. Jauh sebelumnya, pada 2012, Megawati berpendapat perlunya partai punya sekolah politik. Itulah sebabnya pada saat itu ia menyelenggarakan sekolah politik bagi ratusan kader partai yang berlangsung di Yogyakarta. "Sekolah partai merupakan langkah jangka panjang untuk menghasilkan kader berkualitas," kata Megawati.
Sekolah politik kali ini dipegang oleh tim kecil yang terdiri atas Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto, Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi Idham Samawi serta politikus senior PDI Perjuangan Heri Akhmadi dan Bambang Dwi Hartono. Bambang mengatakan tim bertugas menyusun kurikulum dan materi, menentukan narasumber, serta membentuk struktur sekolah. Ketua Dewan Pengurus Pusat PDI Perjuangan, Komarudin Watubun, ditunjuk menjadi kepala sekolah, dengan Idham Samawi sebagai wakilnya dan Heri Akhmadi sebagai sekretaris.
Menurut Bambang, kurikulum meliputi dua poin utama, yakni ideologi partai dan persiapan bertarung dalam pemilihan serentak. Delapan puluh persen persiapan "tempur" pilkada, sisanya mengenai ideologi dan kepartaian. Dua poin utama dijabarkan dalam sejumlah materi selama enam hari sekolah, sejak 28 Juni hingga 3 Juli lalu. Kurikulum persiapan bertarung antara lain dituangkan dalam materi tentang kepemimpinan, seperti yang disampaikan Bupati Hasto.
Kurikulum persiapan juga diwujudkan dalam materi tentang cara merangkul massa serta merebut hati dan pikiran pemilih. Materi strategi perang total ini disampaikan mantan Kepala Badan Intelijen Negara Abdullah Makhmud Hendropriyono. "Ini kan perang politik, perang merebut hati dan pikiran rakyat," ucap Bambang.
Ada juga sejumlah materi lain, seperti strategi branding, manajemen pemenangan, dan beberapa teknik komunikasi politik. Materi itu disampaikan beberapa menteri, tokoh partai banteng, dan para pakar. Mereka antara lain Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat, politikus PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka, serta wartawan Rosiana Silalahi.
Lima dari enam hari sekolah dihabiskan peserta di Kinasih Resort and Conference, Depok. Peserta hanya berada di Jakarta saat Megawati membuka secara resmi sekolah itu, yakni pada hari pertama kegiatan. Pembukaan sekolah berlangsung di markas lama PDI Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Selama masa karantina di Depok, ratusan bakal calon kepala daerah menjalani serangkaian agenda rutin.
Mereka wajib mengikuti senam pagi sebelum mengikuti materi kelas. Sesi materi kelas berlangsung satu-tiga jam sejak pukul 07.30 hingga 23.30 di aula Kinasih Resort, dengan dua kali rehat, yakni siang dan saat berbuka puasa. Peserta berada di ruang kelas saat metode belajar yang digunakan berbentuk ceramah dan dialog dengan pembicara. Jika materinya menggunakan metode diskusi dan simulasi, mereka akan dibagi dalam beberapa kelompok dan menyebar dari ruang kelas.
Komarudin mengatakan sekolah ini melibatkan psikolog untuk memantau kemampuan kepemimpinan setiap peserta. Komarudin menerapkan tata tertib sekolah agar peserta berdisiplin. Antara lain larangan membawa telepon seluler ke ruang kelas dan kewajiban masuk kelas tepat waktu. Hukuman menanti mereka yang melanggar.
Komarudin mencontohkan dua peserta yang terlambat lima menit masuk ke kelas. "Saya minta mereka angkat kursi dan duduk di depan," katanya. Menurut dia, dua peserta itu harus duduk di depan kelas bersama para pembicara dan kembali ke tempat duduk setelah sesi pembicara selesai. Peserta sekolah politik, Benediktus Tambonop, menyatakan materi dalam kegiatan ini sesuai dengan kebutuhannya. Bakal calon Bupati Boven Digoel, Provinsi Papua, ini menganggap, "Materinya aplikatif."
Prihandoko, Indri Maulidar, Pribadi Wicaksono (yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo