Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan masih menunggu kepastian dari pemerintah perihal kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen per 1 Januari 2025. Dasco mengatakan DPR juga tengah mengkaji efek dari kenaikan PPN tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Semua pihak tolong bersabar, kami sedang mengkaji dan akan berkomunikasi terus dengan pemerintah. Yang tentunya komunikasi dan kajian ini untuk kebaikan rakyat,” kata Dasco saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 28 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan penolakan yang bermunculan merespons kenaikan PPN akan menjadi pertimbangan DPR untuk disampaikan kepada pemerintah. Komunikasi antara lembaga legislatif dengan pemerintah, ujar dia, masih berjalan hingga saat ini.
“Kami sedang mengkaji apakah PPN 12 persen bisa diterapkan melihat situasi yang ada sekarang walaupun Undang-Undangnya mengatakan di Januari 2025 ada kenaikan,” kata Dasco.
Dasco mengatakan, kenaikan tarif PPN punya landasan hukum yang jelas dan diatur dalam undang-undang. Kendati demikian, dia mengatakan penerapannya bisa saja berubah tergantung kebijakan pemerintah.
Adapun kenaikan PPN 12 persen itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di mana pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022, dan PPN 12 persen berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, mengatakan kenaikan PPN akan menggerus konsumsi masyarakat sehingga memperlambat ekonomi. Terlebih, kenaikan PPN datang di tengah kondisi ekonomi RI yang sedang melambat.
“Kalau situasi perlambatan ekonomi terjadi, kemudian ditambah lagi dengan upaya dari pemerintah untuk menaikkan PPN, ya, otomatis secara umum nanti akan menggerus pada konsumsi,” kata Eko dalam diskusi publik yang berlangsung secara daring pada Senin, 18 November 2024.
Peneliti Indef, Ahmad Heri Firdaus, juga mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN akan berdampak pada kenaikan biaya produksi. Alurnya dimulai dari sektor industri yang membeli bahan baku untuk diolah menjadi bahan setengah jadi, kemudian bahan setengah jadi itu kembali dibeli oleh industri dengan PPN.
“Itu mereka terkena PPN juga. Kemudian kita beli barang di pasar atau di mana pun, kena PPN. Sehingga akan menaikkan biaya produksi dan biaya konsumsi, dan ini akan melemahkan daya beli,” tuturnya.
Dia mengatakan lemahnya daya beli akan berujung pada penjualan yang tidak optimal lantaran permintaan melambat.
“Pendapatan menurun, dan tentu saja konsumsi menurun, sehingga ini akan menghambat pencapaian target pertumbuhan,” ujar Heri.
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Dasco Sebut Pengesahan Nama Pimpinan dan Dewas KPK Kemungkinan Pekan Depan