Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak melanjutkan persidangan sengketa hasil pemilihan gubernur (pilgub) Jawa Timur. “Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan dismissal pada Selasa, 4 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyampaikan bahwa perkara tersebut tidak dapat diteruskan karena argumen-argumen yang diajukan oleh pasangan calon Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar atau Gus Hans sebagai pemohon dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan fakta yang terungkap selama persidangan, para hakim konstitusi menilai bahwa dalil-dalil yang disampaikan pemohon tidak relevan. “Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah berpendapat dalil pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum,” ujar Saldi.
Salah satu dalil yang diajukan, yakni dugaan politisasi bantuan sosial (bansos), ditolak oleh MK. Lembaga tersebut menilai bahwa tuduhan tersebut hanya berupa asumsi tanpa disertai bukti yang mendukung.
“Pandangan demikian menurut Mahkamah hanya akan menjadi asumsi kecuali dibuktikan oleh pemohon bahwa memang ada keterkaitan secara nyata antara bansos yang dibagikan dengan perolehan suara salah satu pasangan calon,” kata Saldi.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, kuasa hukum pasangan Risma-Gus Hans, Tri Wiyono Susilo, meminta MK untuk mendiskualifikasi pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elistiantio Dardak dengan alasan dugaan politisasi bansos dalam Pilgub Jawa Timur 2024.
"Bansos yang kami temukan itu penyebarannya di setiap kabupaten kota di seluruh Jawa Timur itu berkorelasi dengan jumlah pemilih pasangan calon nomor urut 02,” kata Tri Wiyono saat ditemui seusai persidangan, Rabu, 8 Januari 2025.
Tak hanya itu, MK juga menolak gugatan sengketa Pilgub Sumatera Utara yang diajukan oleh pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri, sehingga proses persidangan atas perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata hakim MK Suhartoyo pada pembacaan putusan dismissal di Gedung I MK pada Selasa, 4 Februari 2025.
Hakim MK, Guntur Hamzah, menjelaskan bahwa argumen yang disampaikan Edy-Hasan terkait bencana banjir yang diduga menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih bukanlah kesalahan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara.
Menurutnya, KPU telah menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan hukum dengan mengadakan pemungutan suara susulan (PSS) dan pemungutan suara lanjutan (PSL).“Terkait dengan partisipasi pemilihan tetap rendah, bahkan setelah dilaksanakan PSL dan PSS. Hal tersebut bukanlah merupakan kesalahan atau kelalaian termohon (KPU),” ujarnya.
Selain itu, dalil-dalil lain yang diajukan oleh tim Edy-Hasan juga ditolak. Berdasarkan fakta hukum yang terungkap selama persidangan, MK menilai bahwa argumen-argumen tersebut tidak relevan, sehingga permohonan mereka akhirnya ditolak. “Mahkamah berpendapat dalil permohonan a quo tidak beralasan menurut hukum,” kata Guntur.
Petahana sekaligus calon bupati terpilih, Sugiri Sancoko mengapresiasi putusan MK yang menolak seluruh gugatan pasangan calon nomor urut 01. Dengan putusan ini, pasangan nomor urut 02, Sugiri Sancoko-Lisdyarita, resmi dinyatakan sebagai pemenang Pilkada Ponorogo.
Menanggapi keputusan tersebut, Sugiri Sancoko menyampaikan rasa terima kasih kepada masyarakat Ponorogo atas kepercayaan yang diberikan, serta memberikan apresiasi kepada KPU, Bawaslu, dan berbagai pihak yang telah menjaga pelaksanaan Pilkada sesuai prinsip Luber Jurdil.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat menghormati putusan MK tersebut. "Kami dimenangkan oleh rakyat dan Allah SWT. Tugas kami ke depan adalah mewujudkan mimpi masyarakat agar Ponorogo lebih hebat dan bermartabat," ujar Sugiri, dikutip dari Antara.
Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan artikel ini.