Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Wali Kota Mengaku Tak Ada Dokumen Penelitian Likuifaksi di Palu

Wali Kota Palu Hidayat mengaku tak pernah menerima dokumen atau peta hasil penelitian zona bahaya likuifaksi di wilayahnya.

11 Oktober 2018 | 05.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota Palang Merah melewati lumpur tebal di antara reruntuhan bangunan di Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa, 9 Oktober 2018. Palang Merah Indonesia via Petobo merupakan salah satu daerah yang terdampak likuifaksi pascagempa pada 28 September lalu. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wali Kota Palu Hidayat mengaku tak pernah menerima dokumen atau peta hasil penelitian zona bahaya likuifaksi di wilayahnya. Ia mengatakan telah mengecek dokumen yang dimaksud ke pihak terkait, yakni Dinas Tata Ruang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tidak ada tim ahli geologi (yang datang) dan kami juga tidak memiliki tim itu," kata Hidayat saat ditemui di rumah dinas Wakil Wali Kota Palu, Jalan Balai Kota Timur, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu, 10 Oktober.

Hidayat mengatakan selama ini dokumen yang ada hanya peta titik kumpul untuk evakuasi korban saat bencana. Peta itu pun berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Sebelumnya dikabarkan, riset tentang daerah likuifaksi di Sulawesi Tengah itu dilakukan oleh peneliti Geologi Teknik dari Pusat Air Tanah Dan Geologi Lingkungan Badan Geologi, Taufik Wira Buana, pada 2012. Peta tersebut telah diserahkan pada pemda setempat.

Ada tiga keterangan dalam peta. Ketiganya menggambarkan probabilitas terjadinya likuifaksi. Tiga daerah itu meliputi titik yang sangat tinggi, tinggi, dan rendah berpotensi terjadi likuifaksi.

Meski mengaku tak pernah menerima data dari ahli geologi, Hidayat memastikan akan banyak peneliti yang membantu daerahnya dalam masa rekonstruksi nanti. "Saya dengar ada ahli sudah datang. Ahli itu nanti yang akan ikut memetakan daerah rawan," katanya.

Para ahli geologi pun disebut akan membuat zonasi yang dapat menjadi rujukan bagi pemerintah untuk membangun huntara atau hunian sementara bagi para korban terdampak gempa. Saat ini, titik-titik huntara untuk pengungsi terdampak likuifaksi Balaroa dan Petobo sudah dirancang.

Likuifaksi didefinisikan sebagai pencairan tanah atau proses hilangnya kekuatan tanah. Daya dukung tanah menjadi tidak ada karena proses pencairan atau pembuburan. Fenomena ini terjadi akbait efek guncangan gempa bumi. Efeknya dirasakan secara lokal dan masif. Artinya, ada yang menjangkau area tertentu, namun juga ada yang berdampak membuat kerusakan pada area yang luas.

Likuifaksi akibat gempa di Sulawesi Tengah dirasakan oleh beberapa daerah. Di antaranya Balaroa, Patobo, dan Sigi. Imbas kejadian itu, sekitar 5.000 warga diperkirakan hilang dan ribuan rumah ambles.

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus