Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Akhir misi lusi laporan dari kapal expresso

Misi kapal lusitania expresso gagal sampai ke dili kronologi pelayaran. terjadi "perang" informasi antara wartawan portugal dengan non portugal. antonio ramalho ikut. indonesia menghadang. kapal lusitania expresso akhirnya kembali ke darwin. setelah 'misi perdamaian' ke dili tak berhasil pimpinan misi sempat minta bantuan pbb saat di tengah laut. namun bantuan tak kunjung tiba.

21 Maret 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAPAL Portugal Lusitania Expresso akhirnya kembali ke Darwin. "Misi perdamaian" yang mau menabur bunga di makam Santa Cruz tak sempat menunaikan hajatnya. Bahkan sebagian anggota misi yang diatur Portugal itu kecewa. Misi, boleh dibilang, pulang dengan tangan hampa. Mereka turun kapal dengan muram. Tak ada lagi kata-kata membara dan penuh semangat seperti sebelum Lusitania Expresso mengangkat jangkar menuju Dili 9 Maret ini. Para wartawan pun kecewa. Kecuali sarana komunikasi yang di"blokir" wartawan Portugal, mereka pun tak melihat sepak terjang anggota misi yang berniat melakukan provokasi untuk menarik perhatian internasional. Apa boleh buat, berita pun tak begitu layak untuk dibesar-besarkan. Kesan ini didapat karena kebetulan kami mempunyai koresponden yang ikut serta di tengah 59 wartawan internasional di dalam kapal Lusitania Expresso itu (Lihat: Surat Dari Redaksi). Apa yang dilakukan anggota misi yang diatur aktivis Portugal pun bisa diikuti. Misalnya, ketika Lusitania Expresso berhenti di tengah laut dengan dalih alat pendingin mesinnya tak berfungsi dengan baik. Yang terjadi ketika itu ternyata pimpinan misi mencoba menghubungi Sekretaris Jenderal PBB. Maksudnya, tak lain, mereka menyatakan keberatan dan mencoba meminta bantuan PBB karena "misi damai"nya dijemput dengan kapal perang. Akhirnya, karena "bantuan" yang diharapkan tak kunjung datang, Lusitania pun mengangkat sauh dan berlayar balik ke Darwin. Itulah catatan-catatan yang dibuat koresponden kami di atas kapal itu. Memang ada keuntungan yang bisa dipetik karena kami bisa mengikuti seluruh proses perjalanan Lusitania Darwin-Dili tanpa harus menumpukan informasi dari pihak ketiga yang bisa jadi sudah mengalami distorsi. Itulah yang kami sajikan dalam bagian pertama Laporan Utama kali ini. Kami beruntung karena semuanya bisa disaksikan lebih transparan. Seperti diungkapkan Brigjen. (Purn.) Sudibyo, peneliti dan pengkaji masalah internasional yang kini aktif di CSIS, dalam diskusi TVRI Jumat pekan lalu, "Kenapa saya memandang perlunya ada orang atau wartawan Indonesia di Lusitania Expresso? Supaya kita bisa melihat apa yang terjadi di sana dan melihat seberapa jauh "misi perdamaian" yang mereka katakan itu benar," katanya. Apalagi, "misi damai" itu didukung oleh mereka, termasuk bekas Presiden Portugal Jenderal Antonio Romalho Eanes yang mengambil alih pemerintahan dengan dukungan komunis tahun 1974-1975. Tatkala itu, Portugal meninggalkan daerah koloninya Timor Timur yang mulai dilanda perang saudara. Sisi lain yang kami sajikan dalam Laporan Utama seusai perjalanan Lusitania Expresso adalah bagaimana Indonesia mempersiapkan diri. Berbagai kemungkinan yang bakal terjadi sudah disiapkan dengan perlengkapan dan personel yang andal. Liputan untuk menandingi provokasi misi Portugal pun disiapkan pada berbagai kapal perang di perairan Timor Timur dan di Dili. Seluruh proses, mulai dari pemantauan sampai penghalauan Lusitania Expresso, bisa diikuti secara terbuka. Boleh dibilang, telah terjadi "perang informasi". Wartawan yang berada di feri Lusitania Expresso diharapkan oleh misi provokasi Portugal itu untuk menarik perhatian dunia terhadap masalah Timor Timur. Sementara itu, wartawan Indonesia disiapkan untuk mengimbanginya dengan tekanan terutama bagi konsumsi pemberitaan di dalam negeri. Untung, drama Lusitania berakhir dengan antiklimaks. Ia ngeloyor keluar "pentas" dari perairan Timor Timur sebelum mendapat tepuk tangan. Dan Indonesia boleh menepuk dada karena misi provokasi itu bisa dikempiskan, tak sempat memancing perhatian dunia yang berarti. "Perang informasi", yang kebetulan kami saksikan di kedua pihak, berakhir pekan lalu. Siapa pemenang, kiranya bisa dinilai. Namun, "perang informasi" itu tentunya tak cuma berhenti di Lusitania. Mungkin bakal ada jurus-jurus baru dari kedua pihak. A. Margana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus