Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo atau Jokowi - Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding mengklaim di era kepemimpinan Jokowi, pembebasan lahan guna infrastruktur tidak memakai cara-cara kekerasan, pemaksaan, dan represif. Ia mengatakan saat ini, konflik pembebasan lahan diselesaikan dengan cara negosiasi dan ganti untung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rakyat ini tidak lagi diberi solusi yang kira-kira menekan, model-model lama. Dipaksa, represif, kalau perlu ditangkap. Tidak sekarang itu, diberi tawaran pilihan ganti untung kalau tetap tidak mau, dinego,” ujar Karding di Media Center Jokowi - Ma’ruf, Senin 18 Februari 2019.
Pada debat capres kedua Ahad, 17 Februari kemarin, Jokowi mengklaim selama periode pertama pemerintahannya tidak terjadi konflik dalam pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur. “Untuk ganti rugi mungkin Pak Prabowo sudah bisa melihat, 4,5 tahun ini hampir tidak ada terjadi konflik pembebasan lahan,” kata dia di lokasi debat, Hotel Sultan, Jakarta.
Klaim ini tidak sesuai dengan data yang dicatat oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Pada catatan akhir tahun 2018, mereka mencatat telah terjadi 410 kejadian konflik agraria dengan luasan wilayah konflik mencapai 807 ribu hektare dan melibatkan 87 ribu lebih kepala keluarga di berbagai provinsi di daerah. Dari jumlah tersebut 16 konflik atau 4 persen disumbangkan oleh sektor infrastruktur.
KPA mencontohkan pembangunan Bandara Kertajati di Majalengka yang menghilangkan 10 desa. “Di balik kemegahan bandara yang diproyeksilan terluas dan modern ini, publik banyak yang tidak mengetahui ada ribuan warga desa telah menjadi “tumbal”,” tulis KPA dalam situs resminya.
Secara akumulatif, menurut KPA, sejak kepemimpinan Jokowi, sedikitnya 41 orang tewas di berbagai wilayah konflik agraria, 546 dianiaya, 51 orang tertembak, dan sebanyak 940 petani dan pejuang agraria dikriminalisasi.
Karding menampik, ia mengatakan memang ada sedikit konflik. Tetapi hal itu dapat diselesaikan oleh pemerintah, tanpa ada korban. Persoalan yang dihadapi di lapangan, kata dia, terkadang ada pemilik lahan yang mematok harga tinggi, sementara pembangunan infrastruktur ini ia percayai adalah demi kepentingan umum.
“Jadi kita jangan lihat kasus seperti ini. Lihat kepentingan negara apa di situ, jangan karena kepentingan seseorang. kepentingan umum terbengkalai,” ucap dia.