Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tanah puri karang bayan

Masalah pembagian tanah warisan di puri karang bayan ditetapkan bupati lombok barat. dan nurbaya yang terdapat di puri karang bayan diminta sebagai tempat perkemahan pramuka di kawasan situ.

7 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASALAH pembagian tanah waris di pulau Lombok dan pada umumnya di kawasan Nusa Tenggara Barat (NTB) -- cukup jadi masalah pelik bagi Pemda setempat. Kalaupun bisa diselesaikan itupun memakan waktu puluhan tahun. Itulah sebabnya masalah penyelesaian tanah-tanah sengketa yang berbau warisan itu sangat menonjol, bahkan mendapat prioritas. Sebab bagaimanapun juga, daerah yang mengandalkan pemasukan income dari seklar pertanian justru ingin secepatnya mengakhiri sengketa tanah-tanah waris yang bisa menghambat kenaikan produksi. Di lain pihak untuk menghindari ikut sertanya orang ketiga mencuri kesempatan. Akhir Desember tahun lalu Bupati Lombok Barat Lalu Rachman, merasa perlu untuk menetapkan keputusan siapa-siapa yang berhak untuk menerima tanah waris di Puri Karang Bayan, Desa Segerongan Kecamatan Narmada. Tanah peninggalan almarhum I Gusti Bagus Oka Parta dan alm I Gusti Bagus Rai, konon lama jadi persengketaan antara ahli-ahli warisnya. Karena untuk urusan pengadilan, ngaben, perkada, perhlasan kampung, redistribusi dan kepentingan lain, tak pelak jumlah luas tanah hampir 800 Ha itu pada akhirnya hanya tinggal separohnya. Tentu saja hal ini mengundang kekhawatiran para ahli waris si pemilik tanah yang almarhum itu. Pemda Lombok Barat, lewat Direktorat Agraria dapat dengan bijak menyelesaikan persoalan warisan itu walau memakan tempo lama. Sehingga akhirnya Panitya Landreform Dati II Lombok Barat, dengan surat keputusannya tertanggal 17 Desember 1975 menetapkan 7 orang ahli waris tanah di Puri Karang Bayan. Keputusan itu disambut gembira, sebab mereka sudah lama menantikan ketetapan pemilikan tanah itu. Untuk Bekal Tujuh orang ahli waris Puri di Karang Bayan itu, adalah anak-anak dari almarhum Oka Parta dan Bagus Rai. Namun dalam pembagian ini terlihat perbedaan menyolok besar kecilnya yang diterima masing-masing. Dapat dimaklumi mungkin adat menentukan bahwa anak laki-laki lebih banyak bagiannya ketimbang perempuan. Juga ahli waris yang masih bujangan alias belum kawin bisa jingkrak-jingkrak dengan peninggalan dari orang tua yang tidak dikatakan sedikit itu. Walau dengan surat keputusan pemilikan itu mereka berhak mengelola tanah itu semaunya, tapi mereka belum lolos dari undang-undang pertanahan alias landreform. Sebab peraturan itu menentukan batas maksimum seseorang memiliki tanah hanya sampai 7 Ha. Para penerima waris masih diberikan kelonggaran oleh pemerintah selama setahun untuk secepatnya mewariskan kembali kepada ahli-ahli waris yang berhak menerimanya. Bagi mereka yang sudah berkeluarga tentu tak banyak masalah untuk membagi tanah yang berlebihan itu kepada anak-anak mereka. Namun bagaimana kepada mereka yang masih bujangan. Dan justru dalam pembagian tanah waris ini, merekalah yang masih bujangan paling banyak mewarisinya. Dalam soal ini berkata Kepala Direktorat Agraria Tk. I NTB, drs. Bambang Djajusman: "Bagi mereka yang belum berkeluarga kelebihan itu adalah untuk bekal mereka". Tapi batas waktu yang ditetapkan panitya Landreform selama setahun agar tanah warisan itu tak terkena peraturan, terutama ahli-ahli waris yang belum punya pewaris tentu merepotkan. Menurut Bambang, "itu bisa diatur kemudian", ucapnya kepada pembantu TEMPO, R. Soedyono. Tanah di sekitar Puri Karang Bayan, termasuk tanah bagus di Kecamatan Narmada. Selain hawanya sejuk dan nyaman, air yang berlimpah-limpah datang dari gunung itu tak pernah henti untuk mengairi daerah pertanian di sekitar situ. Sungai Berengbeng, yang dibendung oleh sebuah tembok beton panjang dengan nama Dam Nurbaya itu umurnya sudah mencapai 37 tahun, sejak dibangun pada tahun 1938. Aliran bendungan itu mengairi persawahan di desa Lingsar, dan pada akhirnya masuk ke kota. Limpahan air bendungan yang jatuh pada tebing-tebing padas curam itu sering disebut orang 'Niagara'-nya pulau Lombok. Itu pula menjadi sebab anak-anak Pramuka di kawasan situ merengek-rengek minta tanah di sekitar bukit di atas bendungan itu, kepada Gubernur. Alhasil diberikan sampai saat ini. Tiap bulan pasti, ada saja anak-anak Pramuka melakukan perkemahan di sini. Melihat kenyataan itulah, Bupati Lalu Rachman merasa perlu untuk memberikan petuah kepada pewaris-pewaris Puri Karang Bayan: "hasil produksi tanah-tanah itu bukan sekedar untuk kesejahteraan keluarga si pemilik saja", ucapnya. Menurut Rachman, bagaimana manfaat pengelolaan produksi pertanian tanah Puri Karang Bayan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus