Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sesudah Masa Jabatannya Adam Malik, Pekan Lalu

Adam malik setelah tak jadi wakil presiden. (nas)

26 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada lagi penjaga, tak ada lagi kesibukan di luarnya. Rumah besar di Jalan Diponegoro 29, Jakarta Pusat, itu kini terasa lengang. Tak ada lagi buku tamu yang harus diisi serta ajudan dan petugas protokolyang ketat mengatur jadval setiap tamu yang datang. Mobil "Indonesia 2" juga tak nampak siap lagi di halaman rumah. Semuanya itu berakhir sejak 12 Maret 1983. Adam Malik tak lagi jadi wakil presiden. Toh masih ada yan tak berubah. Tuan rumah Adam Malik dan Ny. Nelly tetap dengan ramah dan terbuka menyambut para tamunya. Ny. Sum Sukemi, sekretaris yang dengan setia telah 19 tahun mengikuti Pak Adam, masih tetap ada di belakang meja kerjanya. Di antara yang berubah dan yang tetap itu ada yang nyaris hilang. Pertengahan pekan lalu, beberapa pot tanaman antik yang terletak di beranda depan sempat diangkut maling ke pinggir jafan. Untung kemudian ketahuan. Mungkin untuk menjaga diri dan mengisi kelengangan ini, anak-anak keluarga Malik melakukan semacam "siskamling": secara bergilir bergantian menginap di rumah orangtua mereka. Untung tak cuma mereka. Selain sanak keluara yang sekarang lebih sering bertandang, banyak juga kenalan lama Adam Malik yang datang berkunjung. Sebagian datang di malam hari atau tanpa perjanjian lebih dulu. Ada juga pemuda dan mahasiswa yang kini dengan leluasa bisa menemui bekas menlu dan wapres ini. Rumah ini dulunya memang rumah yang terbuka - khas rumah orang pergerakan, bukan rumah "orang dinas". "Saya kini bebas. Tidak ada lai kini yang mengikat saya. Saya merasa lebih senang. Tapi sekarang saya lebih repot. Siapa saja bisa datan ke sini tanpa dibatasi," ujar Adam Marik Sabtu lalu, tatkala ditemui TEMPO di rumahnya. Tumpukan buku, koran dan majalah tampak bergeletakan tak teratur di ruang tengah yang kini dijadikan ruang kerjanya. "Saya ini hak rakyat. Milik rakyat. Penalaman saya ada, biarpun sedikit. Kalau ada yang menanyakan dan mau mendengar pengalaman ini, tentu saya bersedia," kata Adam Malik. Diakuinya orang belum "berani" mengundang dia, untuk memberi ceramah misalnya. "Mungkin mereka mengira saya masih repot atau masih capek," tambahnya. Adam Malik kelihatannya kini memang lebih santai. Pekan lalu ia sempat mengunjungi Taman Ismail Maruki dan juga membuka pameran lukisan Antonio Maria Blanco di Kebayoran Baru. Ia juga sempat menjelaskan hasil kerja Komisi Brandt pada suatu pertemuan pers. Ia salah satu angeota komisi internasional yang diketuai tokoh sosialis Jerman Willy Brandt, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu. Malik juga baru saja terpilih sebagai salah satu dari 19 anggota Independent Commission on Humanitarian Issues, yang dibentuk PBB, beranggotakan antara lain bekas Presiden Bank Dunia Robert McNamara dan bekas Menlu Inggris David Owen. Merasa kehilangankah dia setelah tak memegang jabatan pemerintahan? "Mengapa saya harus Shock Saya malahan harus bersyukur, karena mendapat kebebasan saya kembali. Saya orang perjuangan sejak dulu. Tidak ada keinginan saya untuk selamanya duduk dalam pemerintahan. Yang hidup dalam hati saya itu rakyat: nasib rakyat, perjuangan rakyat, cita-cita rakyat," jawabnya, dengan tempo cepat. Menurut Pak Adam, apa yang paling diinginkan rakyat sekarang ini? Dengan tangkas jawabnya: "Pelaksanaan Pancasila, bukan penghafalan Pancasila. Hafalan kan bisa hilang. Pancasila jangan dikomandokan. Pancasila seharusnya tumbuh secara alamiah di tengah masyarakat, sebab kalau tidak, tidak mungkin itu bisa abadi. Pancasila harus dipraktekkan dalam kehidupan yang nyata." Katanya pula: "Semestinya partai-partai harus menjembatani keinginan rakyat yang tumbuh dalam masyarakat. Tapi partai-partai sekarang belum hidup dan menjalankan fungsi mereka yang sesungguhnya sebagai partai politik. Golkar juga begitu. Apakah mereka pernah mengadakan rapat anegota atau memberikan pendidikan politik pada para anggotanya? Seharusnya organisasi-organisasi ini jangan menjadi perkumpulan pimpman saia. Untung para anggotanya diam saja. Ini yang dihidupkan," katanya - suara orang pergerakan 40 tahun yang lalu. Adakah niatnya untuk bergabung dengan kelompok oposan, misalnya, Petisi 50? "Tak mungkin saya masuk ke sana. Saya bukan orang yang menggerutu. Memasuki suatu kelompok berarti akan menyempitkan langkah saya. Ruang lingkup saya itu seluruh rakyat. Dan saya kan masih Golkar," ujarnya. Tokoh berusia 65 tahun ini tampak masih gesit dan bersemangat. Tiap pagi ia tak lupa menjalankan Orhiba ("Itu bisa dilakukan sambil mandi") dan sesekali juga berolah raga golf ("Berapa score-nya tak penting buat saya"). Usia tak dianggapnya rintangan. "Kalau Tuhan masih memberi tenaga pada saya, tentu akan saya berikan tenaga saya pada rakyat," katanya. Ketika pertemuan ini selesai, Adam Malik bersedia untuk duduk dipotret. Kemudian dia berdiri, mengambil kameranya, dan memotret balik para tamunya. Dari luar terdengar deru mobil yang melewati Jalan Diponegoro - jalan utama di daerah elite lama itu. Tapi tempat parkir rumah yang satu ini sepi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus