Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAK awal panitia seleksi calon pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi menghendaki semua kelompok dapat terwakili dalam hasil seleksi calon pimpinan KPK. Kelompok tersebut di antaranya kepolisian, kejaksaan, hakim pada lembaga peradilan, auditor, serta akademikus dan masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Memang kami berusaha agar semua kelompok dapat terwakili,” kata Ketua Pansel Calon Pimpinan KPK Muhammad Yusuf Ateh kepada Tempo, Rabu, 11 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keterwakilan semua kelompok tersebut akhirnya tergambar dalam 20 nama calon pemimpin KPK periode 2024-2029 yang dinyatakan lolos profile assessment. Mereka berasal dari kepolisian, kejaksaan, auditor, hakim pada lembaga peradilan, akademikus, dan masyarakat sipil.
Latar belakang 20 nama tersebut paling banyak berasal dari kepolisian dan kejaksaan. Mereka yang berasal dari kepolisian di antaranya Didik Agung Widjanarko, Djoko Poerwanto, Sang Made Mahendra Jaya, dan Setyo Budiyanto. Lalu calon pemimpin KPK dari kejaksaan antara lain Fitroh Rohcayanto, Harli Siregar, Johanis Tanak, Muhammad Yusuf, dan Sugeng Purnomo.
Meski berasal dari berbagai kalangan, sebagian dari 20 nama yang lolos seleksi calon pemimpin KPK tersebut bertugas atau pernah bertugas di komisi antirasuah. Misalnya Didik Agung Widjanarko, Fitroh Rohcayanto, Johanis Tanak, Johan Budi Sapto Pribowo, Pahala Nainggolan, dan Wawan Wardiana.
Baca juga:
Komposisi ideal calon pimpinan KPK yang dikehendaki oleh panitia seleksi disebut-sebut condong ke KPK jilid pertama. Pimpinan KPK periode 2003-2007 berasal dari berbagai kalangan. Misalnya Taufiquerachman Ruki berasal dari kepolisian, Tumpak Hatorangan Panggabean dari kejaksaan, Erry Riyana Hardjapamekas dari akademikus, serta Amien Sunaryadi dan Sjahruddin Rasul dari auditor.
Yusuf Ateh mengatakan para peserta yang lolos 20 besar akan mengikuti tahap seleksi lanjutan, yaitu wawancara dan tes kesehatan yang dijadwalkan pada 17-20 September 2024. Ia mengimbau agar mereka mengikuti kedua tahap seleksi tersebut. Mereka yang tak hadir otomatis akan dinyatakan gugur atau tidak berhak mengikuti tahapan seleksi berikutnya.
Sesuai dengan rencana, panitia seleksi akan menyerahkan nama sepuluh besar calon pemimpin KPK ke Presiden Joko Widodo paling lambat awal bulan depan. Setelah itu, Jokowi akan menyerahkan daftar calon pimpinan KPK tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk memilih lima pemimpin komisi antikorupsi periode 2024-2029.
Panitia seleksi calon pimpinan dan Dewan Pengawas KPK masa jabatan 2024-2029 mengumumkan 20 orang yang lulus tes di lobi gedung utama Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, 11 September 2024. TEMPO/Subekti.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, mengkritik komposisi 20 nama calon pemimpin KPK yang lolos profile assessment tersebut. Sebab, daftar itu masih didominasi orang dari unsur penegak hukum, khususnya dari kepolisian dan kejaksaan. Diky mengatakan pimpinan KPK yang berasal dari lembaga penegak hukum lain berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam penanganan perkara nantinya.
Ia mencontohkan perkara perusakan “buku merah” di KPK pada 7 April 2017. Buku merah merupakan catatan keuangan perusahaan Basuki Hariman, importir daging sapi, pada 2015-2016. Dalam buku merah itu tertulis banyak nama pejabat dan petinggi di lembaga penegak hukum, termasuk kepolisian, yang diduga menerima uang dari perusahaan Basuki. Basuki adalah terpidana kasus suap terhadap hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar.
Dalam buku merah tersebut di antaranya tertulis nama Tito Karnavian ketika masih menjabat Kepala Polda Metro Jaya. Tapi, saat buku merah itu berada di KPK, Tito menjabat Kepala Kepolisian RI. Pihak kepolisian pernah membantah hal ini.
“Tapi buku merah itu rusak oleh penyidik KPK yang berasal dari kepolisian, yaitu Roland Ronaldy dan Harun,” kata Diky.
Sampai sekarang, perkara “buku merah” itu tak jelas penyelesaiannya. Roland dan Harun juga lebih dulu kembali ke kepolisian saat Pengawasan Internal KPK tengah mengusut perusakan buku merah tersebut.
Menurut Diky, meski peristiwa perusakan “buku merah” itu terjadi pada level penyidik, tidak tertutup kemungkinan konflik kepentingan dapat terjadi di level pimpinan KPK. Konflik kepentingan ini berpotensi terjadi jika komposisi pimpinan KPK periode mendatang didominasi oleh aparat penegak hukum, kemudian pada saat yang sama komisi antikorupsi menangani perkara yang melibatkan petinggi dari lembaga penegak hukum tersebut.
Peneliti lain dari ICW, Kurnia Ramadhana, menjelaskan, berdasarkan pengamatan lembaganya, sebanyak 9 dari 20 kandidat calon pemimpin KPK itu merupakan kluster penegak hukum, baik berstatus aktif maupun telah purnatugas. Kurnia menilai komposisi calon pimpinan KPK seperti ini jelas tidak ideal dan berpotensi menciptakan pelanggaran ke depannya.
Pelanggaran yang dimaksudkan Kurnia adalah panitia seleksi berpotensi melanggar Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 mengenai kesamaan posisi setiap orang di mata hukum. Ia mengatakan panitia seleksi semestinya merujuk pada perintah yang tertuang dalam Undang-Undang KPK, yakni semua kalangan dapat menjadi pimpinan KPK ataupun Dewan Pengawas KPK sepanjang memenuhi syarat. “Ini juga mengundang persepsi publik terkait dengan adanya dugaan intervensi pihak lain dalam proses seleksi,” ujar Kurnia.
Kurnia melanjutkan, selain capim KPK didominasi kandidat dari kalangan penegak hukum, ICW menemukan kandidat yang memiliki setumpuk persoalan, baik dari segi kompetensi maupun integritas. Ia mencontohkan Johanis Tanak, Wakil Ketua KPK saat ini. Tanak pernah dilaporkan ke Dewan Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan juga disebut pernah mendapat catatan negatif. Pahala diduga mengeluarkan Surat Klarifikasi dan Konfirmasi pada 19 September 2017 yang isinya menguntungkan PT GDE dengan menyingkirkan PT BGE dari proyek panas bumi melalui Surat KPK No. B/6004/LIT.04/10-15/09/2017.
“Ini menandakan pansel belum maksimal menggali rekam jejak mereka,” ucap Kurnia.
Sejumlah calon pemimpin dan Dewan Pengawas KPK periode 2024-2029 mengikuti uji penilaian profil di Jakarta, 28 Agustus 2024. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, heran atas keputusan panitia seleksi yang meloloskan sejumlah kandidat yang bermasalah serta dominannya aparat penegak hukum dalam daftar 20 besar calon pemimpin KPK tersebut. Saut berpendapat komposisi pimpinan KPK yang ideal berisi kalangan akademikus dan masyarakat sipil yang independen. Alasannya, agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam penanganan perkara.
Saut ragu akan upaya KPK ke depan dalam memberantas korupsi jika panitia seleksi tetap meloloskan calon yang bermasalah dan ada lebih banyak calon dari aparat penegak hukum. “Di antara nama-nama yang lolos itu, ada hakim yang pernah memvonis ringan koruptor dan pimpinan KPK yang diduga melanggar etik,” kata Saut.
Ketua Indonesia Memanggil 57 atau IM57+Institute Praswad Nugraha mengatakan sejak awal lembaganya menyampaikan mosi tidak percaya kepada pansel KPK. Ia menduga keputusan panitia seleksi dalam menentukan 20 nama calon pemimpin KPK sarat akan intervensi pihak lain. “Pansel KPK itu hanya panitia, tidak memilih. Yang memilih, menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2022, ya, presiden,” tutur Praswad.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo ihwal adanya dugaan keterlibatan Presiden dalam penentuan calon pimpinan KPK periode 2024-2029. Adapun Muhammad Yusuf Ateh menepis tudingan ihwal adanya intervensi Presiden dalam proses seleksi calon pimpinan KPK. Ia mengatakan mereka yang dinyatakan lolos 20 besar merupakan calon pimpinan KPK yang berhasil memenuhi persyaratan. “Tidak ada seperti itu (intervensi)” ucap Ateh.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.