Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Donasi Pakaian Bekas Bersalin Limbah di Pengungsian

Sumbangan pakaian bagi korban gempa Cianjur di sejumlah pengungsian malah menumpuk menjadi limbah. Terobosan kreatif: pakaian dijual lewat bazar dan hasil penjualan didonasikan.

3 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Onggokan baju bekas berceceran di teras sekolah di lokasi pengungsian korban gempa Cianjur.

  • Baju bekas menduduki peringkat pertama donasi masyarakat dalam setiap kejadian gempa.

  • Tidak semua bencana membutuhkan pakaian layak pakai.

JAKARTA – Isom sibuk membolak-balikkan pakaian bekas yang berceceran di teras Sekolah Dasar Negeri Gintung di Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Onggokan baju bekas itu berceceran di teras sekolah sejak pekan lalu. “Jarang ada yang ngambil pakaian ini sehingga numpuk,” kata Isom, korban gempa Cianjur yang tinggal di pengungsian di Kampung Mangun, Jumat, 2 Desember 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perempuan berusia 45 tahun itu memilah pakaian bekas karena membutuhkan sarung dan baju untuk anaknya. Baju anak Isom tidak ada lagi karena ikut tertimbun rumahnya yang ambruk diguncang lindu pada Senin pekan lalu. Gempa dengan magnitudo 5,6 itu merusak 29.985 unit rumah. Sebanyak 6.754 unit di antaranya rusak berat. “Anak-anak butuh baju ganti,” ucap Isom bersama Romisah, pengungsi yang juga memilah baju. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Isom, para pengungsi jarang mengambil baju di tumpukan itu karena sebagian besar kondisinya sudah tidak layak. Ukuran baju sumbangan itu juga banyak yang tidak cocok untuk para pengungsi. Apalagi sebagian baju tersebut juga kumal. “Banyak yang mubazir karena kehujanan. Jadi, tidak ada yang mau ambil.” 

Pendiri Sekolah Relawan, Bayu Gawtama, mengatakan baju bekas menduduki peringkat pertama donasi masyarakat dalam setiap kejadian gempa. Tumpukan sumbangan baju bekas yang menggunung selalu terlihat di pengungsian. “Sumbangan baju bekas ini justru menjadi masalah di lokasi bencana karena jumlahnya berlebihan. Bahkan lebih banyak menjadi limbah,” ujar Bayu.

Relawan menyalurkan logistik bantuan bencana gempa bumi di Sarampad, Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, 26 November 2022. ANTARA/Yulius Satria Wijaya

 

Sekolah Relawan termasuk organisasi kemanusiaan yang menerjunkan relawan dalam kejadian gempa di Cianjur. Mereka membantu mengevakuasi hingga mendistribusikan bantuan kepada para pengungsi. Bayu mengatakan tumpukan baju bekas terlihat di hampir semua lokasi pengungsian. Bahkan gunungan baju bekas yang telah menjadi sampah banyak ditemukan di Desa Padaruum, Kecamatan Cugenang. 

“Jangan salahkan jika ada asumsi dari relawan atau penyintas bahwa sumbangan pakaian layak pakai sebagian lebih mirip buang sampah,” ujar Bayu. “Jadi, seakan-akan para penyumbang hanya ingin mengosongkan lemari dari baju yang sudah tidak bisa dipakai.” 

Bayu melihat kualitas baju yang disumbangkan memang seperti sampah. Pakaian yang didonasikan banyak yang telah koyak, ritsletingnya rusak, bolong, dimakan rayap, dan berbau tak sedap. Sebelum memberikan bantuan, kata dia, masyarakat semestinya memperhatikan pakaian yang hendak disumbangkan. 

Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah jenis bencananya. Sebab, tidak semua bencana membutuhkan pakaian layak pakai, seperti dalam musibah gempa. Pakaian layak pakai lebih dibutuhkan pengungsi korban tanah longsor, banjir bandang, kebakaran, atau tsunami. 

Adapun bencana gempa, banjir, erupsi gunung, dan angin puting beliung boleh dibilang tidak terlalu membutuhkan donasi pakaian. “Kalaupun ada kebutuhan, jumlahnya tidak terlalu signifikan. Biasakan bertanya lebih dulu ke relawan apakah pakaian layak pakai benar-benar dibutuhkan di lokasi bencana,” ujar Bayu. 

Kualitas pakaian yang didonasikan juga mesti diperhatikan. Jangan sampai mendonasikan sesuatu yang tidak mau digunakan penerima sumbangan. Bayu menyarankan masyarakat memprioritaskan saudara terdekat yang terkena musibah untuk menyumbangkan pakaian layak pakai. “Tapi, jika mungkin, donasikan pakaian baru. Jika tidak bisa, bisa memberikan pakaian yang baik dan dengan cara disortir dulu sebelum didonasikan.”

Warga korban gempa membawa bantuan dari relawan di Sarampad, Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, 26 November 2022. TEMPO/Amston Probel

Menggelar Bazar

Menurut Bayu, beberapa komunitas melakukan terobosan kreatif dalam memberikan bantuan. Mereka menahan bantuan pakaian layak pakai di lokasi komunitas itu berkumpul. Mereka lalu menggelar bazar. Hasil penjualan pakaian lewat bazar itu nantinya didonasikan ke lembaga kemanusiaan. “Itu ide bagus dan bisa ditiru. Ini untuk menghindari banyaknya baju bekas yang menjadi limbah setiap kali ada bencana,” katanya. 

Bantuan lain yang biasanya terlihat menumpuk adalah mi instan. Menurut Bayu, bantuan mi instan yang berlebihan justru berdampak buruk bagi pengungsi. Sering makan mi instan tidak baik untuk kesehatan mereka. “Lebih baik bantu sediakan makanan sehat di dapur umum.” 

Pranata Humas Ahli Muda Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, Andrie Setiawan, mengatakan baju bekas memang menjadi bantuan yang paling banyak diberikan masyarakat. Padahal bantuan yang paling dibutuhkan adalah tenda pengungsian, terpal, selimut, tikar, kebutuhan kelompok rentan, alat penerangan, dan makanan siap saji. “Kami mengimbau masyarakat memberikan sumbangan yang memang lebih dibutuhkan,” ucapnya. “Kami tidak melarang, tapi dilihat dulu kebutuhan para pengungsi.” 

Bupati Cianjur Herman Suherman mengatakan hingga kemarin banyak bantuan logistik yang tidak merata dan salah sasaran bagi korban gempa. Akibatnya, bantuan tersebut menumpuk di titik-titik tertentu. Salah satunya pakaian bekas. Menurut dia, akibat pemberian bantuan tidak merata, timbul anggapan bahwa distribusi logistik dari posko utama pemerintah tidak sampai ke masyarakat. “Lalu muncullah hoaks yang menyalahkan kami,” ucapnya. 

Herman pun mengimbau agar bantuan bagi korban gempa Cianjur tidak langsung dikirim ke lokasi, melainkan masuk dulu ke posko utama di Gedung Bale Rancage dan kantor BPBD Kabupaten Cianjur. “Teknis pengambilannya pun sekarang sederhana, tidak birokratis. Ketua RT datang membawa daftar kebutuhan, langsung bisa ambil. Tidak perlu melalui desa dan kecamatan,” ujar Herman.

IMAM HAMDI | DEDEN ABDUL AZIZ | ADYA NURUL
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus