Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fransisco Rosarians
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendalami dan menelusuri aliran uang proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP ke Parlemen Senayan. Sejumlah saksi dari mantan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat kembali diperiksa untuk mengklarifikasi keterangan keponakan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo yang diduga berperan sebagai pembagi jatah dan perantara fee ke anggota legislatif.
“Saya enggak terima uang. Saya sama sekali tak kenal tersangka (Irvanto),” kata mantan Ketua DPR Marzuki Alie usai pemeriksaan di gedung KPK, kemarin.
Marzuki mengatakan, penyidik melontarkan 17 pertanyaan tentang dugaan aliran uang proyek e-KTP ke Partai Demokrat. Pertanyaan tersebut didasarkan pada kesaksian Irvanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tentang uang senilai US$ 100 ribu ke politikus Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf. “Ketika itu saya bukan pengurus partai,” kata Marzuki.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik memang tengah menelusuri aliran dana ke DPR untuk menuntaskan berkas perkara Irvanto. Dia menilai, pelimpahan berkas Irvanto harus selesai sebelum akhir masa tahanan, 6 Juli 2018. Dia pun tak menampik bahwa penyidik mengkonfirmasi sejumlah fakta yang muncul dalam persidangan. “Sekitar 115 saksi telah kami periksa,” kata Febri. “Saksi lain masih terbuka kemungkinan sepanjang dibutuhkan dalam proses penyidikan.”
KPK memang tengah menuntaskan proses penyidikan terhadap dua tersangka kasus e-KTP, Irvanto dan Made Oka Masagung. Keduanya diduga berperan sebagai perantara dan penampung suap kepada anggota DPR. Bahkan, Irvanto -- kala itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Murakabi Sejahtera yang turut dalam konsorsium proyek KTP elektronik – diduga turut mengatur pembagian fee proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Dalam persidangan, Irvanto mengaku menjadi kurir uang suap kepada sejumlah anggota DPR yaitu Nurhayati senilai US$ 100 ribu; mantan Ketua Komisi Pemerintahan DPR Chairuman Harahap US$ 1,5 juta; mantan anggota Badan Anggaran DPR Melchias Markus Mekeng US$ 1 juta, dan Agun Gunandjar US$ 1,5 juta; serta Politikus Demokrat Jafar Hafsah US$ 100 ribu. “Perintah Andi Narogong (alias Andi Agustinus, pengusaha yang jadi terpidana kasus e-KTP). Saya dijanjikan uang,” kata Irvanto.
Agun dan Mekeng membantah telah menerima uang proyek e-KTP. Hal yang sama juga diungkapkan sejumlah politikus Senayan saat menjadi saksi di KPK yaitu anggota DPR dari Fraksi Demokrat Khatibul Umam Wiranu dan mantan Wakil Ketua Banggar Mirwan Amir dan Olly Dondokambey. "Saya tidak kenal dua orang itu. Jadi bagaimana saya bisa kasih keterangan?" kata Mekeng.
Sedangkan Nurhayati menilai Irvanto telah melontarkan fitnah dan berhalusinasi tentang pemberian uang US$ 100 ribu. “Saat proyek e-KTP di programkan, saya ada di Komisi Pertahanan DPR. Saya juga belum dan tidak mengenal Setya Novanto saat itu secara langsung," kata dia.
ANDITA RAHMA l MAYA AYU
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo