Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

TNI AL dan Angkatan Laut Negara Asia-Pasifik Diskusi soal Peperangan Laut

Muhammad Ali mengatakan TNI AL yang profesional harus beroperasi dengan presisi, tanggung jawab, dan kesadaran penuh terhadap kerangka hukum.

11 Desember 2024 | 17.41 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - TNI AL menggelar diskusi penerapan hukum humaniter internasional dalam peperangan laut bersama Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan perwira senior angkatan laut dari 22 negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Asia Pacific Naval Warfare Symposium (Simposium Peperangan Laut untuk Kawasan Asia Pasifik) diselenggarakan oleh TNI AL dan (ICRC) digelar di Surabaya, Jawa Timur, pada 11-13 Desember 2024. Tujuan diskusi untuk membangun dan memperkuat kapasitas angkatan laut di kawasan dalam menerapkan hukum humaniter internasional pada konflik bersenjata di laut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muhammad Ali berharap simposium ini bisa memberikan kerangka kerja tentang bagaimana melaksanakan operasi, bekerja sama, dan menjaga stabilitas regional bahkan di saat terjadi ketegangan.
 
“TNI Angkatan Laut Indonesia menyadari bahwa keamanan maritim kita secara inheren terkait dengan keamanan regional. Tidak ada negara yang dapat memastikan keamanan maritim sendirian. Ini membutuhkan kemitraan, pemahaman, kolaborasi, dan komitmen bersama terhadap hukum dan norma internasional,” kata Muhammad Ali lewat keterangan resminya, Rabu, 11 Desember 2024.

Muhammad Ali mengatakan TNI AL yang profesional harus beroperasi dengan presisi, tanggung jawab, dan kesadaran penuh terhadap kerangka hukum. Apalagi TNI AL mewakili garis terdepan keamanan dan pertahanan maritim. 
 
Sementara itu Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa semua negara harus mengakui kemampuan militer mereka tidak hanya ditujukan untuk membela kepentingan nasional, tetapi juga untuk menegakkan dan menghormati hukum internasional, terutama dalam situasi yang melibatkan konflik bersenjata di laut. 

Di samping itu, Sjafrie mengatakan  pengembangan kekuatan angkatan laut mesti berlandaskan semangat untuk mempromosikan perdamaian, keamanan, dan stabilitas. 
 
"Dalam upaya kita yang tak kenal lelah untuk mencapai harmoni global, Indonesia berkomitmen untuk memperdalam dialog inklusif dan kolaborasi konkret, menegakkan hukum internasional, dan menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa, sebagaimana tertuang dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata Sjafrie. 

Sjafri menegaskan bahwa Indonesia mendorong semua pihak menghormati hukum internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan, termasuk perjanjian seperti Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), Konvensi Jenewa, Manual San Remo, dan prinsip netralitas dalam peperangan laut, apabila terjadi konflik. 

Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor-Leste Vincent Ochilet mengatakan simposium ini memberi ruang bagi para perwira angkatan laut untuk mengidentifikasi langkah praktis yang akan mengurangi risiko kemanusiaan dalam operasi laut sekaligus. Ia mengatakan simposium juga akan meningkatkan pemahaman peserta tentang hukum internasional.

“Dengan memupuk kesadaran dan kolaborasi, kami bermaksud memberi motivasi kepada para peserta untuk lebih mengintegrasikan hukum humaniter internasional ke dalam praktik operasional mereka, memastikan bahwa keamanan maritim dan masalah kemanusiaan ditangani secara bersamaan,” kata Vincent Ochilet.

Simposium ini juga menjadi wadah untuk meningkatkan dialog antara ICRC dan angkatan laut di kawasan. Simposium serupa telah diadakan di Kuala Lumpur, Kolombo, dan Beijing. Pada tahun 2016, TNI Angkatan Laut dan ICRC juga menyelenggarakan Asia-Pacific Workshop on the Law of Armed Conflict (Lokakarya tentang Hukum Konflik Bersenjata di Laut untuk Kawasan Asia-Pasifik) di Surabaya.
 
36 perwira senior angkatan laut yang ikut serta dalam kegiatan ini berasal dari Amerika Serikat, Australia, Bangladesh, Fiji, Filipina, India, Indonesia, Jepang, Kamboja, Kanada, Maladewa, Malaysia, Pakistan, Papua Nugini (PNG), Republik Korea, Selandia Baru, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Timor-Leste, China, dan Vietnam.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus