Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Semarang - Universitas Katolik Soegijapranata Kota Semarang meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghentikan pengesahan Rancangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah atau RUU Pilkada. Revisi itu dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi atau MK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Meminta kepada Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan menghentikan proses revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No.
60/PUU-XXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024," bunyi pernyataan yang dibagikan Rektor Unika Soegijaprana, Ferdinandus Hindiarto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Unika Soegijapranata juga mengajak seluruh komponen harus tunduk pada konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Serta DPR RI wajib menjunjung tinggi konstitusi dengan mendengarkan aspirasi masyarakat.
Kemudian, Unika Soegijapranata meminta Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia agar bertindak independen dan tidak mau dikooptasi pihak manapun. Segera melaksanakan putusan MK nomor 60 dan nomor 70 tahun 2024 demi terwujudnya kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila.
Civitas akademika Unika Soegijapranata menilai kini telah terjadi krisis demokrasi substantif dan krisis konstitusi di Indonesia. "DPR RI secara sadar mematikan aspirasi masyarakat guna membangun demokrasi lokal dan melakukan pembangkangan terhadap putusan MK," lanjut pernyataan tersebut.
Langkah DPR meneruskan pembahasan RUU Pilkada yang bertentangan dengan putusan MK menuai kritik dari masyarakat. Massa di seluruh tanah air hari ini turun ke jalan untuk menolak langkah DPR yang akan mengesahkan RUU tersebut.
Di Jakarta, massa mengepung Gedung DPR untuk mengawal putusan MK. Mereka menolak pengesahan RUU Pilkada yang rencananya dilakukan hari ini tapi batal dilaksanakan karena paripurna tidak kuorum.