SYARIAT Islam memang gagal masuk amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Tapi di berbagai daerah, di alam otonomi ini, hukum Islam itu—walau serba terbatas—sudah mulai diterapkan.
Yang terbaru menerapkannya adalah Kabupaten Pamekasan di Madura. Senin pekan lalu, dari atas panggung sederhana di halaman Masjid Agung Asy-Syuhada, Bupati Dwiatmo Hadiyanto mencanangkan pemberlakuan aturan baru ini. Sebuah surat edaran telah dikeluarkan jauh-jauh hari. Isinya: anjuran pemakaian busana muslimah, penyediaan waktu khusus salat berjemaah bagi karyawan, dan pembinaan agama sebulan sekali. Ada lagi: penambahan jam pelajaran agama dari tiga jam menjadi enam jam seminggu.
Bukan hanya Pamekasan yang telah menerapkan hal itu. Kabupaten Maros, Sinjai, dan Gowa di Sulawesi Selatan serta Cianjur, Indramayu, dan Garut di Jawa Barat melakukan hal serupa. Kabupaten Tasikmalaya, yang dikenal sebagai kota santri, tampaknya juga berada dalam "antrean".
Di Indramayu, misalnya. Kabupaten ini menyerukan agar warganya memakai baju koko dan busana muslimah setiap hari Jumat. Ketentuan ini berlaku bagi pegawai instansi pemerintah. Selain itu, ada anjuran untuk menghentikan aktivitas kerja di kantor sepuluh menit menjelang dan sesudah salat zuhur. Di beberapa instansi, ada juga yang mewajibkan karyawannya membaca Al-Quran 30 menit sebelum memulai kerja.
Sesederhana itukah syariat Islam? Tentu tidak. Menurut Wakil Ketua DPRD Pamekasan, Fadholi Muhammad Ruham, ketentuan ini hanya awal dari penerapan syariat secara utuh, termasuk penerapan hukum pidana Islam kelak di kemudian hari. Ia menilai, secara kultural tak akan ada hambatan yang berarti dalam penerapan syariat secara utuh di wilayahnya. "Bila Aceh serambi Mekah, Madura bisa disebut serambi Madinah," kata Fadholi.
Lain Madura, lain juga Gowa dan Jeneponto. Sejak beberapa bulan lalu, masyarakat di dua kabupaten Sulawesi ini telah menerapkan hukum potong tangan (kisas) pada pelaku kejahatan di kawasan tersebut. Inisiatif yang tumbuh langsung dari masyarakat ini ternyata membuahkan hasil. Kawasan yang dulu rawan itu kini hampir sepi dari kejahatan.
Bagi kawasan Gowa, Jeneponto, dan Sinjai, sebenarnya syariat Islam bukan barang baru. Ketika kelompok Kahar Muzakkar berkuasa pada 1960-an, ide Negara Islam Indonesia subur di sana. Hukum Islam juga ditegakkan. "Saya melihat sendiri para pencuri dipotong tangannya di depan umum," kata Yahya Abdullah, seorang tokoh ulama di Sinjai. Dan menurut dia, kala itu bisa dikatakan tak ada kejahatan berarti di wilayah tersebut.
Menurut Abdurrahman Basalamah, mantan Rektor Universitas Muslim Indonesia, keinginan masyarakat untuk menerapkan syariat Islam adalah bentuk ketidakpuasan atas hukum positif yang berlaku saat ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa hukum justru menjadi perintang penegakan hukum itu sendiri. "Hukum Islam dipandang mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat," kata Abdurrahman.
Hal yang sama diutarakan Bupati Cianjur, Wasidi Swastomo. Menurut dia, penerapan syariat di wilayahnya juga disebabkan oleh sudah tak mampunya warga menahan rasa jenuh akan maraknya kejahatan, praktek korupsi, dan tiadanya keadilan dalam hukum.
Tentu tidak semua warga masyarakat sepakat dengan beleid yang dikeluarkan pemerintah daerahnya. Ini tidak hanya muncul dari kalangan awam, tapi tak kurang juga dari kalangan pemuka agama setempat. Di Garut, misalnya, pemimpin Pesantren Luhur Al-Wasilah, Thonthowi Musaddad, kurang menyetujui penerapan syariat seperti yang berlaku di wilayahnya. Menurut dia, syarat-syarat untuk memberlakukan syariat Islam belum lagi cukup. Karena itu, ia memandang bahwa saat ini belum wajib hukumnya menerapkan syariat Islam. "Kalau syaratnya cukup, baru wajib," kata Thonthowi tanpa merinci syarat-syarat itu.
Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta, Azyumardi Azra, menilai keinginan beberapa daerah untuk menerapkan syariat Islam tersebut bertentangan dengan konstitusi. Menurut dia, UUD 1945 hanya menyatakan Indonesia sebagai negara yang berketuhanan dan, karena itu, jangan ada perlakuan yang eksklusif bagi pemeluk agama tertentu. Karena itu pula Azyumardi menyatakan bahwa pemerintah seharusnya tidak memberikan toleransi kepada daerah-daerah yang memaksakan diri menerapkannya. "Seharusnya pemerintah tidak berdiam diri," katanya.
Ahmad Ali, pakar hukum dari Makassar, tak sependapat dengan Azyumardi. "Kalau penerapan itu dikehendaki masyarakat, mengapa tidak?" katanya. Menurut Ali, sepanjang upaya penerapan itu dilakukan dengan konstitusional, lewat musyawarah di DPRD, hal itu sah saja. Ali mengkritik Jakarta, yang ia nilai memaksakan pendekatan sentralistis di era otonomi ini.
Pemberlakuan aturan yang khusus untuk warga negara yang beragama Islam di negara majemuk seperti Indonesia memang perlu dipikirkan masak-masak. Apalagi jika hal ini membentur konstitusi—kesepakatan aturan bernegara yang sama-sama dirumuskan para wakil rakyat.
Toriq Hadad, Darmawan Sepriyossa, Syarief Amir (Makassar), Adi Mawardi (Madura)
Syariat di Berbagai Kota
Daerah |
Cara
Penerapan |
Dasar |
Kabupaten Pamekasan,
Ja-Tim |
Jilbab bagi karyawan
pemerintah; menutup kegiatan kala azan; penambahan jam pelajaran
agama Islam; baju koko dan kopiah setiap Jumat bagi karyawan. |
Surat Edaran Bupati
Nomor 450 Tahun 2002. |
Kabupaten Maros, Sul-Sel |
Jilbab bagi karyawan
pemerintah; menutup kegiatan kala azan; penambahan jam pelajaran
agama Islam; baju koko dan kopiah setiap Jumat bagi karyawan. |
Surat Edaran Bupati
Maros, 21 Oktober 2002. |
Kabupaten Sinjai,
Sul-Sel |
Jilbab bagi karyawan
pemerintah; menutup kegiatan kala azan; penambahan jam pelajaran
agama Islam. |
Kesepakatan DPRD,
masyarakat, dan Pemda Sinjai. |
Kabupaten Gowa, Sul-Sel
|
Jilbab bagi karyawan
pemerintah; menutup kegiatan kala azan; penambahan jam pelajaran
agama Islam. |
Adat dan kesepakatan
masyarakat. |
Kabupaten Cianjur,
Ja-Bar |
Jilbab bagi karyawan
pemerintah; menutup kegiatan kala azan; penambahan jam pelajaran
agama Islam; baju koko dan kopiah setiap Jumat bagi karyawan. |
Kesepakatan DPRD,
pemerintah, dan 36 ormas di wilayah Cianjur, 1 Muharam tahun lalu.
|
Kabupaten Garut, Ja-Bar
|
Jilbab bagi karyawan
pemerintah; menutup kegiatan kala azan; pengaturan zakat, infak,
dan sedekah. |
Perda sedang disiapkan. |
Kabupaten Indramayu,
Ja-Bar |
Baju koko, kopiah,
dan busana muslimah setiap hari Jumat untuk karyawan pemerintah;
imbauan puasa Senin-Kamis; penghentian kegiatan ketika azan; membaca
Quran 30 menit sebelum kerja. |
Seruan Bupati yang
dicanangkan pada hari jadi Indramayu ke-475 tahun ini. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini