Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pembina Perludem Minta Pembahasan RUU Pemilu Harus Segera Dimulai

Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan saat ini Indonesia sedang dalam masa pasca-elektoral dan seharusnya pembahasan RUU Pemilu segera dimulai.

1 Februari 2025 | 09.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Dok.TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem Titi Anggraini mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu harus segera dimulai. Hal ini menurutnya dilakukan agar memungkinkan pembahasan substansi secara komprehensif dan mendalam secara akademik maupun konsekuensi praktisnya ke depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari Antara, menurut Titi Anggraini, pembahasan dengan waktu yang cukup diperlukan untuk memastikan partisipasi semua pihak secara bermakna (meaningful participation). Luasnya ruang lingkup materi muatan dalam UU Pemilu menjadi pertimbangan dalam hal ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"UU Pemilu instrumen penting, karena untuk rekayasa elektoral demi mewujudkan pemilu konstitusional, jujur, adil, demokratis," kata Titi dalam diskusi secara daring yang disaksikan di Jakarta, Ahad, 26 Januari 2025 seperti dikutip dari Antara.

Dia menjelaskan bahwa saat ini Indonesia tengah selesai melaksanakan tahun pemilu dan masuk ke dalam periode pasca-elektoral. Dari berbagai studi, menurut dia, saat ini merupakan momen yang tepat untuk melakukan kajian, audit, atau evaluasi atas penyelenggaraan pemilu yang sudah selesai.

Selain itu, titi juga mengusulkan agar dibentuk kodifikasi atas UU tentang Pemilu yang materi muatannya mengatur pemilu legislatif, pemilu presiden, pemilu kepala daerah, dan penyelenggara pemilu dalam satu naskah. Menurut dia, kodifikasi pengaturan pemilu dan pilkada dalam satu naskah UU tentang Pemilu akan lebih relevan dalam membangun koherensi dan konsistensi pengaturan serta dari lebih memudahkan penggunaannya sebagai instrumen pendidikan politik bagi publik untuk memahami pengaturan.

Secara filosofis, sosiologis, dan yuridis, dia mengatakan kondisi saat ini telah memenuhi prasyarat objektif kemendesakan untuk mencabut atau mengganti UU Pemilu dan UU Pilkada dengan UU baru melalui model kodifikasi pengaturan pemilu yang materi muatannya dikelompokkan menjadi: buku, bab, bagian, dan paragraf.

Di samping itu, dia pun mengkritik DPR yang kerap tergesa-gesa dalam membahas RUU Pilkada. Menurut dia, ada dampak negatif dari pembahasan yang tergesa-gesa ini, di antaranya adalah tidak optimalnya partisipasi masyarakat.

Sebagai contoh, dia menuturkan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disahkan pada 16 Agustus 2017. Padahal, tahapan untuk Pemilu Serentak 2019 dimulai satu hari setelahnya yakni pada 17 Agustus 2017.

Titi juga meminta agar UU Pemilu dan UU Pilkada diintegrasikan dan diusulkan menjadi UU Kitab Hukum Pemilu. Menurut dia, kedua UU yang tak diubah dalam jangka waktu yang lama tersebut perlu segera direvisi karena masyarakat akhirnya memindahkan advokasi dari ruang sidang di parlemen menjadi advokasi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dia pun mengatakan bahwa UU tersebut sudah ratusan kali dilakukan uji materi di MK, karena kondisi tersebut menyebabkan ada kebuntuan hukum yang terjadi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus