Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Utak-atik Anggaran Pencitraan

Menteri Jero Wacik menjadi tersangka korupsi dan pemerasan. Ada setoran dari proyek fiktif.

8 September 2014 | 00.00 WIB

Utak-atik Anggaran Pencitraan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

LOLOS dari tuduhan memerintahkan anak buahnya menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk memuluskan anggaran, Jero Wacik tersandung korupsi di kementeriannya sendiri. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu sebagai tersangka pemerasan pada Rabu pekan lalu.

Menurut Wakil Ketua Komisi Bambang Widjojanto, modus korupsi yang dilakukan Jero tergolong baru dan unik. Dia diduga mengutak-atik anggaran kementeriannya sendiri untuk kegiatan tak penting dan menghimpun setoran dari pihak swasta yang menjadi penyelenggara. "Ini tergolong penyalahgunaan wewenang yang berujung pada pemerasan," kata Bambang pekan lalu.

Utak-atik anggaran ala Jero Wacik itu, misalnya, terendus dari bengkaknya biaya perawatan gedung, sosialisasi hemat energi, dan acara sepeda sehat yang digelar Kementerian Energi pada 2010-2012. Anggaran di Sekretariat Jenderal Kementerian Energi untuk kegiatan-kegiatan tersebut sebesar Rp 25 miliar. Menurut Bambang, dalam kasus ini perbuatan Jero Wacik menyebabkan negara rugi Rp 9,9 miliar.

Kasus ini terungkap ketika Komisi Pemberantasan Korupsi tengah giat mengusut sumber dan aliran uang suap dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi kepada anggota Komisi Energi DPR. Berawal dari penggerebekan Kepala Satuan Kerja Rudi Rubiandini yang sedang menerima uang untuk suap itu, penyidikan merembet ke pemeriksaan dan penggeledahan sejumlah tempat yang ditengarai berkaitan dengan kasus ini.

Setelah Rudi ditahan, terungkap bahwa uang suap tersebut berasal dari perusahaan minyak untuk tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri anggota DPR pada 2013. Menurut Rudi, uang suap itu atas permintaan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi Waryono Karno, yang diperintahkan Menteri Jero Wacik. Tujuannya agar pembahasan anggaran tambahan untuk Kementerian disetujui DPR.

Waryono sudah menjadi tersangka dalam kasus ini karena terindikasi menerima US$ 200 ribu dan mengatur strategi penyuapan. Anggota DPR yang diduga menerima duit itu antara lain Ketua Komisi Energi Sutan Bhatoegana, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. Hingga pekan lalu, politikus yang separtai dengan Jero di Demokrat itu terus menyangkal menerima duit haram. "Menjadi tersangka di KPK belum pasti bersalah. Seperti saya," katanya.

Adapun Jero dalam kasus itu hanya diperiksa sebagai saksi karena ada keterangan dari Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan bahwa, seperti Rudi, ia juga diminta menyetor uang suap untuk THR anggota DPR. Di pengadilan yang mendakwa Rudi, Karen mencabut kesaksiannya itu.

Saat sedang mengusut korupsi THR itulah para penyidik Komisi menemukan kejanggalan dalam anggaran kesekretariatan yang dipimpin Waryono. Menurut juru bicara Komisi, Johan Budi Sapto Prabowo, para penyidik awalnya mencium penggelembungan anggaran sejumlah proyek pengadaan barang di Sekretariat Jenderal. "Dari situ, penyelidikan dikembangkan lebih luas," ucapnya.

Pada Januari lalu, penyidik yang mengantongi pernyataan beberapa saksi menggeledah kantor Jero dan Waryono. Dari sana ditemukan puluhan amplop berisi uang dan batang-batang emas, yang kemudian disita penyidik. Ketika itu ramai diberitakan bahwa dari banyak amplop berisi uang Rp 2 miliar yang disita tersebut tertulis inisial "JW". Para penyidik curiga amplop-amplop tersebut akan ditujukan kepada Jero Wacik.

Beberapa pejabat Kementerian pun dipanggil untuk diperiksa. Bendahara Kementerian Sri Utami dipanggil karena, ketika penggeledahan, di mobilnya juga ditemukan amplop-amplop berisi uang. Juga Kepala Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara Agus Salim, yang bertanggung jawab dalam pengelolaan gedung Kementerian. Ketika diperiksa pada Maret lalu, Agus mengatakan ia ditanya seputar sumber dan tujuan uang Rp 2 miliar itu. "Saya bilang uang itu milik tim," katanya.

Kepada penyidik, Agus menjelaskan kronologi munculnya uang tersebut. Menurut dia, uang itu anggaran untuk tim di bawahnya yang punya dasar hukum, yakni surat keputusan Menteri Jero. Menurut penyidik, para bawahan Waryono itu mengaku uang tersebut sebagai honor rapat-rapat dalam kegiatan sosialisasi hemat energi, sepeda sehat, dan pengelolaan gedung. "Setelah dicek, rapat itu fiktif," Bambang Widjojanto menegaskan.

Dari banyak kesaksian dan bukti yang diperoleh penyidik Komisi, rapat-rapat dan kegiatan tersebut dibuat atas perintah Jero Wacik. Menurut Bambang, Jero memerintahkan anak buahnya lewat Waryono Karno mengumpulkan uang untuk kegiatannya sebagai menteri.

Alasannya, dana operasional Menteri Energi terlalu kecil dibandingkan dengan anggaran Menteri Pariwisata, jabatan Jero sebelumnya. "Ia menilai plafon anggaran yang diterima sebagai Menteri Energi terlalu kecil," ujar Bambang. Waryono sudah menjadi tersangka kasus ini pada Mei lalu.

Selain membuat rapat fiktif, anak buah Jero berkreasi dengan meminta fee dari penyelenggara kegiatan yang mereka adakan berdasarkan rapat fiktif itu. Dari situlah, menurut Bambang, dasar lembaganya menetapkan Jero sebagai tersangka dengan tuduhan pemerasan lewat penyalahgunaan wewenangnya sebagai menteri.

Dengan modus korupsi telanjang seperti itu, Jero dianggap melanggar Pasal 12 ayat e atau Pasal 23 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berafiliasi ke Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman maksimal untuk laki-laki 65 tahun ini penjara 20 tahun.

Menurut Bambang, uang yang terkumpul sebesar Rp 9,9 miliar itu kemudian dipakai Jero untuk membuat iklan sosialisasi kenaikan harga bahan bakar minyak di media massa. Sisanya diduga masuk ke kantongnya serta dinikmati anak dan istrinya. Karena itulah, selama penyelidikan kasus ini sejak Januari itu, istri dan anak perempuan Jero dua kali diperiksa untuk mengusut penggunaannya. Tresnawati, istri Jero, waktu itu hanya menjawab "no comment" setelah diperiksa pada Juli lalu.

Dugaan tersebut dikuatkan oleh laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atas rekening-rekening milik Jero Wacik. Kepala PPATK Agus Santoso bahkan mengatakan ada kemungkinan Jero melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari hasil korupsi. "Aliran dananya akan membantu KPK menemukan sumber dan penerimanya," kata Agus kepada Linda Trianita dari Tempo.

Sejauh ini, Komisi belum menetapkan satu pun pihak lain dalam kasus korupsi Jero. Ketika penyelidikan, beberapa pemilik perusahaan yang diduga menerima duit Jero sudah diperiksa, antara lain perusahaan penyelenggara kegiatan sosialisasi dan media massa tempat iklan Jero Wacik. Namun belum ada indikasi mereka terlibat korupsi.

Jero mengatakan tak akan lari dari Jakarta dan siap menghadapi pemeriksaan di KPK. Sebelum menjadi tersangka, ia diperiksa sekali dan ditanya seputar dana operasional menteri. Jero menyangkal telah mengutak-atiknya untuk keperluan pribadi dan keluarga. "Saya ditanya anggaran 2010, tentu saya tak tahu karena baru menjabat Oktober 2011," ucap penulis buku pengantar ilmu-ilmu dasar untuk siswa sekolah menengah atas ini.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Jero sudah tak terlihat di kantornya ataupun dalam rapat-rapat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015. Akibatnya, rapat-rapat penting, seperti asumsi harga minyak yang berimbas pada besaran subsidi, tertunda. Pada Jumat pekan lalu, ia resmi mengundurkan diri dari kursi menteri dan jabatan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Jero menteri ketiga di kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi tersangka saat masih aktif menjabat setelah Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan Menteri Agama Suryadharma Ali. Di Demokrat pusat, ia politikus kelima yang terjerat kasus korupsi setelah Angelina Sondakh, Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan Sutan Bhatoe­gana.

Status Jero ini tak urung membuat Presiden Yudhoyono, menurut juru bicaranya, Julian Aldrin Pasha, kaget. Yudhoyono, yang sedang berada di Singapura saat pengumuman KPK itu, tak menduga Komisi menambahkan politikus partainya dalam kelompok koruptor. "Selama ini beliau mendapat laporan tak ada bukti kuat tuduhan korupsi mengarah kepada Jero," tutur Julian.

Surat pengunduran diri Jero diterima Presiden Jumat pagi pekan lalu. Menurut Julian, Presiden belum menunjuk pengganti Jero untuk meneruskan pekerjaannya hingga 19 Oktober mendatang. Ada kemungkinan, kata Julian, Presiden menunjuk Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung sebagai pejabat ad interim. Bagi Chairul, ini jabatan pengganti keenam akibat menteri-menteri mengundurkan diri karena terpilih menjadi anggota DPR.

Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, lembaganya tak akan berhenti mengurai jejaring aliran duit Jero tersebut. Ia mengendus lebih jauh bahwa korupsi Jero ini menunjukkan modus dan cara kerja mafia minyak di Kementerian Energi. "Soal aliran ke partai, siapa memberi, akan terungkap di persidangan," ucapnya.

Bagja Hidayat, Muhammad Rizki, Ayu Prima Sandi, Fransisco Rosarian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus