Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) berhasil meraih medali emas dalam kompetisi internasional, Thailand Inventors Day pada 1-6 Februari 2023. Tim tersebut adalah Sulthan Fathi, Ardelia Bertha, Syadilla Rahmansyah, Lidya Ayu, Dennis Muhammad, dan Bernika Citra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kompetisi yang diselenggarakan National Research Council of Thailand itu, mereka mengusung sebuah inovasi bertajuk “Brem-D: Utilization of Durio Zibethinus Skin Waste as Neutral-Stabilizer for Lysergic Acid Diethylamide (LSD) Addicts”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syadilla Rahmansyah, mewakili timnya mengatakan gagasan mereka berasal dari inovasi makanan tradisional Kota Madiun, yakni brem. “Perbedaanya dengan yang original dari Madiun adalah, di sini kami memakai campuran tepung kulit durian, bagian mesokarpnya,” katanya dilansir dari laman resmi Unair pada Jumat, 10 Februari 2023.
Lebih lanjut, mahasiswa yang kerap disapa Rama itu menjelaskan bahwa penggunaan kulit durian sebagai campuran brem bermanfaat sebagai bioregulator serotonin pada otak. Dengan kombinasi kulit durian, kata dia, brem yang mereka ciptakan dapat menjadi alternatif penghilang dampak buruk terhadap kesehatan para pengguna maupun mantan pengguna Lysergic Acid Diethylamide (LSD).
“Di Asia Tenggara, narkoba jenis LSD ini sedang marak. Jadi, kami memanfaatkan kandungan yang ada dalam kulit durian tersebut untuk meningkatkan kadar serotonin di otak, sehingga dapat mengurangi gejala depresi, sakau, dan gejala lainnya,” ujarnya.
Selain menimbang manfaat kulit durian yang begitu besar, gagasan Rama dengan tim juga didasarkan pada keprihatinan terhadap kondisi di Indonesia. Alih-alih menggunakan pektin alami, Indonesia justru masih terus melakukan impor pektin sintetis hingga berton-ton.
“Biasanya brem menggunakan pektin sintetis. Indonesia sendiri masih melakukan impor sebanyak 100 ton pektin sintetis per tahun, padahal sebenarnya pektin itu bisa diperoleh dari durian yang justru melimpah di Indonesia. Dari situ, kami mencoba memanfaatkan potensi itu,” terang Rama.
Meskipun telah berhasil raih gelar membanggakan, Rama dan tim tak ingin merasa cepat puas. Ia berharap, keberhasilannya itu justru akan semakin memacu mereka untuk terus ukir prestasi di kancah internasional.
“Harapannya, hasil dari kompetisi ini dapat menjadi motivasi bagi kami untuk terus berkembang dan belajar sehingga bisa jadi lebih baik ke depannya. Kami senang mendapatkan pengalaman dan bisa melihat inovasi-inovasi dari negara lain,” katanya.