Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi melantik sejumlah pejabat sebagai Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia (LBBP) pada Senin, 25 Oktober kemarin. Salah satu yang dilantik adalah juru bicara presiden, Fadjroel Rachman, sebagai duta besar RI untuk Kazakhstan dan Tajikistan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga kini pihak Istana Kepresidenan belum mengumumkan siapa pengganti Fadjroel sebagai juru bicara. Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Bey Machmudin mengatakan penjelasan terkait agenda dan program Kepresidenan sementara bisa disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, serta Kantor Staf Kepresidenan.
Jabatan juru bicara presiden diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden.
Berdasarkan catatan sejarah, juru bicara presiden yang resmi baru muncul pada era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Saat itu juru bicara presiden diisi oleh Wimar Witoelar, Adhie Massardi, Yahya Cholil Staquf, dan Wahyu Muryadi.
Pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, jabatan juru bicara presiden tidak terlalu jelas. Namun beberapa tokoh kerap mewakili Megawa bicara seperti Pramono Anung, Sutjipto, Roy BB Janis, dan Bambang Kesowo.
Di kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jabatan juru bicara presiden kembali muncul. Ia menunjuk Dino Patti Djalal, Andi Mallarangeng, dan Julian Aldrin Pasha.
Sementara pada masa Presiden Jokowi ia awalnya tidak memiliki seorang jubir. Jokowi baru mengangkat Johan Budi sebagai juru bicaranya pada 12 Januari 2016. Di periode kepemimpinannya yang kedua, Jokowi, menunjuk Fadjroel Rachman sebagai juru bicara presiden untuk menggantikan Johan Budi yang menjadi anggota dewan.
Asma Amirah
Baca juga: