Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali mengusut satu industri farmasi dalam kasus gagal ginjal akut pada anak. Industri farmasi itu adalah PT Rama Emerald Multi Sukses (PT REMS), yang diduga memproduksi obat sirop untuk anak dengan senyawa pelarut yang melebihi batas aman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sudah membuat BAP (berita acara pemeriksaan) perusahaan itu. Sudah penyidikan. Sudah ada saksi-saksi yang dimintai keterangan," kata seorang pejabat di BPOM yang mengetahui kasus ini, Jumat, 9 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan status perusahaan masih sebagai terperiksa, meski sudah masuk tahap penyidikan. BPOM akan mengumumkan tersangka dalam kasus pelanggaran PT REMS ini setelah melakukan gelar perkara dengan Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI.
Saat ini, kata dia, BPOM masih memeriksa saksi dan ahli untuk mendalami temuan produk obat sirop produksi PT REMS yang diduga mengandung etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG) melebihi ambang batas. Batas aman kandungan senyawa pelarut ini maksimal 0,1 miligram per milimeter.
Dua senyawa pelarut tersebut diduga kuat menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak. Hingga saat ini, tercatat 202 anak di Indonesia meninggal akibat gagal ginjal akut.
Sebelumnya, BPOM menyebutkan hasil uji bahan baku propilena glikol (PG) yang digunakan dalam sirop obat buatan PT Rama Emerald Multi Sukses menunjukkan kadar EG dan DEG melebihi ambang batas, yaitu mencapai 1,28-443,66 miligram per mililiter. Dari hasil pemeriksaan terhadap sarana produksi perusahaan, ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penerapan cara pembuatan obat yang baik (CPOB).
Atas temuan ini, BPOM mencabut sertifikat CPOB cairan oral non-beta laktam serta mencabut seluruh izin edar 32 produk sirop obat buatan PT REMS. BPOM juga memerintahkan perusahaan yang beralamat di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu menghentikan kegiatan produksi dan distribusi seluruh sirop obat, serta menarik dan memastikan semua sirop obatnya ditarik dari peredaran. Selanjutnya, BPOM memerintahkan perusahaan memusnahkan semua persediaan sirop obat, yang disaksikan petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM.
BPOM dan Bareskrim Polri menyita obat sirop dan bahan baku zat pelarut propilena glikol (PG) dan etilena glikol (EG) di PT Yarindo Farmatama, Serang, Banten, Senin, 31 Oktober 2022. TEMPO/Joniansyah Hardjono
Pejabat BPOM tadi mengatakan tim penyidik lembaganya juga akan memeriksa distributor PT REMS yang berinisial CC. Ia melanjutkan, untuk sementara lembaganya menduga kuat bahwa PT REMS melanggar Pasal 196 Undang-Undang Kesehatan dan Pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Pasal 196 itu mengatur soal ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 1 miliar bagi orang yang sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu.
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito tidak menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Pihak PT REMS juga tidak merespons pertanyaan Tempo yang dikirim ke e-mail perusahaan. Nomor kontak perusahaan yang dihubungi hanya terdengar nada sambung, tapi tidak ada staf perseroan yang mengangkatnya.
Selain memeriksa PT REMS, BPOM lebih dulu menyidik dua industri farmasi yang diduga melanggar aturan karena kandungan etilena glikol dan dietilena glikol pada obat sirop buatan mereka melebihi ambang batas. Kedua perusahaan itu adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries. BPOM sudah menetapkan tersangka kedua produsen obat ini.
Kepolisian juga ikut mengusut kasus gagal ginjal akut pada anak. Bareskrim sudah menetapkan dua perusahaan sebagai tersangka. Kedua perusahaan itu adalah PT Afi Farma dan CV Samudra Chemical. Kedua perseroan diduga memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu.
Pencegahan Impor Bahan Baku Obat
Saat ini BPOM sudah mengeluarkan aturan yang mengakomodasi impor propilena glikol, polietilena glikol (PEG), serta bahan lain dengan pembatasan kadar EG dan DEG untuk kepentingan industri farmasi. Aturan itu adalah Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia serta Peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia. BPOM menerbitkan kedua peraturan ini pada November lalu.
Direktur Pengawasan Keamanan, Mutu, Ekspor Impor Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM, Tri Asti Isnariani, mengatakan lembaganya akan mensosialisasi kedua peraturan tersebut ke berbagai pihak. Tujuannya agar semua pihak memahami dan mematuhinya untuk menekan kasus gagal ginjal akut pada anak.
HENDARTYO HANGGI | ARYA PRASETYA (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo