Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Suara Para BEM Soal Gaduh Wacana Izin Tambang untuk Perguruan Tinggi

Banyak Badan Eksekutif Mahasiswa alias BEM ramai-ramai menolak rencana pemberian izin tambang untuk perguruan tinggi.

2 Februari 2025 | 14.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mahasiswa BEM Banten Raya menggelar aksi demonstrasi 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, 30 Januari 2025. Tempo/Amston Probel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wacana pemberian wilayah izin usaha pertambangan atau WIUP untuk perguruan tinggi membuat sejumlah Badan Ekskutif Mahasiswa alias BEM mencak-mencak. Ramai-ramai mereka menolak rencana pemberian izin tambang yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara atau RUU Minerba tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun rancangan beleid itu telah diamini Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR RI sebagai usulan inisiatif dalam rapat Pleno di Gedung Parlemen, Jakarta, pada Senin, 20 Januari 2025. Beberapa kampus menanggapi rencana kebijakan itu dengan abu-abu alias malu-malu mau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berbeda dengan pihak kampus, sejumlah BEM tegas menentang rencana kampus ikut menambang. Izin tambang untuk perguruan tinggi mereka nilai banyak menggendong mudarat ketimbang sisi positifnya. Selain berpotensi membuat kampus tidak independen, kebijakan juga disebut sebagai upaya membungkam akademisi.

Berikut sederet tanggapan sejumlah BEM ihwal rencana pemberian izin usaha tambang untuk perguruan tinggi, dirangkum Tempo:

1. BEM UI

BEM Universitas Indonesia (UI) menolak usulan agar perguruan tinggi bisa mengelola tambang. Ketua BEM UI Iqbal Cheisa Wiguna mengatakan wacana tersebut bisa menimbulkan sejumlah kemunduran bagi dunia akademik. Salah satu hal yang ia soroti ihwal potensi konflik kepentingan.

“Pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi sangat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan perilaku koruptif,” kata Iqbal saat dihubungi Tempo pada Jumat, 24 Januari 2025.

Menurut Iqbal, perguruan tinggi perlu fokus pada tri dharma, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. BEM UI menilai wacana WIUP dapat mengaburkan tujuan akademik dan beralih menjadi tujuan komersial dalam urusan pengelolaan tambang.

Alih-alih mengelola tambang, kata dia, perguruan tinggi harusnya meneliti dan mengkritisi pengelolaan tambang agar dapat dilakukan dengan ramah lingkungan dan tidak serampangan. Selain itu, ia menilai pengelolaan tambang dapat mengekang kebebasan akademik, khususnya dalam kegiatan penelitian pertambangan.

BEM UI juga menyoroti potensi dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan. Menurut Iqbal, wacana tersebut bisa menimbulkan dilema antara pendidikan yang murah atau lingkungan yang ramah. Eksploitasi secara terus menerus dengan melibatkan perguruan tinggi dapat memperburuk lingkungan dengan justifikasi pendidikan.

2. BEM SI

Koordinator Pusat Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Satria Naufal, juga tegas menolak wacana pemberian izin usaha tambang dari pemerintah untuk dikelola perguruan tinggi. Ia menilai, alasan pemberian izin tersebut hanya untuk menurunkan biaya kuliah hanya akal-akalan belaka.

“Kami tak bodoh, sudah cukup berbagai narasi persuasif dijadikan penawar kemarahan rakyat,” kata Satria ketika dihubungi Tempo pada Sabtu malam, 25 Januari 2025.

Satria beranggapan, pemerintah memandang mahasiswa dan akademisi yang berpikir kritis sebagai musuh negara yang harus dijinakkan. Oleh karenanya, izin untuk mengelola tambang akhirnya diberikan juga ke kampus dengan harapan kampus tidak lagi agresif ke pemerintah.

“Pemerintah melihat kritisnya kampus, baik dosen, mahasiswa, hingga guru besar adalah musuh bagi negara. Sehingga lahirlah pola pikir kampus harus diikat dengan IUP dan wewenang pengelolaan tambang,” kata Satria.

3. BEM UGM

BEM Universitas Gadjah Mada atau UGM turut menolak usulan perguruan tinggi bisa mengelola tambang. Ketua BEM UGM, Nugroho Prasetyo Aditama, meminta DPR RI mencabut usulan yang termuat dalam RUU Minerba itu. Mereka meminta wakil rakyat mengutamakan kebijakan yang mengedepankan transparansi, keberlanjutan lingkungan, serta kesejahteraan masyarakat.

“BEM KM UGM mendesak pemerintah dan DPR untuk menghentikan revisi ini dan mengutamakan kebijakan yang mengedepankan transparansi, keberlanjutan lingkungan, serta kesejahteraan masyarakat,” kata Nugroho dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo, Selasa, 28 Januari 2025.

BEM UGM juga menilai usulan itu bisa jadi kedok membungkam kebebasan akademik. Selain itu, menurut Nugroho keterlibatan dalam pengelolaan tambang berpotensi menciptakan konflik kepentingan dan merusak nilai-nilai dasar kampus sebagai institusi independen.

Lebih lanjut, BEM UGM menilai memberikan WIUP kepada perguruan tinggi dapat menyeret institusi pendidikan dalam praktik yang berpotensi merusak ekosistem. “Tambang telah terbukti menjadi salah satu sektor yang sering kali berdampak negatif pada lingkungan,” ujar dia.

4. BEM USU

BEM Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) turut menolak RUU Minerba yang mewacanakan perguruan tinggi bisa mengelola tambang. Menurut Ketua BEM USU Muzammil Ihsan, hal itu bertentangan dengan fungsi utama perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat

“Juga membuka peluang besar bagi eksploitasi sumber daya alam secara masif yang berdampak buruk bagi lingkungan, masyarakat, serta masa depan pendidikan Indonesia.” Kata Muzzamil kepada Tempo, Rabu 29 Januari 2025.

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menurut Muzzamil, sektor pertambangan adalah salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan di Indonesia. Aktivitas pertambangan sering kali mengakibatkan deforestasi, pencemaran air akibat limbah beracun, degradasi tanah, serta emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Perguruan tinggi, ujar Muzzamil, seharusnya menjadi garda terdepan dalam menciptakan solusi bagi krisis lingkungan, bukan justru ikut serta dalam eksploitasi yang selama ini terbukti merusak alam dan mengorbankan hak-hak masyarakat lokal.

“Belajar dari sejarah pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, pertambangan merupakan sektor yang rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Banyak kasus di mana izin tambang diberikan secara tidak transparan dan sering kali merugikan masyarakat setempat.” Kata Muzammil.

Sahat Simatupang, Hammam Izzuddin, dan Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus