Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pembubaran Jamaah Islamiyah: Antara Organisasi dan Ideologi

Para pemimpin Jamaah Islamiyah menyatakan pembubaran organisasi. Ideologinya belum mati.

8 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEKLARASI 16 pentolan Jamaah Islamiyah (JI) yang menyatakan organisasi mereka bubar pada 30 Juni lalu mencurigakan karena motifnya. Selain dilaksanakan di kantor Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), pengumuman pembubaran itu dilakukan ketika kepolisian Indonesia tengah disorot akibat kinerja buruk para anggotanya. Sehingga pembubaran diharapkan bisa mengalihkan fokus perhatian publik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC)—lembaga peneliti terorisme—yang terbit pada 4 Juli 2024 mensinyalir pengumuman pembubaran Jamaah Islamiyah berhubungan dengan konflik polisi dengan Kejaksaan Agung dalam menangani pelbagai kasus korupsi. Konflik dua lembaga aparat hukum itu membuat citra polisi runtuh di mata publik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut IPAC, setidaknya ada tiga faktor para pentolan Jamaah Islamiyah membubarkan organisasinya. Pertama, pengaruh tokoh intelektual Jamaah Islamiyah yang menginginkan perjuangan mendirikan negara Islam dengan jalan dakwah; kedua, motif melindungi aset besar mereka berupa sekolah dan pesantren; serta ketiga, berhasilnya program deradikalisasi BNPT terhadap pentolan Jamaah Islamiyah.

Organisasi yang berdiri pada 1993 ini dipimpin oleh Para Wijayanto sejak 2008. Ia terkenal sebagai tokoh JI yang menganjurkan jalan dakwah dan pendidikan untuk mendirikan negara Islam. Selama JI berada di bawah kepemimpinannya hingga dia ditangkap pada 2019, hanya dua kali terjadi serangan bom di Jakarta, yakni bom Hotel Marriott dan Ritz-Carlton, pada 2009. Itu pun, dari mereka yang ditangkap, para pelakunya mengaku berafiliasi dengan Noordin M. Top.

Para Wijayanto pula yang menganjurkan Jamaah Islamiyah berganti nama menjadi Jamaah Dakwah wal Irsyad, Jamaah Dakwah dan Pendidikan. Gerakan jihad dalam Jamaah Islamiyah ia tempatkan di bawah divisi dakwah. Dengan cara ini, Para Wijayanto mengklaim bisa merekrut 6.000 pengikut baru.

Karena itu, dari enam pernyataan para pentolan Jamaah Islamiyah saat mengumumkan pembubaran, tak satu pun menyangkut cita-cita mendirikan negara Islam. Mereka menyatakan bersedia menaati hukum Indonesia dan dua poin yang menjamin kurikulum pesantren jauh dari gerakan ekstremisme. Dengan begitu, faktor melindungi aset paling masuk akal sebagai motif pembubaran Jamaah Islamiyah.

Dampak pernyataan membubarkan diri adalah longgarnya pengawasan Detasemen Khusus 88 terhadap sekolah dan pesantren yang terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah. Menurut BNPT, ada 198 pesantren yang terafiliasi dengan organisasi teroris ini dengan aset berupa tanah dan gedung yang bernilai tinggi. Pernyataan bubar membuat aset mereka selamat dari pembekuan dan obyek rampasan negara.

Fakta lain, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Jamaah Islamiyah sebagai organisasi terlarang. Secara resmi, organisasi ini bubar sejak putusan itu dibacakan pada 21 April 2008. Para pentolannya tak perlu menyatakan pembubaran karena secara de jure organisasi ini tak diakui. Maka yang tersisa adalah ideologi mereka yang belum punah.

Karena itu, yang lebih penting setelah pembubaran Jamaah Islamiyah oleh para pentolannya adalah mitigasi terhadap sempalan dan sel organisasi ini. Meski kecil, setelah polisi menangkap Para Wijayanto pada 2009, ada sejumlah aksi pembalasan anggota Jamaah Islamiyah terhadap aparat hukum. Sebanyak 6.000 pengikut Para Wijayanto bukan tak mungkin menyempal dan tak setuju dengan keputusan para pemimpin mereka.

Cara terbaik deradikalisasi adalah membawa organisasi bawah tanah ke permukaan. Salah satunya mendorong mereka menjadi organisasi partai politik. Dengan begitu, selain menjadi terbuka dan tunduk kepada hukum positif, publik menjadi penentu dukungan terhadap organisasi teroris semacam ini. 

Keterbukaan para pentolan Jamaah Islamiyah mengumumkan pembubaran yang direkam dalam video dan disebarkan bisa menjadi awal organisasi tertutup serta konservatif seperti ini membuka diri. Apalagi, dalam pernyataannya, mereka berkomitmen mengisi kemerdekaan dan kemajuan di bawah hukum Indonesia.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo

Koreksi 10 Juli 2024 pada penggantian Detasemen Khusus 88 menjadi BNPT di alinea tiga

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus