Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penganugerahan jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto disebut-sebut sudah disiapkan dari dua tahun lalu.
Sempat ditunda karena khawatir akan dinilai sarat kepentingan politis.
Penganugerahan ini menyakiti para korban pelanggaran HAM.
JAKARTA – Penganugerahan kenaikan pangkat istimewa jenderal kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto disebut-sebut sudah disiapkan sejak dua tahun lalu. Pemberian pangkat tersebut ditunda karena dinilai sarat akan nuansa politis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar menjelaskan, penganugerahan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo merupakan usul dari Markas Besar TNI dan Panglima TNI. Usulan tersebut sudah disampaikan sejak beberapa tahun lalu atau sebelum Jenderal Agus Subiyanto didapuk menjadi Panglima TNI. “Prosesnya panjang dan tidak asal saja dipilih,” ujar Nugraha saat dihubungi pada Kamis, 29 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pengusulannya, Markas Besar TNI dan Panglima TNI memiliki pertimbangan matang untuk merekomendasikan nama Prabowo kepada Presiden Joko Widodo. Misalnya, penganugerahan Bintang Yudha Dharma Utama yang telah diberikan pada 2022. Hal tersebut dinilai menjadi legitimasi bagi Prabowo untuk menyandang kenaikan pangkat jenderal kehormatan. “Beliau punya jasa besar dalam membangun TNI dan memiliki Bintang Yudha yang hanya diberikan kepada Panglima TNI dan Menteri Pertahanan,” ujar Nugraha.
Jokowi menyematkan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu kemarin. Pengangkatan Prabowo itu mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tertanggal 21 Februari 2024 tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa Berupa Jenderal TNI Kehormatan.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memberikan hormat kepada Presiden Joko Widodo saat kenaikan pangkat secara istimewa di sela Rapat Pimpinan TNI-Polri, di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, 28 Februari 2024. TEMPO/Subekti.
Presiden Jokowi menyebut pangkat itu sebagai bentuk penghargaan. "Penganugerahan ini adalah bentuk penghargaan sekaligus peneguhan untuk berbakti sepenuhnya kepada rakyat, kepada bangsa, dan kepada negara," ujarnya. Presiden menyebutkan, selain diusulkan oleh Panglima TNI, pemberian kenaikan pangkat tersebut merupakan penghargaan bagi mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu yang dinilai berjasa bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Seorang petinggi Partai Gerindra yang mengetahui rencana dan proses pemberian kenaikan pangkat Prabowo itu bercerita, usulan dari Markas Besar TNI dan Panglima kepada Presiden sudah disampaikan sejak 2022. Saat itu Prabowo dianugerahi Bintang Yudha Dharma Utama.
Menurut sumber ini, penganugerahan kenaikan pangkat istimewa jenderal kehormatan itu awalnya bersamaan dengan Bintang Yudha Dharma Utama yang rencananya diberikan pada 17 Agustus 2023. Namun, kata dia, penyematan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo ditunda karena dikhawatirkan sarat akan nuansa politis.
Sumber ini menyebutkan orang yang meminta Presiden untuk menunda pemberian kenaikan pangkat istimewa kepada Prabowo adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Indonesia Raya (PPIR)—organisasi sayap Partai Gerindra—Mayor Jenderal (Purnawirawan) Musa Bangun.
Setelah dibatalkan, kata sumber tadi, Prabowo meminta agar penganugerahan dilakukan seusai pemilihan presiden 2024. “Prabowo ingin menunggu dulu hasil pilpres sekaligus mendapat kado indah dari Presiden setelah dipastikan menang,” ujarnya.
Prabowo Subianto ikut berlaga dalam kontestasi Pemilu 2024 sebagai calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju. Dia menggandeng Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Gibran merupakan putra sulung Presiden Jokowi. Berdasarkan penghitungan resmi atau real count Komisi Pemilihan Umum, perolehan suara pasangan Prabowo-Gibran untuk sementara unggul. Pasangan calon ini mendapat 58 persen dari penghitungan perolehan suara yang sudah mencapai 77 persen pada Kamis kemarin.
Tempo belum mendapat konfirmasi perihal cerita penundaan kenaikan pangkat Prabowo ini. Hingga semalam, Pratikno dan Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, belum menjawab pesan permintaan konfirmasi Tempo yang dikirim melalui nomor telepon WhatsApp. Adapun Mayor Jenderal (Purnawirawan) Musa Bangun melalui pesan WhatsApp hanya menjawab, “Silakan tanyakan pada juru bicara Kementerian Pertahanan.”
Seorang sumber Tempo lainnya yang memiliki kedekatan dengan Markas Besar TNI mengatakan nama Prabowo sudah diusulkan sejak lama untuk diberi kenaikan pangkat jenderal kehormatan. Menurut sumber ini, nama Prabowo mulanya disebut-sebut direkomendasikan oleh mantan Panglima Komando Cadangan Strategis AD (Pangkostrad), Jenderal Maruli Simanjuntak. Dia mengajukan nama Prabowo kepada petinggi di matra Angkatan Darat, salah satunya kepada mantan Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Agus Subiyanto, atau Panglima TNI saat ini. “Alasannya untuk balas budi kepada atasan,” kata sumber itu.
Maruli—menantu Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan—menjabat Pangkostrad pada 2022-2023. Saat ini Maruli menjabat Kepala Staf Angkatan Darat menggantikan Jenderal Agus Subiyanto. Maruli disebut-sebut pernah menjadi prajurit bawahan saat Prabowo masih berdinas aktif sebagai Komandan Jenderal Kopassus.
Tempo belum mendapat konfirmasi dan jawaban dari Jenderal Maruli Simanjuntak dan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi ihwal rekomendasi tersebut. Hingga semalam, pesan permintaan konfirmasi yang dikirim melalui WhatsApp itu hanya menunjukkan notifikasi terkirim. Begitu juga dengan upaya menghubungi melalui telepon.
Upaya permintaan konfirmasi juga dilakukan terhadap mantan petinggi di matra Angkatan Darat. Kemarin, Tempo mengirim pesan permintaan konfirmasi kepada mantan Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Dudung Abdurachman. Namun Dudung belum menjawab pesan tersebut. Adapun mantan Kepala Dinas Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Hamim Thohari, menjawab singkat. “Silakan tanyakan langsung pada Kadispenad,” ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar mengatakan tidak mengetahui ihwal rekomendasi Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak kepada Panglima TNI. “Soal rekomendasi, bisa ditanyakan kepada Markas Besar Angkatan Darat,” ujarnya. Meski begitu, Nugraha menegaskan, secara prosedur, hanya Panglima TNI dan Markas TNI yang bisa mengusulkan nama penerima penganugerahan gelar dan pangkat kepada Presiden.
Keliru Kenaikan Pangkat Kehormatan
Dihubungi secara terpisah, pengamat militer Beni Sukadis menilai penganugerahan kenaikan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo dilakukan tanpa dilandasi aturan hukum yang jelas. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ataupun Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, menurut dia, tidak diatur ihwal penganugerahan kenaikan pangkat kehormatan. “Ini soal pangkat kehormatan atau pangkat istimewa?” ujar Beni.
Dalam aturan perundang-undangan, Beni menjelaskan, kenaikan pangkat hanya dapat diberikan kepada prajurit yang berjasa dan masih berstatus aktif dari kedinasan, bukan kepada seorang purnawirawan. Kendati begitu, penganugerahan itu disebut kenaikan pangkat istimewa. “Jadi ini adalah usulan yang keliru,” ujarnya.
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al A’raf mengatakan penganugerahan kenaikan pangkat jenderal kehormatan bagi Prabowo sarat akan nuansa politis ketimbang dimensi hukum. Apalagi ditinjau dari perspektif hak asasi manusia, penganugerahan ini menyakiti para korban pelanggaran HAM dan menjadi masalah serius dalam pemajuan HAM di Tanah Air. “Ini pelik. Mengapa orang yang diduga terlibat kasus penculikan dan pelanggaran HAM berat malah diberi pangkat kehormatan?” ujar Al A’raf.
Prabowo disebut terlibat kasus penghilangan paksa dan penculikan aktivis pada 1997-1998. Dia membentuk Tim Mawar yang erat dikaitkan dengan kasus penculikan aktivis menjelang era reformasi.
Menteri Pertahanan Prabowo menerima Bintang Kehormatan Yudha Dharma Utama dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di kantor Kemenhan, Jakarta, 15 Agustus 2022. ANTARA/Muhammad Adimaja
Adapun pengamat militer Khairul Fahmi mengatakan penganugerahan jenderal kehormatan kepada Prabowo sudah memenuhi syarat administratif dan prosedur. Dia menjelaskan, Prabowo telah memiliki Bintang Yudha Dharma Utama yang hanya bisa dimiliki oleh presiden, Panglima TNI, dan Menteri Pertahanan. Proses penganugerahan ini juga diusulkan oleh Markas Besar TNI dan Panglima TNI. “Dalam Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, hal ini telah diatur,” kata Khairul.
Masih dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, khususnya Pasal 33 ayat 3 huruf a, Khairul menjelaskan, salah satu hak penerima Bintang Yudha Dharma Utama adalah menerima pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa. “Secara administrasi ini sah. Namun tidak secara moral,” katanya.
Mayor Jenderal Nugraha Gumilar mengatakan, merujuk pada aturan yang ada, penganugerahan kenaikan pangkat jenderal kehormatan bagi Prabowo tidak menyalahi apa pun. “Semua diusulkan dengan proses, pertimbangan, dan landasan hukum yang jelas,” katanya. Untuk aturan yang dimaksudkan, Nugraha kembali merujuk pada Pasal 33 ayat 3 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 juncto Pasal 78 ayat 3 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010.
ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo