Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemerintah berfokus meningkatkan kemampuan sistem infrastruktur dan aplikasi guna memastikan keamanan data program Identitas Kependudukan Digital (IKD).
Keamanan data penduduk penting dikelola secara baik alih-alih mengejar target aktivasi program IKD.
Sebelum program ini seratus persen terwujud, pemerintah harus menentukan siapa penanggung jawab data.
JAKARTA – Pemerintah berfokus meningkatkan kemampuan sistem infrastruktur dan aplikasi guna memastikan keamanan data program Identitas Kependudukan Digital (IKD). Sebagai program satu data nasional, keamanan data menjadi hal penting dan perlu secara cermat penanganannya guna menghindari terjadinya kebocoran. “Jangan sampai data jebol duluan. Kami akan terus menguatkan infrastruktur pengamanan sambil secara bertahap mensosialisasi aktivasi program IKD,” ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Teguh Setyabudi, saat dihubungi pada Kamis, 3 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Gegar Data Kemiskinan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data penduduk amat penting dan harus dikelola secara baik. Alih-alih mengejar target aktivasi IKD sebanyak 25 persen di tiap daerah, Teguh menegaskan, lembaganya saat ini difokuskan untuk menguatkan infrastruktur dan aspek keamanan. Infrastruktur yang dimaksudkan adalah penguatan keamanan aplikasi IKD dan kesiapan mal pelayanan publik digital. IKD dan mal pelayanan publik digital diharapkan bisa bersinergi dengan baik. Dengan begitu, menurut dia, dalam mengurus dokumen kependudukan, masyarakat cukup memanfaatkan layanan aplikasi IKD.
Dilansir dari situs web Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia yang mengaktivasi IKD sudah lebih dari 1 juta orang hingga April lalu. Target nasional pada tahun ini adalah 25 persen dari pemilik kartu tanda penduduk (KTP) elektronik, yakni sebanyak 50 juta penduduk, diharapkan akan memiliki KTP digital. Teguh mengatakan pengalihan fungsi KTP elektronik tidak akan bisa seratus persen karena kondisi demografis Indonesia. IKD diharapkan bisa berfungsi optimal pada 2027.
Warga memperlihatkan aplikasi Identitas Kependudukan Digital (IKD) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Banda Aceh, Aceh, 5 Juli 2023. ANTARA/Irwansyah Putra
Aplikasi IKD nantinya memuat data, seperti KTP elektronik, kartu keluarga, kartu vaksin Covid-19, nomor pokok wajib pajak (NPWP), informasi kepemilikan pribadi, dan informasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). “Untuk mengamankan identitas digital, kami menggunakan proses pendaftaran dengan face recognition atau pengenalan wajah, QR code yang dienkripsi, histori akses tercatat, QR code menggunakan time to live, dan lain-lain,” ujar Teguh.
Pentingnya keamanan data dan kekhawatiran akan data bocor bukan tanpa sebab. Teranyar, kebocoran data terjadi pada Juli lalu. Sebanyak 337 juta basis data penduduk dilego oleh peretas di BreachForums. Masih pada bulan yang sama, sebanyak 34,9 juta data paspor warga negara Indonesia diduga bocor dan dijual di dark web. Pada Mei lalu, 15 juta data nasabah juga kembali diduga bocor dan dijual di dark web. Selain meningkatkan kemampuan sistem infrastruktur, Teguh mengatakan, lembaganya menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta institusi lain, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Adapun Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, mengatakan lembaganya hanya sebagai regulator sehubungan dengan program IKD. "Penanggung jawab data ada pada empunya data (Kementerian Dalam Negeri)," ujarnya. Meski begitu, Kementerian Komunikasi akan tetap memastikan data tersebut terlindungi. “Salah satunya dengan hadirnya Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi atau PDP,” ujar Usman.
Pengelola sebagai Penentu Keamanan Data
Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengatakan penggunaan face recognition atau pengenalan wajah dan QR code yang dienkripsi sebagai bagian untuk keamanan data memang bisa digunakan. Namun, menurut Alfons, hal yang harus diperhatikan adalah pengelola data. “Bukan itu yang menentukan keamanan. Hal yang menentukan data adalah siapa yang mengelola dan bagaimana proses pengamanannya,” ujarnya.
Ia mengatakan, dalam pengelolaan face recognition, ada data privat dan publik. Data privat inilah yang penting dijaga sehingga perlu sumber daya manusia yang mumpuni dalam mengelola data kependudukan. Menurut Alfons, dalam program IKD, ketika data akan menjadi satu, semuanya bisa menjadi lebih efisien. Namun, jika terjadi kebocoran data, kata dia, dampaknya pun akan lebih besar.
Alfons mengingatkan, sebelum program ini seratus persen terwujud, penting bagi pemerintah untuk menentukan siapa penanggung jawab data tersebut. Hal itu perlu untuk menghindari saling lempar tanggung jawab saat data bocor di kemudian hari. Selain itu, peran Undang-Undang PDP yang saat ini memasuki masa transisi penting segera diimplementasikan agar memperkuat keamanan data pribadi.
JIHAN RISTIYANTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo