Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setumpuk Calon Untuk Sedikit Kursi

Pengajuan daftar anggota DPR untuk pemilu 1982, PPP belum berhasil menentukan calon-calonnya. Dari Golkar sebagian besar calon terdiri dari para tokoh Korpri dan Pepabri.

10 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSIAPAN Pemilihan Umum 1982 telah selangkah lebih maju. Daftar calon sementara anggota DPR 1 Oktober lalu diserahkan pimpinan parpol dan Golkar kepada Panitia Pemilihan Indonesia (PPI)--tertunda tiga hari atas permintaan Partai Persatuan Pembangnan (PPP). Daftar calon yang diterima Wakil Ketua PPI Ali Said itu mencantumkan nama 2.016 orang. Kursi yang diperebutkan cuma 360 buah. Tapi jumlah orang yang berminat menjadi wakil rakyat itu toh belum melewati Batas maksimal. Masing-masing peserta berhak mencalonkan dua kali kursi yang diperebutkan, 720 orang. Pengajuan nama calon itu tidak berarti semuanya telah beres, Misalnya yang terjadi di PPP. Sampai 1 Oktober lalu presidensi partai belum berhasil menyelesaikan kemelut. Unsur MI menuntut agar jumlah kursi 3 partai (MI, SI dan Perti) lebih besar ketimbang NU dalam tubuh PPP (TEMPO, 3 Oktober 1981). "Akhirnya, daftar calon masing masing unsur diserahkan kepada pemerintah," kata Drs. Sudardji, anggou DPPPPP dari unsur MI. "Terserah pada pemerintah untuk menentukan urutannya," tambahnya. Akibatnya jumlah calon yan didaftarkan melebihi maksimal. "Calon PPP sekitar 800 orang," kata Jusuf Hasyim dari unsur NU. NU rupanya tidak begitu sepakat jika pembagian kursi ditentukan pemerintah. "Kalau uni terjadi, akan timbul tafsiran telah terjadi "pengangkatan umum". Jelas ini mengurangi kedaulatan masingmasing partai," kata Jusuf Hasyim. Namun Ml rupanya tidak peduli dengan sikap NU ini. "Saya kira pemerintah tahu, bahwa kami sudah tidak berhasil menyelesaikan sendiri," tukas Sudardji. Lain PPP lain pula Golkar. Menghadapi gelombang perebutan kursi Golkar tampaknya sudah lebih siap. Sejak awal tahun ini, pimpinan DPP giat mengadakan lobby dengan daerah. Yang semula agak merepotkan adalah datangnya calon berlebihan dari unsur dalam keluarga besar Golkar. Masing-masing unsur --antara lain SOKSI, MKGR, Kosgoro, Korpri dan Pepabri -- mendesak agar anggota mereka mendapat prioritas. Berapa calon yang masuk "Rata-rata tiap provinsi 100 orang," kata Drs. Moerdopo, Sekretaris Bappilu (Badan Persiapan Pemilihan Umum) yang antara lain bertugas menyusun para calon. Dari sekitar 2.700 pendaftar, Golkar hanya menerima 72 orang saja. Kabarnya akibat pergesekan pengajuan calon ini, telah terjadi sedikit kericuhan dalam Golkar, yang hanya bisa diselesaikan dalam pertemuan Dewan Pembina. "Untung semua itu bisa diatasi setelah dewan pembina turun tangan," kata seorang pimpinan Golkar. Hingga semua pihak puas. SOKSI misalnya, merasa puas 43 calon yang disodorkan masuk. "SOKSI tidak memperhitungkan pengaruhnya bagi kemenangan Pemilu dan jumlah kursi di DPR. Biar cuma lima orang, asal berkualitas, tidak mengapa," kata Ketua Umum DPP SOKSI Suhardiman. Yang diincar SOKSI rupanya bukan Pemilu 192. "Sejak lama kami mempersiapkan untuk Pemilu 1987. Kalau yang tua sudah mundur, orang muda akan mendapat tempat," katanya. Pendapat sama juga diungkap Mas Isman, Ketua Umum DPP Kosgoro. "Kosgoro tidak mempersoalkan jatah bagi anggotanya di DPR," katanya di kantornya Wisma Kosgoro, lantai 17. Sekarang, Kosgoro kebagian 34 kursi di DPR. "Untuk 1982, berapa saja kami terima," kata Mas Isman kalem. Ia rupanya tidak mentargetkan berapa kadernya yang harus tercantum dalam daftar calon nanti. "Aspirasi Kosgoro sama dengan Golkar. Dus tidak perlu mempersoalkan calon," umbahnya. Dalam daftar calon Golkar, Korpri kabarnya memperoleh "jatah" terbanyak, yakni 160 orang, Pepabri 50 orang dan sisanya "kelompok swasta" dan profesi. "Korpri mendapat jatah banyak karena praktis yang paling efektif memenangkan Golkar adalah mereka," kata seorang pimpinan Golkar. Ini merupakan petunjuk bahwa Golkar dalam Pemilu mendatang akan lebih mengaktifkan jalur birokrasi untuk bisa unggul. Namun "kelompok swasta" yang terdiri dari generasi muda dan unsur itu tidak perlu khawatir melihat komposisi itu. "Sebagian calon Korpri dan Pepabri itu adalah pejabat tinggi dan menteri yang cuma menjadi vote getter," kata tokoh ini lagi. Artinya mereka tidak akan duduk dalam DPR. Karena itu pula, salah seorang anggota dewan pembina kabarnya dengan gigih memasukkan unsur generasi muda Angkatan 66 menjadi calon. "Kalau tidak sekarang masuk, kapan lagi? " kata sumber itu menirukan. Yang cukup lancar penentuan daftar calon kali ini PDI. Urutan dan jumlah nama 496 calonnya ditentukan berdasarkan patokan hasil Pemilu 1977. "Ketentuan lain, calon harus bersumber dari cabang," kata Hardjantho Sumodisastro, Ketua I DPP PDI pada TEMPO. Hasilnya, daerah yang menjadi basis PNI, calon yang menduduki ranking pertama juga dari unsur itu. Kelancaran pencalonan dalam tubuh PDI, kabarnya, sangat ditentukan oleh "ketegasan" Ketua Umum Sunawar Sukowati yang menanganinya secara langsung. "Yang bukan orangnya, jelas disingkirkan," kata seorang anggota F-PDI. Tampilnya "orang" Sunawar tampak jelas di Jawa Barat. Dudy Singadilaga, Ketua DPD PDI Ja-Bar yang dalam Pemilu 1977 pernah berkampanye agar massa PDI menusuk Golkar, mendapat angin setelah Sunawar naik dari 82 calon untuk DPRD Ja-Bar, tidak terlihat nama-nama bekas Ketua DPD PDI aman Sanusi, Otto Suryapranata dan kelompoknya. "Mereka telah disapu bersih dari daftar calon," kata Suparman SH, Wakil Ketua DPD PDI. Pencalonan anggota PDI dari Ja-Bar cukup lancar karena Otto Suryapranata bersikap pasif. "Kami tidak diberi formulir pencalonan. Karena itu kami tidak mencalonkan," kata Otto yang mengaku masih resmi sebagai Ketua DPD dan mempunyai cabang di seluruh Ja-Bar. Ia kini sudah mengalihkan kegiatannya di bidang sosial dan pendidikan. Beradanya Sanusi Hardjadinata dan Usep Ranawijaya di Bandung, semula diduga akan merumitkan proses pencalonan. "Nyatanya, pencalonan berjalan lancar," ujar Eduard Hutabarat, Wakil Sekretaris DPD PDI Dudy. Rupanya, kelompok Otto berniat tiak akan berkampanye untuk siapa pun dalam Pemilu nanti. Selera pimpinan partai dalam menentukan calon juga tampak di PPP. Dari MI ditampilkan 26 calon jadi -- 12 orang di antaranya wajah baru--untuk DPR. Beberapa orang yang dianggap tidak cocok dengan Ketua Umum J. Naro digeser. Yang tidak masuk pencalonan antara lain Mashud Dulhaq dari Lampung, Jadil Abdullah dari Bengkulu dan beberapa orang dari Ja-Tim yang selama ini dianggap "berani" menghadapi Naro. Sedang orang dekat Naro yang diharapkan akan mendapat kursi DPR nanti antara lain ajudan Naro sekarang ini Kemas Badaruddin, untuk daerah pemilihan Sumatera Selatan, Ny. Djalinus untuk Riau, dan dr. Muis untuk Kalimantan Tengah. Ketua Komisi VII DPR Sudardji yang dekat dengan Naro tetap mewakili Sumatera Utara dan Cholil Badawi serta Jusuf Syakir masih tercantum mewakili Jawa Tengah. Rasa was-was juga dialami sebagian calon dari NU. Rais Aam NU, K.H. Ali Ma'shum mengirim surat kepada K.H. Anwar Musaddad, Wakil Rais Aam 24 September lalu. Surat itu antara lain mengatakan "agar orang-orang yang tidak tunduk pada keputusan Munas Ulama NU Kaliurang supaya ditinjau kembali pencalonannya," kata Anwar Musaddad pada TEMPO. Agaknya yang menjadi sasaran surat itu adalah Chalid Mawardi dan Tosari Wijaya, Ketua Umum dan Sekjen GP Ansor, yang mengusulkan pemilihan kembali Presiden Soeharto dan memberinya gelar Bapak Pembangunan. Ini merupakan keputusan Konbes GP Ansor, beberapa hari setelah Munas Ulama Kaliurang awal September. Dalam daftar calon sementara, Chalid Mawardi yang kini menjadi Ketua Komisi I DPR, menempati urutan calon ketujuh dari unsur NU untuk Jawa Tengah. Walau menempati ranking atas-dalam Pemilu 1977 di Jawa Tengah mendapat 14 kursi--Chalid termasuk kelompok was-was karena turunnya surat dari Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta itu. Kabarnya K.H. Hamid, dari Syuriah NU Jawa Tengah juga mengirim surat yang isinya serupa kepada K.H. Masykur. Chalid sendiri belum berkomentar atas munculnya kedua surat itu. NU juga akan banyak menampilkan wajah baru di antara 319 calonnya yang diajukan ke PPI itu (dalam Pemilu 1977 NU kebagian jatah kursi 56 buah). Pendatang baru yang menempati prioritas pertama antara lain H. Atabik Ali Ma'shum --putra Rais Aam NU, H.M. Sanusi dan H. Faisal Hamid. Namun dalam daftar calon juga terlihat ada wajah lama dan tokoh lama sekedar menjadi vote geter. K.H. Idham Chalid menjadi calon NU nomor 9 untuk DKI Jakarta, padahal, NU di ibukota hanya kebagian kursi dua buah dalam Pemilu 1977. Sedang K.H. Masykur mendapat urutan ke 26 untuk calon Jawa Timur. Pada pemilu lalu NU cuma mendapat sembilan kursi di provinsi ini. Yang cukup mengagetkan justru Mahbub Djunaidi. Tiba-tiba Wakil Sekjen PPP ini bersedia masuk daftar calon untuk anggota MPR. Namun tokoh NU yang kolumnis ini menyodorkan syarat: harus mewakili daerah Timor Timur. "Mau dibilang kelakar, bisa juga. Tapi sebenarnya saya serius," katanya pada TEMPO. Ia sengaja tidak mau berebut dengan rekan-rekannya yang mengincar daerah "basah" seperti Jawa Timur, Mahbub memperkirakan ia tidak akan terpilih. Untuk pemilih yang tidak lebih dari 5.000 orang dari Tim-Tim, ia juga mesti bersaing dengan calon lain, Zen Bajeber. PDI juga berniat memperbaiki wajahnya di parlemen. Sekitar 50% anggota lama diganti dengan yang baru. "Kira-kira 40 persen sarjana," kata Hardjantho. Peningkatan mutu anggota ini mungkin disesuaikan dengan tuntutan sesudah 1982 nanti. Tapi tidak berarti anggota DPR dari PDI sebelumnya kurang aktif. "Walau kecil, kualitasnya cukup baik," katanya. Golkar pun tidak mau ketinggalan menyajikan calon yang bermutu. "Yang jelas, 200 orang lebih sarjana," kata Moerdopo. Kecuali itu, Golkar juga mengganti 50% lebih anggota DPR yang lama. "Sedang kelompok pemikir yang selama ini menonjol di DPR tetap dipertahankan," kata seorang pimpinan Golkar. Jumlah "tenaga inti" FKP ini kira-kira 30 orang. Tentu saja anggota yang cuma hadir hanya kalau Presiden berpidato di DPR akan ditertibkan. Mereka diharuskan memilih, tetap di DPR atau menjadi pegawai negeri atau pimpinan organisasi. Masalah izin yang dalam Pemilu 1971 dan 1977 mengganjal calon parpol ternyata tetap menjadi hambatan besar bagi PDI dan PPP. Ketua DPW PPP Ja-Teng Karmani misalnya, terpaksa sibuk berurusan dengan Departemen Agama untuk minta izin "bebas sementara" bagi 59 calonnya. "Ada instruksi Menteri Agama yang melarang memberi izin bagi karyawan departemennya menjadi calon parpol," kata Karmani. Walau telah bertemu sendiri dengan Menteri Alamsyah, Karmani toh masih pulang dengan tangan kosong. "Para calon harus memilih. Kalau mau menjadi anggota DPR harus berhenti sebagai pegawai negeri," katanya. Peran para votegetter--pemancing suara, dalam Pemilu 1982 tetap dianggap menentukan. Golkar, seperti Pemilu sebelumnya, memasang nama-nama tokoh berpengaruh sebagai calon pada urutan pertama. Wakil Presiden Adam Malik kali ini masih menduduki calon nomor satu di Sum-Ut, diikuti Menko Polkam M. Panggabean. Kabarnya Sultan Hamengkubuwono IX didaftar sebagai calon pertama untuk Ja-Teng diikuti Menko Kesra Surono. Menko Ekuin Widjojo Nitisastro menjadi calon pertama Ja-Tim. Sedang para menteri dan pejabat tinggi lainnya juga bakal turun gelanggang berkampanye karena mendapat "jatah" dicalonkan pada semua daerah pemilihan tingkat provinsi. Yang menarik: terjadi pergeseran daerah pemilihan buat sementara pimpinan Golkar sendiri. Amir Moertono yang selama ini merupakan wakil Ja-Tim, dipindah mewakili Ja-Teng. Konon ia mulai kurang populer di daerah asalnya karena kebijaksanaannya yang dilaksanakan lewat Majelis Dakwah Islamiyah (MDI). Tapi Ir. Soekorahardjo, Wakil Ketua DPD Golkar Ja-Teng menilai lain. "Pak Amir mendapat tugas menggarap daerah padat Banyumas," katanya. Dengan masuknya Amir Moertono, Ja-Teng tidak lagi mencalonkan Sapardjo, Menteri Sosial. Provinsi ini juga tidak mencalonkan Sugiharto, Wakil Ketua DPP Golkar yang gigih memperjuangkan penghapusan pukat harimau di pesisir Ja-Teng itu. Bersama Sarwono Kusumaatmadja, tokoh yang suka membuat pernyataan yang mengagetkan ini ditarik sebagai calon DKI Jakarta sesudah urutan pertama, Ali Moertopo. "Calon Jakarta harus dipilih orang yang berbobot. Dalam Pemilu 1977, calon Golkar tidak mampu menandingi calon kontestan lainnya," ujar seorang tokoh Golkar. Sugiharto sendiri tampaknya tidak peduli dengan daerah pemilihan. "Saya tidak tahu persis, dicalonkan di Jakarta atau di neraka," katanya sembari tertawa lebar. "Yang menentukan semua itu dewan pembina," tambahnya. Ia juga tidak mempermasalahkan rankin,. "Itu hanya soal protokoler. Siapa yang kemudian diangkat, tergantung organisasi," karanya. DI PDI para anggota DPR yang di-recall tempo hari seperti J Ny. D. Walandouw, Usep Ranawijaya, Sulomo, Abdul Ranawijaya dan Santoso Donoseputro tidak tercantum lagi dalam daftar calon. "Sampai batas waktu pencalonan, kami tidak menerima usulan cabang. Mungkin mereka memang tidak bersedia dicalonkan," kata Sekjen DPP PDI, Sabam Sirait. Tokoh lain yang mendapat dukungan cabang tapi tidak bersedia dicalonkan antara lain Frans Seda dan Hardi. "Namun mereka tetap akan mendukung PDI," tambah Sabam. Ada wajah baru dalam daftar calon PDI. Guntur Sukarnoputra, putra sulung Bung Karno dicalonkan untuk daerah pemilihan Ja-Tim. "Pada prinsipnya ia bersedia dicalonkan. Dan lagi sudah ada lampu hijau dari pemerintah ," kata Sabam . Berapa kursi yang berhasil diraih masing-masing kontestan Pemilu akan ditentukan pada hari pencoblosan 4 Mei tahun depan. Nama para calon bisa diketahui setelah panitia peneliti PPI merampungkan tugasnya menyaring calon anggota DPR 12 Oktober nanti. "Penelitian daftar calon itu tampaknya tidak akan banyak kesulitan. Sebab, setidaknya 50 persen adalah orang lama yang sudah diketahui identitasnya," kata Ketua Panitia Peneliti PPI yang juga Dirjen Sospol Depdagri Prapto Prayitno pada TEMPO. Ada syarat yang pasti menggugurkan calon, misalnya bekas anggota PKI yang masuk golongan C. "Mereka tidak bisa menjadi calon, tapi bisa memilih," katanya. Bagaimana dengan penandatangan Petisi 50? "Memang tidak ada peraturan yang melarang. Tapi saya yakin, tak ada yang memasukkan mereka dalam daftar calon," kata Prapto Prayitno. Pengumuman daftar calon sementara akan dilakukan bulan Desember dan calon tetap Januari-Februari, masing-masing selama dua minggu. Nampaknya jalan menuju kursi DPR itu masih agak panjang. Para calon itu, seperti dikatakan Menteri Kehakiman Ali Said merupakan "warga negara yang terbaik". Dan karena itu perlu sabar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus