MASALAH pembagian tanah waris di pulau Lombok dan pada umumnya
di kawasan Nusa Tenggara Barat (NTB) -- cukup jadi masalah pelik
bagi Pemda setempat. Kalaupun bisa diselesaikan itupun memakan
waktu puluhan tahun. Itulah sebabnya masalah penyelesaian
tanah-tanah sengketa yang berbau warisan itu sangat menonjol,
bahkan mendapat prioritas. Sebab bagaimanapun juga, daerah yang
mengandalkan pemasukan income dari seklar pertanian justru ingin
secepatnya mengakhiri sengketa tanah-tanah waris yang bisa
menghambat kenaikan produksi. Di lain pihak untuk menghindari
ikut sertanya orang ketiga mencuri kesempatan.
Akhir Desember tahun lalu Bupati Lombok Barat Lalu Rachman,
merasa perlu untuk menetapkan keputusan siapa-siapa yang berhak
untuk menerima tanah waris di Puri Karang Bayan, Desa Segerongan
Kecamatan Narmada. Tanah peninggalan almarhum I Gusti Bagus Oka
Parta dan alm I Gusti Bagus Rai, konon lama jadi persengketaan
antara ahli-ahli warisnya. Karena untuk urusan pengadilan,
ngaben, perkada, perhlasan kampung, redistribusi dan kepentingan
lain, tak pelak jumlah luas tanah hampir 800 Ha itu pada
akhirnya hanya tinggal separohnya. Tentu saja hal ini mengundang
kekhawatiran para ahli waris si pemilik tanah yang almarhum itu.
Pemda Lombok Barat, lewat Direktorat Agraria dapat dengan bijak
menyelesaikan persoalan warisan itu walau memakan tempo lama.
Sehingga akhirnya Panitya Landreform Dati II Lombok Barat,
dengan surat keputusannya tertanggal 17 Desember 1975 menetapkan
7 orang ahli waris tanah di Puri Karang Bayan. Keputusan itu
disambut gembira, sebab mereka sudah lama menantikan ketetapan
pemilikan tanah itu.
Untuk Bekal
Tujuh orang ahli waris Puri di Karang Bayan itu, adalah
anak-anak dari almarhum Oka Parta dan Bagus Rai. Namun dalam
pembagian ini terlihat perbedaan menyolok besar kecilnya yang
diterima masing-masing. Dapat dimaklumi mungkin adat menentukan
bahwa anak laki-laki lebih banyak bagiannya ketimbang perempuan.
Juga ahli waris yang masih bujangan alias belum kawin bisa
jingkrak-jingkrak dengan peninggalan dari orang tua yang tidak
dikatakan sedikit itu. Walau dengan surat keputusan pemilikan
itu mereka berhak mengelola tanah itu semaunya, tapi mereka
belum lolos dari undang-undang pertanahan alias landreform.
Sebab peraturan itu menentukan batas maksimum seseorang memiliki
tanah hanya sampai 7 Ha. Para penerima waris masih diberikan
kelonggaran oleh pemerintah selama setahun untuk secepatnya
mewariskan kembali kepada ahli-ahli waris yang berhak
menerimanya. Bagi mereka yang sudah berkeluarga tentu tak banyak
masalah untuk membagi tanah yang berlebihan itu kepada anak-anak
mereka. Namun bagaimana kepada mereka yang masih bujangan. Dan
justru dalam pembagian tanah waris ini, merekalah yang masih
bujangan paling banyak mewarisinya. Dalam soal ini berkata
Kepala Direktorat Agraria Tk. I NTB, drs. Bambang Djajusman:
"Bagi mereka yang belum berkeluarga kelebihan itu adalah untuk
bekal mereka". Tapi batas waktu yang ditetapkan panitya
Landreform selama setahun agar tanah warisan itu tak terkena
peraturan, terutama ahli-ahli waris yang belum punya pewaris
tentu merepotkan. Menurut Bambang, "itu bisa diatur kemudian",
ucapnya kepada pembantu TEMPO, R. Soedyono.
Tanah di sekitar Puri Karang Bayan, termasuk tanah bagus di
Kecamatan Narmada. Selain hawanya sejuk dan nyaman, air yang
berlimpah-limpah datang dari gunung itu tak pernah henti untuk
mengairi daerah pertanian di sekitar situ. Sungai Berengbeng,
yang dibendung oleh sebuah tembok beton panjang dengan nama Dam
Nurbaya itu umurnya sudah mencapai 37 tahun, sejak dibangun pada
tahun 1938. Aliran bendungan itu mengairi persawahan di desa
Lingsar, dan pada akhirnya masuk ke kota. Limpahan air bendungan
yang jatuh pada tebing-tebing padas curam itu sering disebut
orang 'Niagara'-nya pulau Lombok. Itu pula menjadi sebab
anak-anak Pramuka di kawasan situ merengek-rengek minta tanah di
sekitar bukit di atas bendungan itu, kepada Gubernur. Alhasil
diberikan sampai saat ini. Tiap bulan pasti, ada saja anak-anak
Pramuka melakukan perkemahan di sini. Melihat kenyataan itulah,
Bupati Lalu Rachman merasa perlu untuk memberikan petuah kepada
pewaris-pewaris Puri Karang Bayan: "hasil produksi tanah-tanah
itu bukan sekedar untuk kesejahteraan keluarga si pemilik saja",
ucapnya. Menurut Rachman, bagaimana manfaat pengelolaan produksi
pertanian tanah Puri Karang Bayan bisa dinikmati oleh seluruh
masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini