Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Human Rights Watch Andreas Harsono berpesan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim soal kebebasan pers mahasiswa di kampus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Andreas, kebebasan pers mahasiswa masih naik-turun dan cenderung jelek. Data PPMI menunjukkan, pada 2017-2019 setidaknya lima pers mahasiswa dibredel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Itu serius banget. Besar sekali jumlahnya. Nadiem perlu memberitahu kepada rektor-rektor, berikan ruang kepada pers mahasiswa. Berikan perintah kepada rektor jangan ada pembredelan," katanya dalam diskusi "Kebebasan Sipil di Era Infrastruktur dan Investasi" di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta Pusat, hari ini, Senin, 10 Februari 2020.
Tampil pula sebagai narasumber Ketua YLBHI Asfinawati dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Hariadi Kartjodiharjo.
Andreas mengatakan jika satu pers mahasiswa dibredel hal itu akan menjadi sejarah tahunan hingga puluhan tahun perjuangan mahasiswa untuk menerbitkannya. Maka, Menteri Nadiem dinilai perlu memberikan instruksi yang jelas bahwa tak boleh ada pers mahasiswa yang dibredel selama dia menjadi menteri.
Apalagi, Ayah Nadiem, Nono Anward Makarim, adalah pemimpin redaksi Harian Kami (1966-1973), Ia juga ikut mendirikan perhimpunan pers mahasiswa Indonesia.
"Entah itu internet atau cetak atau majalah, tabloid, itu akan dibunuh, itu adalah pukulan serius kebebasan akademik di kampus atau kebebasan pers secara umumnya," katanya.
Mengenai kebijakan Nadiem bertajuk Kampus Merdeka, Andreas mempersoalkan isi dan esensinya. "Kalau ada kampus merdeka tapi pers mahasiswa dibredel, ya enggak merdeka."
Dia lantas menegaskan bahwa kebebasan akademik adalah hal ang penting. Andreas berpendapat tak mungkin perguruan tinggi di indonesia bisa berkelas internasional jika kebebasan akademik terbatasi. "Enggak akan ada kehidupan mahasiswa yang bergairah kalau tidak ada pers mahasiswa yang bergairah."