Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penangkapan sekitar 500 mahasiswa Papua di berbagai daerah di Indonesia saat merayakan hari kemerdekaan bangsa Papua pada 1 Desember 2018 lalu dikecam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ketika kebebasan individual, kelompok dan golongan dibungkam, itu sama saja pembungkaman kebebasan berpendapat bagi semua manusia di negara ini," kata George Saa, tokoh pemuda di Manokwari, Papua Barat, Senin 3 Desember 2018.
George mengatakan negara Indonesia juga lahir dari perjuangan rakyat Papua. "Mengapa setelah menjadi berdaulat, justru kebebasan berpendapat rakyatnya malah ditindas?" ujar George.
Menurut George, rakyat Papua juga punya hak untuk memperjuangkan kebebasannya. Ia bertanya kenapa negara gelisah ketika warga Papua mengungkapkan ekspresinya.
Ia mengatakan, negara serta semua instrumennya harus tahu dan sadar jika upaya mematikan ide dan gagasan soal kemerdekaan Papua itu sudah pernah dilakukan oleh rezim yang bengis dan kejam, tapi upaya itu gagal.
George juga mempertanyakan kenapa cap makar diberikan kepada mereka yang tengah berunjuk rasa pada 1 Desember 2018.
"Aspirasi ini muncul dari ide-ide yang bertumbuh oleh alasan historis hingga potensi keterpurukan kami kalau kami terus seperti ini di bawah kekuasaan dan penindasan atas nama NKRI", ujar George.
Yan Christian Warinussy, pegiat HAM di Manokwari mengatakan, Polri telah mengingkari amanat Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 tentang Hak kebebasan berkumpul dan berserikat mengeluarkan pikiran dan tulisan dalam menangani unjuk rasa damai para mahasiswa Papua dan para simpatisannya.
"Dalam aksi-aksi unjuk rasa tersebut, di Tanah Papua banyak pengunjuk rasa mengalami kekerasan fisik dan ditangkap serta dibawa ke kantor polisi," kata Yan.
Yan mengatakan, dari peristiwa penangkapan di berbagai daerah itu terlihat Pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sangat bersifat represif. Padahal aksi damai 1 Desember 2018 itu dilindungi undang-undang seperti Undang Undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Undang Undang No.9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat Di Muka Umum.