Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Delapan anak meriung di Taman Bacaan Masyarakat Kelurahan Ngagel Rejo, Jalan Ngagel Tirtosari, Surabaya, Sabtu siang dua pekan lalu. Duduk lesehan beralas karpet merah tua, mereka membentuk formasi lingkaran. Meski mereka berada di taman bacaan, tangan para bocah itu tak memegang buku, tapi selembar kain putih berukuran kira-kira 20 x 20 sentimeter dan sebuah canting. Sebuah wajan kecil berisi malam yang dipanaskan di atas kompor plus buku Panduan Membatik yang halamannya terbuka berada di tengah-tengah mereka.
Tanpa banyak bicara, tangan-tangan mungil itu pun mulai membatik, setelah beberapa saat memelototi pola batik yang ada di buku. Ada yang membuat batik bermotif bunga, ada pula yang bermotif kartun mirip tokoh Naruto. Semua suka-suka. Anak laki-laki membatik dengan motif bunga pun rapopo.... Dengan telaten, mereka menggoreskan cantingnya. "Senang. Ini pertama kali aku belajar membatik," kata Syahrul, yang membuat batik bermotif kartun.
Belajar membatik, itulah salah satu cara yang dilakukan Nurhayati, penjaga Taman Bacaan Ngagel Rejo, untuk menarik minat anak-anak di situ agar mau datang ke taman bacaan. Dengan senang hati, perempuan asal Pekalongan, salah satu sentra batik di Jawa Tengah, ini mengajari mereka membatik. Walhasil, tak sekadar membaca buku, anak-anak juga bisa berpraktek secara langsung.
Selain buku soal batik, di taman bacaan seluas 30 meter persegi dengan 5.300 koleksi itu ada buku-buku yang cocok dikembangkan untuk usaha. "Misalnya buku tentang pembuatan telur asin, lilin aromaterapi, budi daya lele, dan kerajinan tangan dari bunga kering," ujar Nurhayati.
Kreatif menggaet warga agar mau mengunjungi taman bacaan, plus menyorongkan koleksi buku yang aplikatif, merupakan kekhasan layanan perpustakaan umum dan taman bacaan di Kota Surabaya. Atas usahanya ini, Pemerintah Kota Surabaya menyabet Indonesia MDGs Awards 2013 bidang pendidikan, yang diadakan Kantor Urusan Khusus Presiden RI untuk Millennium Development Goals. Penghargaan diterima oleh Wali Kota Tri Rismaharini di Ballroom Jakarta Theatre, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu malam tiga pekan lalu.
"Pemberian penghargaan sebagai apresiasi terhadap praktek-praktek cerdas yang dihasilkan oleh para pemangku kepentingan," ucap Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs, Profesor Nila F. Moeloek, dalam hajatan tersebut. Program penghargaan ini, menurut dia, juga bermaksud meningkatkan pemahaman serta mengajak berbagai pihak melakukan tindakan nyata dan berkontribusi terhadap pembangunan Indonesia.
"Kekuatan perpustakaan Surabaya terletak pada respons masyarakat yang sangat aktif. Salah satu indikatornya terjadi peningkatan minat baca masyarakat," kata Risma setelah menerima penghargaan.
Dalam setahun terakhir, jumlah kunjungan ke perpustakaan dan taman bacaan tercatat sebanyak 14.206.000 kali. Saat ini di Kota Pahlawan terdapat 980 titik lokasi taman bacaan dan perpustakaan. Lokasi-lokasi itu meliputi sekolah, balai rukun warga, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan taman-taman dengan koleksi mencapai satu juta buku.
Yang menarik, menurut Risma, tidak sedikit masyarakat yang memperoleh manfaat secara ekonomi dari membaca buku di perpustakaan ataupun taman baca. Ada sejumlah warga yang mulai membuka usaha kecil atau menengah setelah mendapat ilmu dari buku yang dibacanya. Dengan begitu, keberadaan perpustakaan benar-benar memberi manfaat nyata.
Manfaat itu dirasakan betul oleh Nurhayati. Selain menjaga Taman Bacaan Masyarakat Kelurahan Ngagel Rejo, kini ia bisa membuat sendiri lilin terapi. Selain belajar dari buku, keterampilannya diasah lewat pelatihan yang diadakan di taman bacaan dengan menghadirkan Nunuk Sriandayani, pengusaha lilin aromaterapi di Surabaya.
Kehadiran taman bacaan di Ngagel dengan koleksi bukunya yang beragam juga dirasakan manfaatnya oleh Wati, warga setempat. Perempuan ini sering mengikuti bazar di kampung-kampung dengan berjualan jus buah. Ia menjadi tahu banyak hal tentang khasiat jus buah dari buku di taman bacaan. Nah, untuk meyakinkan bahwa jus buahnya berkhasiat, Wati meminjam buku ke taman bacaan yang berisi tentang manfaat sejumlah buah. Kemudian buku-buku itu dipajang di depan dagangannya saat berjualan di bazar. Hasilnya, para pembeli semakin tertarik karena mengetahui khasiat jus buah yang akan dikonsumsinya.
Kisah Rachmi Triwahyuni lain lagi. Sejak 2010, ia menggeluti usaha batik celup. Ketika taman bacaan Ngagel Rejo mulai berdiri, Rachmi tidak menyia-nyiakan kesempatan. Perempuan yang akrab disapa Ninik ini pun sering membaca buku tentang batik celup. Lewat buku, ia menambah pengetahuannya tentang motif, model, dan kemasan batik. "Dari hasil membaca itu, saya bisa berkreasi mencampur warna sehingga jadi lebih variatif," ujarnya.
Bejibun manfaat yang dipetik warga dari taman bacaan dan perpustakaan itu tak lepas dari keinginan Pemerintah Kota Surabaya meningkatkan minat baca masyarakat. Keinginan itu mencuat sejak 2009, kemudian diperkuat oleh hasil penelitian tentang budaya membaca warga Kota Surabaya pada 2011. Ternyata hanya 38 persen dari 20 ribu responden penelitian yang gemar membaca.
Wali Kota Tri Rismaharini tak mau hal itu berlarut-larut. Bersama Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya, ia merancang sejumlah strategi. Salah satu strateginya: perpustakaan dan taman bacaan tidak lagi terpusat di tengah kota. Karena itu, taman bacaan dibuat di tempat-tempat yang mudah diakses masyarakat hingga level terendah, seperti rukun warga. Untuk keperluan itu, kepala RW, lurah, atau camat yang tertarik membuka taman bacaan bisa mengajukan ke Pemerintah Kota Surabaya melalui Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya.
Selanjutnya, Badan Arsip akan melakukan survei ke lokasi untuk menentukan kelayakan pengadaan taman bacaan tersebut. Biasanya petugas akan memastikan kepadatan penduduk, jumlah anak-anak, dan luas lokasi. Perkampungan dengan populasi penduduk yang banyak menjadi prioritas. Warga yang mengajukan pun harus ikut bertanggung jawab meramaikan taman bacaan itu.
Menurut Wibowo, pustakawan Perpustakaan Umum Kota Surabaya, keterlibatan warga setempat biasanya cukup sederhana. "Mereka bisa menyediakan kue kalau ada kegiatan. Kalau ada kue kan biasanya banyak yang tertarik datang," ucapnya.
Sejumlah kegiatan yang pernah dilakukan untuk memperkenalkan dan menarik minat pengunjung antara lain kemah pustaka, lomba mewarnai, bedah buku, dan wisata buku. Cara ini terbukti cukup efektif. Dalam satu tahun jumlah kunjungan ke perpustakaan secara total meningkat drastis. Sementara pada 2012 jumlah kunjungan hanya 2.733.986 kali, pada 2013 melonjak menjadi 14.216.356. Rata-rata per hari ada 300-500 kunjungan di perpustakaan umum dan 20-30 kunjungan di taman bacaan. Pada akhir pekan, Sabtu dan Minggu, kata Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya Arini Pakistyaningsih, "Jumlah kunjungannya bisa meningkat menjadi 700 kali di perpustakaan umum."
Terdongkraknya jumlah pengunjung ke perpustakaan dan taman bacaan tak lepas dari kenyamanan yang disorongkan pengelolanya. Tanpa kenyamanan, pengunjung yang berhasil digaet pun niscaya bakal cepat-cepat angkat kaki. Di Perpustakaan Umum Kota Surabaya, misalnya, selain koleksi bukunya lengkap, kenyamanan diberikan dengan memasang penyejuk udara yang memadai.
"Tempatnya nyaman, bisa dibuat nunggu sambil baca buku," ujar Nova Ekawati, mahasiswi kebidanan Universitas Airlangga Surabaya, saat ditemui Tempo di Perpustakaan Umum Kota Surabaya, Rabu pekan lalu. Hal senada diungkapkan Indra Dwi, mahasiswa Jurusan Komunikasi Universitas Airlangga. "Waktu empat-lima jam mengerjakan tugas di sini jadi tak terasa," katanya.
Dwi Wiyana, Agita S. Listyanti, Dewi Suci Rahayu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo